BatamNow.com – Isu mafia lahan dengan fee siluman di BP Batam kembali dipergunjingkan publik Batam, pasca disuarakan Nusron Wahid Anggota DPR RI.
Nusron dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI dengan Menteri Investasi/ Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Kepala BP Batam Muhammad Rudi,
pada 2 Oktober 2023, ”mencolek” dugaan fee lahan itu.
Rapat itu membahas penyelesaian polemik agraria di Pulau Rempang yang memicu rusuh.
Nusron melakukan tabayyun kepada pejabat ex-officio Kepala BP Batam, soal beberapa isu di tengah sengkarut agraria di BP Batam dan polemik Pulau Rempang.
Salah satunya dugaan keharusan membayar fee di luar kewajiban Uang Wajib Tahunan (UWT) untuk mendapatkan setiap alokasi lahan komersial dan industri di BP Batam diungkap Nusron.
Ia menduga fee lahan ilegal itu mulai 6 sampai 10 dolar per meter di luar tarif UWT. Tak disebut dalam bentuk dolar negara mana.
Dan pengenaan uang fee lahan itu, menurutnya, dilakukan oknum-oknum dengan membawa nama Muhammad Rudi.
Tabayyun Nusron itu belum direspons Muhammad Rudi pada momen rapat itu.
Apakah akan dituangkan dalam jawaban tertulis sebagaimana salah satu poin dari kesimpulan ntulen rapat Komis VI itu? Belum terkonfirmasi.
Pada poin 5 kesimpulan itu Komisi VI DPR memberikan waktu kepada Kementerian Investasi/ BKPM dan BP Batam untuk menjawab secara tertulis atas pertanyaan Anggota Komisi VI DPR RI, dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.
Di Batam Center Rp 500 Ribu sd Rp 1 Juta, UWT Komersial Hanya Rp 150 Ribu Per Meter
Sementara wartawan BatamNow.com melakukan penelusuran lagi soal isu klasik dan sudah menjadi rahasia umum itu.
Beberapa pemilik alokasi lahan dari BP Batam yang tak mau ditulis namanya membenarkan adanya uang siluman itu. “Ya ada lah, kan sejak dulu, tak ada fee tak ada lahan,” katanya.
Disebutkan tarif uang siluman per meter tergantung seksinya lokasi lahan yang dimohon. “Kalau di kawasan Batam Center bisa mencapai Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per meter per 30 tahun,” ujarnya.
Sementara uang sewa lahan resmi atau UWT lahan komersial di Batam Center (kelurahan) hanya sekitar Rp 150.800 ribu per meter per 30 tahun. Sedangkan untuk Batam Center (core) mencapai Rp 205.400. Sesuai Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 30 Tahun 2021.
Sementara fee yang isunya di-tabayyun Nusron di kisaran Rp 75 ribu sampai Rp 120 ribu per meter di luar UWT, jika pengalinya SGD.
Ada lima penerima alokasi lahan sebagai sumber wartawan BatamNow.com dalam konteks isu mafia fee lahan, mereka mengaku senada.
Ditegaskan nyaris semua lahan yang dialokasikan BP Batam dengan uang fee siluman, baru bisa dapat.
“Apalagi terhadap lahan-lahan yang dicabut di kawasan yang seksi, tarif siluman itu gila-gilaan,” ujar sumber itu.
Pencabutan lahan oleh BP Batam, marak di era Kepala BP Batam ex-officio Wali Kota Batam Muhammad Rudi.
Pencabutan alokasi lahan ini pun, tak jarang memicu masalah. Diduga tak terjadi equal treatment sebagaimana tudingan Nusron.
Diduga pencabutan lahan tebang pilih dan semena-mena. Diduga juga bagi penerima alokasi lahan yang hendak dicabut bisa dibatalkan jika uang “sogok “ dimainkan.
Tapi bagi yang tak dapat memenuhi permintaan oknum-oknum yang mengatasnamakan Kepala BP Batam sebagaimana disebut Nusron, lahannya langsung dicabut meski ada surat “jaminan” dari kementerian.
Misalnya, dalam waktu dekat, sejumlah pengusaha di bawah bendera Apindo Kota Batam akan menyampaikan permasalahan pencabutan sepihak terhadap alokasi lahan mereka.
Selain itu yang akan diadukan juga ke Komisi VI DPR RI adalah Kepala BP Batam tak mengindahkan relaksasi UWT perintah Sekretaris Kemenko Perekonomian, sekaligus Ketua Tim Teknis Dewan Kawasan. (Untuk lebih jelas baca berita BatamNow selanjutnya)
Ketua LI-Tipikor Minta PPATK Action
Sementara itu Ketua DPP Lembaga Investigasi (LI)-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Pemerintah Panahatan SH meminta aparat penegak hukum turun mengusut dugaan fee lahan ini.
“Jangan dianggap masalah ini sepele, besar sekali dugaan uang siluman yang mengalir jauh melebihi pendapatan negara secara resmi,” katanya.
Dia katakan, jika mengacu pada angka sebagaimana dugaan Nusron, uang siluman itu bisa berkisar triliunan dan bisa melebihi PNBP dari UWT BP Batam.
Apalagi, ujar Panahatan, masih banyak nilai tarif fee siluman jauh di atas itu.
“Berapa ratus ribu hektare lahan dialokasikan BP Batam, khususnya di kawasan Batam, kalikan itu,” ucapnya.
Itulah maka Panahatan meminta selain aparat penegak hukum (APH), PPATK agar action untuk menelusuri aliran dana oknum-oknum di BP Batam yang diduga terkait dalam mafia lahan.
“PPATK diperlukan untuk menelusuri aliran dana di pusaran rekening para mafia lahan di Batam,” ujarnya.
Mengenai tarif lahan di BP Batam juga disinggung Panahatan, apakah tarif kekinian masih relevan.
“Masa jauh lebih mahal fee para mafia lahan yang membawa-bawa nama Muhammad Rudi itu,” katanya.
Ditegaskan Panahatan, jika benar fee siluman ini, selain dugaan gratifikasi juga terjadi satu pengkhianatan terhadap Negara. “Masa fee siluman para oknum lebih besar dari hak negara, pantaslah ada yang menuding BP Batam ini seperti negara dalam negara,” tegas pengacara muda anggota Peradi ini. (tim)