BatamNow.com – Emak-emak Melayu di Pulau Rempang, Galang, Batam, menangis getir mencurahkan kesedihan hati mereka atas ancaman relokasi 16 kampung tua di sana.
Hal itu mereka sampaikan usai mengikuti salat hajat akbar di Jalan Trans Barelang, di ujung Jembatan IV Barelang, wilayah Kampung Tanjung Kertang, Selasa (05/09/2023) malam.
Mereka kompak berharap Wali Kota Batam ex-officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi sudi membuka pintu hatinya untuk membatalkan rencana relokasi 16 titik kampung tua di Rempang.
“Bapak wali kota, bukakanlah pintu hati bapak. Kami rakyat kecil, biarkan kami hidup, pak. Semoga bapak dapat hidayah beserta rahmat Allah. Allah itu ada, ingat Pak,” ucap Ida emak-emak dari Kampung Rempang Cate.
Ida menceritakan, kampung tua di Rempang bisa berdiri berkat perjuangan dari kakek dan nenek moyang mereka. Karenanya, warga tak ingin digusur.
“Kami manusia yang lemah, jangan selalu ditindas, pak. Kami tak mengizinkan tempat kami direlokasi,” ucap Ida.
Hal senada juga disampaikan Jumi emak-emak dari Kampung Monggak.
“Kami mohon janganlah gusur tempat tinggal kami karena itulah peninggalan nenek moyang kami. Kasihan anak-anak kami,” katanya.
Ratusan warga dari 16 kampung tua Rempang, Galang, melakukan salat hajat akbar pada Selasa (05/09) malam untuk memohon keselamatan kampung dari ancaman relokasi.
Di saat bersamaan, warga lainnya tetap siaga berjaga di simpang-simpang jalan masuk kampung mereka agar tidak disusupi pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Pilih Tolak Relokasi, Harga Rumah Bukan Masalah
Kaum ibu-ibu Rempang, Galang, menegaskan bahwa pilihan menolak relokasi bukan karena nilai ekonomi hunian mereka meskipun ditawari rumah senilai Rp 120 juta jika mau pindah.
“Kami tak akan gadaikan tanah air kami. Walaupun ditaruh uang berjuta-juta kami tidak akan terima,” kata Dana emak-emak Kampung Monggak.
Lalu Syamsiah emak-emak dari Monggak juga menimpali. “Walaupun rumah kami buruk, kami tetap mau di tempat kami,” tegasnya.
Mereka menyampaikan sakit hati atas pernyataan Muhammad Rudi dalam satu potongan video yang menyinggung harga rumah warga di pesisir Rempang.
“Walaupun pondok kami Rp 10 juta bapak bilang, tapi kami tetap mau tinggal di tempat kami,” jelas Syamsiah dan diiyakan emak-emak lainnya.
Warga Rempang mengaku tak akan puas bila tinggal di tempat baru, bila direlokasi.
“Bukalah hati pak Rudi, jangan sampai pak Rudi menzalimi kami masyarakat Rempang, Galang,” harapnya.
Hingga kini, warga Rempang tak dapat hidup tenang karena adanya ancaman relokasi dari kampung leluhur mereka.
Belum lagi ada pihak-pihak tertentu yang mencoba merangsek masuk ke dalam kampung yang setiap persimpangannya dijaga oleh warga. Tak pelak, gesekan terjadi dan semakin meningkatkan tensi di lapangan.
“Pokoknya resah betul, kami berjaga di tenda setiap hari. Biar pun malam kami tak tidur, kami tetap menjaga kampung,” jelas mereka.
Warga Rempang, Galang, yang diperkirakan sekitar 10 ribu jiwa, terancam direlokasi dari 16 kampung tua yang telah dihuni turun temurun bahkan sejak tahun 1834.
Relokasi itu buntut dari rencana pengembangan kawasan industri Rempang Eco-City di atas lahan 17.000 hektare se-Pulau Rempang dan sebagian Galang, oleh PT Makmur Elok Graha. (red)