Catatan Redaksi BatamNow.com
Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai menunjukkan Batam rekor tertinggi penyeludupan ballpress se-Indonesia.
Itu berdasarkan jumlah penindakan pada periode tahun 2019-2022. (bisnis.com, 6 Maret 2023)
Ternyata Pulau Batam masih kawasan transit paling seksi sebagai jalur penyeludupan barang.
Sebenarnya tak ada hal baru dari data BC itu. Apalagi nilai barang seludupannya diperkirakan hanya belasan miliar rupiah saja.
Berita viral justru hasil investigasi jurnalis REUTERS soal sepatu bekas yang didonasikan warga Singapura namun ternyata berujung dijual di pasar loak di Batam.
Tentu ihwal sepatu bekas donasi asing itu menyeruak tak lepas dari membanjirnya seludupan ballpress juga.
Impor ballpress dilarang sebagaimana diatur lewat Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-DAG/PER /7/2015.
Isu smokel sebenarnya sudah isu klasik di Batam,—meski menurut banyak pengamat, Batam sebenarnya sudah masuk kategori darurat penyeludupan transit dari dan ke luar negeri.
Tapi soal ini, tampaknya Dirjen BC, dan Menteri Keuangan masih senyap saja. Mungkin lagi disibukkan soal flexing-nya eks Kepala BC DIY dan dugaan uang haram jumbo milik jajaran pejabat di direktorat pajak.
Sejak Batam dikembangkan tahun 70-an, atau jauh sebelumnya, kawasan ini disebut pulau transit smokel besar.
Dengan bertopeng Batam sebagai kawasan perdagangan bebas, banyak pengamat memperkirakan sudah berlimpah barang-barang haram dari luar negeri (LN) yang lolos diseludupkan ke daerah pabean lainnya di Indonesia.
“Jadi jika diasumsikan barang bukti seludupan setiap tangkapan Kantor BC setempat, diyakini jumlah itu hanya secuil jika dibanding dengan dugaan yang lolos,” kata sumber terpercaya.
Kalau tidak, katanya, upaya penyeludupan oleh para jaringan mafia tindak pidana ekonomi ini, pasti berhenti. “Ini kan makin subur,” ujar sumber itu.
Sumber itu mencontohkan, pun kalau ketangkap satu, sudah duluan lolos seribu. “Itu juga bagian dari ekosistem menutupi belang,” ujar sumber.
Yang jelas, menurut mereka, perkiraan nilai barang yang lolos diseludupkan bisa mencapai ribuan triliun sejak Batam dikembangkan.
Dugaan mobil mewah seludupan, sepeda motor gede (moge) kelas atas dan barang bernilai mewah diduga ramai dari sini.
Itu makanya sejak dini Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) telah mengingatkan dan memprediksi hal tersebut.
Membuka catatan usang BatamNow.com, lembaga itu pada tahun 90-an membuat statement dan merekomendasikan agar FTZ Batam ditutup saja dan kembalikan ke daerah pabean.
Kala itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, salah satu pentolan di struktur lembaga kajian intelektual tersebut, sudah “berteriak”.
Sri Mulyani menyatakan saat itu, bahwa potential gain Batam sebagai kawasan industri kalah jauh dari potential loss-nya akibat tindak pidana ekonomi. Kegiatan penyeludupan menjadi pemicu kerugian besar bagi Negara. Status Batam sebagai kawasan FTZ disalahgunakan.
Waktu bergulir terus. Status pengembangan Batam malah bertransformasi dari kawasan Bounded Zone menjadi Kawasan Perdagangan Bebas sebagaimana diatur dalam UU KPBPB No 36 Tahun 2000 yang pasal-pasalnya banyak direvisi di UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020.
Tak ada hal yang mengganggu bagi para penyeludup atas perubahan peraturan perundangan itu.
Malah seperti memperlancar jalur haram mereka. Barang seludupan dari dan ke luar negeri semakin bebas berkecambah dan merangsek menjejali pasar di Jawa dan Sumatera.
Operasi Besar-besaran di Laut Kepri
Sebenarnya di era sebelumnya, berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas para mafia tindak pidana ekonomi ini.
Berkali dilakukan operasi besar-besaran. Di laut dan di darat, khususnya di setiap sudut perairan Kepulauan Riau.
Di tahun 90-an, Mabes Polri pernah “berperang” di lautan Kepri. Pasukan kepolisian dengan armada kapal canggih di laut dan helikopter di udara. Semua armada diturunkan dari Jakarta menyisir semua selat dan teluk, perairan Batam (Kepri).
Termasuk menyisir pelabuhan tikus yang melilit semua pinggang Pulau Batam.
Namun hasilnya menuai kontroversi. Sempat terjadi “polemik” antarinstansi semisal Bea Cukai, Bakamla, KPLP dan sebagaimana aparat negara petugas kedaulatan laut.
