BatamNow.com, Jakarta – Masalah menahun sejak dulu yang tak kunjung selesai di Rempang dan Galang, Batam, Kepulauan Riau, adalah sertifikat tanah. Warga yang telah mendiami daerah tersebut sejak tahun 1834, tak juga memiliki sertifikat.
Tak heran, ada kesan pemerintah bersama BP Batam mau seenaknya saja menggusur masyarakat dari tanah leluhurnya. Warga pun diiming-imingi rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah maksimal 500 meter persegi plus sertifikatnya per kepala keluarga (KK).
“Sejak dulu warga menginginkan dapat sertifikat tanah, tapi hanya janji-janji saja. Tidak ada upaya melegalkan kepemilikan tanah, baik di Rempang maupun Galang,” aku Mustar Yatim, Ketua Umum Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang Galang (Himad Purelang), kepada BatamNow.com, melalui sambungan telepon, hari ini, Selasa (31/10/2023).
Menurutnya, program Reforma Agraria yang didengungkan Presiden Jokowi tidak sampai ke mereka. “Kami hanya mendengar saja, tapi pemerintah di sini tidak mendorong warga untuk memperoleh sertifikat. Apakah kami dianggap bukan warga negara Indonesia? Padahal, kami punya Kartu Tanda Penduduk (KPU). Bahkan setiap Pemilu, ada bilik suara di Rempang dan Galang. Pun warga diminta ikut mencoblos,” bebernya.
Dirinya menilai, rencana kunjungan kembali Komnas HAM akan dimanfaatkan oleh warga Rempang dan Galang untuk meminta lembaga tersebut bisa memfasilitasi agar penduduk di pulau-pulau tersebut bisa memperoleh sertifikat.
“Kami akan mendiskusikan dengan rombongan Komnas HAM nanti untuk bagaimana bisa dibantu kepemilikan sertifikat tanah. Kami berharap Komnas HAM bisa mendengar suara kami yang selama ini diabaikan,” tuturnya.
Dengan nada tinggi Mustar menyerukan, “Jangan anak tirikan kami. Saat mau masuk investor, kami digusur. Tapi sejak dulu kami tak diberikan sertifikat. Padahal, tanah itu sudah didiami leluhur kami sejak tahun 1834”.
Sementara itu, Kuasa Hukum Himad Purelang, Petrus Selestinus mengatakan, selama ini warga Rempang dan Galang telah menerima perlakuan diskriminatif lantaran hak-haknya atas tanah tidak diberikan. “Sesuai aturan yang ada, sudah sepantasnya pemerintah memberikan sertifikat kepada rakyat yang telah mendiami suatu wilayah lebih dari 30 tahun. Ini mereka sudah di sana sejak tajun 1834. Artinya, sudah turun temurun, kenapa tidak juga diberikan (sertifikat)?” sergah Petrus kepada BatamNow.com, di Jakarta, hari ini.
Dia menduga, tidak diberikannya hak-hak warga atas tanah yang mereka diami karena sudah ada ‘perjanjian’ antara BP Batam dengan PT Makmur Elok Graha sejak dulu. “Mungkin itu juga yang membuat Pemkot Batam tidak memproses sertifikat warga di sana. Kalau secara aturan, pemerintah setempat, baik Pemkot Batam maupun ATR/BPN sudah melanggar karena tidak memenuhi hak hidup masyarakat,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komnas HAM berencana datang ke Rempang untuk kedua kalinya pada 2-4 November ini. Harapan warga demikian besar, di mana Komnas HAM bisa membantu mereka mendapatkan sertifikat tanah.
Sementara Komnas HAM kepada BatamNow.com, membenarkan rencana ke Rempang pada awal November besok dan akan memfasilitasi warga Rempang dan Galang untuk mendapatkan sertifikat tanah yang ditempati warga dari dahulu.
“Benar, Komisioner Komnas HAM akan hadir ke Rempang sebagai tindak lanjut terhadap persoalan yang ada di sana,” kata Koordinator Mediasi Komnas HAM Eri Riefika, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Eri mengatakan, Komnas HAM ingin melihat langsung kondisi warga Rempang terkini.
Selain itu, Komnas HAM juga menyampaikan hasil koordinasi yang telah dilakukan dengan pihak-pihak terkait.
“Nanti kami akan bertemu langsung dengan warga dan melihat bagaimana kondisi mereka secara langsung,” terangnya. (RN)