BatamNow.com – Penetapan tersangka terhadap 30 pendemo tolak relokasi Rempang, dinilai cacat formil oleh kuasa hukum pemohon Praperadilan yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang.
Dijelaskan Andi Wijaya dari LBH Pekanbaru yang tergabung dalam Tim Advokasi, pihaknya mengajukan 25 permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Batam Kelas I A terhadap 30 tersangka. Dimana sidang pertamanya pada hari ini, Selasa (31/10/2023).
“Kita sudah mengajukan permohonan, pada intinya, meminta hakim tunggal yang mengadili ini untuk membatalkan status tersangka karena banyak prosedur yang dilanggar dan tidak terpenuhinya bukti permulaan yang cukup,” katanya kepada wartawan usai sidang, Selasa siang.
Selain dinilai cacat formil, penetapan tersangka juga dianggap tidak memenuhi bukti permulaan yang cukup.
“Karena bukan hanya berdasarkan laporan polisi atau keterangan pemohon tapi juga harus disertai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu ada surat, saksi, petunjuk, dan sebagainya. Jadi bukan hanya berdasarkan keterangan dari tersangka, dan adanya laporan polisi. Dan yang paling penting, laporan polisi dalam perkara itu juga laporan tipe A yang dalam arti laporan bersumber dari internal kepolisian,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Mangara Sijabat.
“Dan terlebih juga, surat penahanan, surat penangkapan, tidak pernah diberikan, dan SPDP juga tidak pernah diberikan,” lanjutnya.
Tim Advokasi juga mempertanyakan ada beberapa Pasal yang tidak ada di dalam KUHP, tapi diterapkan kepada ke-30 tersangka.
“Dalam penangkapan dan penahanan itu disebutkan pasalnya, Pasal 212 itu ada di KUHP, dan/atau Pasal 213 ayat (2e) KUHP itu nggak ada ayat 2e, dan/atau Pasal 214 ayat (2) ke-2e itu nggak ada juga, dan Pasal 170 ayat (2) ke-2e itu nggak ada juga, itu KUHP,” tambah Andi Wijaya.
Dari deretan pasal yang menjerat 30 tersangka, hanya Pasal 212 yang ada di KUHP. Adapun pasal tersebut berbunyi, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah“.
Menurut Tim Advokasi, penerapan pasal yang tidak ada di dalam KUHP ini menunjukkan cacat formil dalam penetapan tersangka.
“Apakah ini dikatakan sebagai salah ketik? Ini sudah dua dokumen, surat penangkapan itu ada, surat penahanan itu ada. Logikanya, kalau misalnya salah ketik itu bisa diperbaharui di dalam surat penahanannya. Tapi beberapa dokumen itu sama,” ungkapnya.
Melihat cacat formil itu, kuasa hukum dari Tim Advokasi, Boy Jerry Even Sembiring berpendapat tidak ada alasan bagi hakim untuk menolak permohonan Praperadilan yang mereka ajukan.
“Bagaimana mungkin sesuatu yang secara formal tidak tepat itu benar secara materiil. Bagi kami sih sebenarnya, sesuatu yang nggak tepat ini, kalau ruang ini, rumah ini, masih menuangkan keadilan, seharusnya pada hari Senin nanti jadwal putusan, nggak ada alasan bagi hakim tunggal Pengadilan Negeri di Batam yang mengadili perkara Praperadilan ini untuk menolak Praperadilan kami,” tegas Boy yang juga Direktur Eksekutif Daerah Walhi Riau.
Sementara terkait agenda sidang pertama Praperadilan hari ini, Selasa (31/10), Tim Advokasi juga menyayangkan pihak Termohon yang diwakili kuasa hukumnya hadir tapi belum menyiapkan jawaban terhadap permohonan mereka.
Padahal proses Praperadilan dilakukan dengan waktu yang cukup cepat, sesuai aturan hanya 7 hari kalender hingga sampai ke pembacaaan putusan..
Sopandi dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Batam mengatakan, pihak termohon sudah seminggu ini menerima salinan permohonan Praperadilan yang mereka ajukan.
“Seharusnya mereka sudah siap dengan jawaban pada hari ini karena besok sudah masuk ke replik dan duplik, sehingga hari Kamis sudah bisa pembuktian saksi ahli maupun saksi yang menyatakan langsung dari keluarga. Hal inilah yang menjadi lambat,” ucap Sopandi.
Informasi diperoleh, persidangan Praperadilan terhadap permohonan nomor 9/Pid.Pra/2023/PN Btm hingga 33/Pid.Pra/2023/PN Btm akan dilaksanakan maraton setiap hari. Dijadwalkan, agenda pembacaan putusan dilaksanakan pada Senin (07/11/2023).
Ke-25 permohonan Praperadilan diajukan para pemohon yang merupakan 30 tersangka, sedangkan pihak Termohon adalah Kapolresta Barelang.
Hari ini, sidang perdana di PN Batam, ke-25 permohonan Praperadilan itu disidangkan di tiga ruang sidang berbeda oleh 3 hakim tunggal. Hadir juga para keluarga dan kerabat tersangka.
Esok, Rabu (01/11), agenda yang dijadwalkan adalah pembacaan jawaban pihak Termohon. (D)