Setiap operasi besar untuk memberantas penyeludupan ternyata berakhir tanpa hasil maksimal. Dan tak kunjung ada efek jera bagi para penyeludup. Hingga kini.
Malah belakangan tindak penyeludupan di Kepri, khususnya Batam terlihat tak terbendung dengan segala modus operandi pelaku tindak pidana ekonomi itu.
Apalagi di perairan Kepri, apa itu penyeludupan minyak, sembako, narkoba dan lainnya.
Bahkan penyeludupan barang terlarang jenis sabu seberat 2 ton terungkap di Kepri dan Tanjung Balai Karimun, terjadi lima tahun lalu.
Smokel makin ramai. Salah satu penyebabnya kembali lagi ke “pasal satu”, yakni fulus.
Di pusaran penyeludupan ini, bergelimang uang besar. Siapa yang tak tergiur dengan gemerincingnya dolar di lingkaran para mafia smokel.
Dan, tampaknya, tindakan penyeludupan untuk menghindari bea masuk dan pajak masih akan berlangsung terus dan terus dengan bertopengkan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
“Negara rugi besar dengan status KPBPB yang disandang Batam,” begitu cuap-cuap para menteri Presiden Jokowi di awal pemerintahan Kabinet Indonesia Maju.
Beberapa menteri sempat “ngoceh” hendak menutup KPBPB Batam. Tapi urung karena mungkin “manis sudah terasa di bibir”.
Penyeludupan Manusia (Human Trafficking)
Selain penyeludupan barang, nyaris setiap hari publik Batam dicekoki dengan berita penyeludupan manusia (human trafficking) dari Batam ke Malaysia.
Akibat dari pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan jalur tak prosedural dengan speed boat seadanya, banyak dari mereka mendapat kecelakaan di laut. Banyak korban para tekong yang meninggal tenggelam sebelum sampai ke tujuan.
“Penyeludupan jalan terus ‘sepanjang garam masih asin diicip-icip para oknum aparat yang bertugas’,” kata sumber terpercaya media ini.
Ia sebutkan banyak oknum petugas di pelabuhan dan di laut Batam tidak dengan tegas dalam menjalakan tugas negara kalau tak mau dituding justru ikut terlibat. Paling tidak para oknum dituding menjadi beking.
“Akhhh, yang dirilis itu kan barang tangkapan badegol, yang partai besar bahkan berkontiner ‘kan lolos aja itu,” kata beberapa petugas di pelabuhan yang tak mau ditulis namanya.
“Badegol” istilah barang tentengan. Bukan partai besar apalagi berkontainer-kontainer.
Dia mengatakan bagaimana rawannya mengawasi gugusan Pulau Batam-Rempang-Galang (Barelang) karena faktor geografisnya sebagai kawasan perdagangan bebas. “Belum lagi banyak oknum-oknum terstruktur dari beberapa unsur yang diduga terlibat menjadi pelaku,” ujar sumber itu.
Soal oknum yang ikut bermain, tentu buka isapan jempol atau hoaks.
Ambil contoh: empat pejabat aktif BC Batam ditindak Kejaksaan Agung karena bermain impor gelap tekstil dari Tiongkok.
Mereka yang jadi tersangka antara lain Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan KPU Bea dan Cukai Batam berinisial MM. Kemudian, Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea Cukai Batam berinisial DA, HAW, dan KA.
Itu kasus penyeludupan besar yang terjadi antara tahun 2018-2020.
Lain lagi, misalnya, mantan Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Tanjung Balai Karimun (TBK) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Letkol Maswedi dijatuhi hukuman sembilan bulan penjara, dan dipecat dari kesatuan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL), karena terlibat penyelundupan Minuman beralkohol (mikol) menggunakan armada dan surat tugas militer.
Bahkan dugaan para petugas BC Batam terlibat pungli di pusaran aksi penyeludupan yang sempat ramai diberitakan media online, kini senyap. Bukan saja beberapa oknum ASN BC yang terhindar dari proses hukum, malah beritanya pun tak tahu rimbanya.
Soal keterlibatan orang dalam di pusaran penyeludupan,’ kita masih menunggu hasil penyelidikan KPK terhadap harta kekayaan eks Kepala BC DIY yang disebut doyan flexing itu. Apakah bersumber dari “cincai-cincai” kegiatan haram smokel?
“Batam Darurat Penyeludupan”, paling tidak indikatornya dengan data terkini.
BC “menobatkan” kawasan ini pemegang rekor penyeludupan ballpress se-Indonesia. Padahal populasi penduduk Batam hanya 1,3 juta jiwa. Lalu kemana “barang” itu sebagian besar menjalar?
Apa kabar Menteri Keuangan Sri Mulyani? (*)