BatamNow.com, Jakarta – Sejatinya pemerintah pusat telah mengetahui pintu-pintu masuk impor barang ilegal di daerah-daerah yang sudah berlangsung puluhan tahun. Namun, kenapa baru ramai sekarang? Kemana saja pemerintah selama ini?
“Kami sudah mengetahui titik-titik masuknya pakaian bekas impor ke Indonesia. Namun, upaya untuk melakukan penindakan di lapangan masih menghadapi kendala,” kata Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Perlindungan Konsumen dan tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang, di Jakarta, Kamis (23/03/2023).
Disebutkan, titik-titik rawan tempat masuknya impor pakaian bekas ilegal ke Indonesia antara lain, Batam (Kepulauan Riau), Tarakan, Nunukan, Entikong (perbatasan Kalimantan), Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga ujung Bitung (Sulawesi Utara).
Masalahnya, kata Moga, para penyelundup selalu mencari celah dan timing yang tepat untuk masuk. “Mereka mencari waktu-waktu lengang, di mana pengawasan sedang kurang misalnya,” ungkap Moga.
Namun, instruksi Presiden Jokowi untuk menindak tegas importir dan penyelundup barang-barang ilegal, mendorong pihaknya untuk melakukan pengawasan lebih ketat lagi. “Pengawasan titik-titik masuk impor pakaian bekas tersebut akan lebih diperketat, melalui koordinasi dengan berbagai stakeholders terkait,” ujarnya.
Moga mengaku telah mendapat masukan dari masyarakat di berbagai daerah. “Kami juga akan dalami modus yang digunakan. Untuk itu, perlu digiatkan pengawasan di titik-titik tersebut,” tukasnya.
Selain itu, kata Moga, penegakan hukum juga terus dilakukan, antara lain dengan memusnahkan pakaian bekas impor yang berhasil ditemukan.
Dirinya juga mendorong masyarakat lebih berperan aktif melakukan pengawasan di lapangan dan memberi informasi bila ada hal-hal yang mencurigakan.
Moga memastikan pihaknya dengan lintas kementerian/lembaga akan bekerja secara maraton menjaga wilayah-wilayah perbatasan. “Tapi yang namanya pelaku atau oknum tentunya mencari celah supaya bisa tembus,” tandasnya.
Dijelaskan, keberadaan Kemendag sebagai pengawas diatur dalam regulasi. “Keberadaan kami mengawasi karena terkait impor tentu ada perizinan perdagangannya. Juga terkait peredaran barang harus diawasi, dan diatur. Terhadap barangnya bila dianggap melanggar perundangan bisa ditarik dari distribusi dan dimusnahkan, bahkan izinnya bisa dicabut,” paparnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, tak hanya oleh Kemendag, tapi pengawasan dan penegakan hukum terhadap impor pakaian bekas juga dilakukan oleh stakeholders lainnya.
“Pengawasan terhadap impor pakaian bekas ini sudah dilakukan bukan hanya oleh Kemendag, tapi Bea Cukai, Polri, Angkatan Laut juga sudah melakukan,” terangnya.
Ketika ditanya soal kemungkinan terjadinya dugaan kongkalikong dari para pengawas yang ia sebut diatas untuk meloloskan barang impor ilegal, Moga hanya mengatakan, “Harusnya tidak demikian. Kita akan awasi bersama”.
Pengawasan melekat yang akan dilakukan oleh Kemendag serta para stakeholders lainnya tentu diharapkan bukan cuma geger-gegeran semata, melainkan bisa dilakukan secara berkesinambungan. Terlebih berani menindak bila ada oknum pemerintah atau aparat keamanan yang ‘bermain’ dibalik impor ilegal tersebut. (RN)