BatamNow.com, Jakarta – Pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh DPR RI, hari ini, menjadi penanda lonceng kematian bagi insan pers. Dari 22 pasal terkait pers yang diminta untuk direvisi, pemerintah dan DPR RI, hanya satu pasal yang diperbaiki.
“Tercatat, ada 22 pasal bermasalah terkait pers yang diharapkan dapat diperbaiki atau direvisi sebelum disahkan. Namun, hingga kini hanya satu pasal yang dikabulkan untuk direvisi,” ungkap Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli, dalam keterangan resminya, Selasa (06/12/2022).
Dia menyayangkan adanya pasal-pasal yang dinilai mengancam kebebasan pers tersebut. Pihaknya sudah mengingatkan sejak jauh hari agar pemangku kebijakan bisa mengakomodasi tuntutan insan pers.
Diungkapkannya, dalam pertemuan sebelumnya dengan pemerintah serta sejumlah fraksi dan dengar pendapat dengan Komisi III DPR, usulan reformulasi yang diajukan dapat diterima dengan baik. Pun, Dewan Pers telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo agar menunda pembahasan karena adanya beberapa pasal yang mengancam kebebasan pers.
“Namun, pemerintah dan DPR memilih jalan terus dan tidak memerhatikan aspirasi komunitas pers dan masyarakat. Ancaman kriminalisasi terhadap wartawan seperti yang tercantum dalam RKUHP bukan hanya akan merugikan pers tapi juga akan menciderai hak publik untuk tahu,” seru Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers ini.
Menurutnya, ancaman pidana dapat membuat media melakukan self-censorship. “Kriminalisasi terhadap wartawan akan menjadikan mutu demokrasi merosot dan Indonesia terkucil dalam pergaulan internasional,” tegasnya.
Dengan kondisi yang ada, Dewan Pers pun akan melakukan langkah selanjutnya yang lebih dulu melakukan konsolidasi. “Langkah selanjutnya akan dikonsolidasikan Dewan Pers dengan semua konstituen,” ujar dia.
Di sisi lain, Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP Albert Aries membantah ada pasal yang mengkriminalisasi kemerdekaan pers di dalam RKUHP. “Kami tetap menghormati pandangan Dewan Pers. Namun kami perlu menyampaikan klarifikasi bahwa tidak benar RKUHP menghalangi dan mengkriminalisasi kemerdekaan pers,” ucapnya.
Dia menjelaskan beberapa pasal yang dianggap mengkriminalisasi kemerdekaan pers itu sudah ada sejak lama. “Eksistensinya sudah melalui serangkaian pengujian (judicial review) di Mahkamah Konstitusi,” terangnya.
Adapun pasal-pasal yang dimaksud antara lain Tindak Pidana Penyebaran atau Pengembangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, Penyerangan Harkat dan Martabat Diri Presiden, Penghasutan Untuk Melawan Penguasa Umum, Penyebarluasan Berita Bohong, Penghinaan Terhadap Lembaga, dan Pencemaran Nama Baik.
Ditambahkannya, “Jika yang dikhawatirkan oleh Dewan Pers adalah soal implementasi dan perilaku penegak hukum di awal sistem peradilan pidana, maka silahkan dicek kembali Putusan Mahkamah Agung yang begitu konsisten baik dalam perkara perdata maupun pidana”. (RN)