Catatan Redaksi BatamNow.com
Perjuangan para pelaku usaha hiburan di kancah nasional itu gol.
Pemerintah akhirnya membatalkan kenaikan tarif pajak hiburan yang mencapai 40 sampai 75 persen, meski baru secara lisan.
Tak demikian dengan nasib masyarakat Batam yang memprotes dan menolak tarif parkir kendaraan bermotor di tepi jalan umum yang naik 100 persen, terlebih bagi para pengendara roda dua.
Semula, masyarakat Batam sangat berharap banyak kepada wakilnya di DPRD Batam, agar dapat mendesak Pemko Batam membatalkan kenaikan tarif parkir 100 persen itu seperti yang dilakukan para pelaku usaha hiburan nasional.
Namun hasil rapat dengar pendapat (RDP) DPRD Kota Batam pada Kamis (01/01/2024) itu lain dengan yang disuarakan masyarakat.
DPRD lebih fokus pada pengawasan sistem perparkiran itu.
Ya soal minimnya sosialisasi sebelum kenaikan tarif diberlakukan. Kedua, ketersediaan karcis parkir pasca-kenaikan tarif masih belum maksimal. Ketiga, SDM juru parkir dan keempat, pelayanan parkir yang baik dari segi sarana maupun prasarana.
Masyarakat kecewa?
Pun yang dinilai kurang adil pada RDP kali ini soal tidak ikut diagendakan masalah kenaikan tarif parkir khusus seperti di mal, pelabuhan, bandara dan objek pajak parkir daerah Pemko Batam lainnya sebagaimana diatur dalam Perwali Kota Batam No 1 Tahun 2024.
Padahal beberapa masalah di parkir khusus itu yang memberatkan masyarakat pengguna fasilitas itu.
Hak-hak dan keadilan masyarakat serta hak yang diperoleh pemerintah daerah atas pajak daerah seperti dinomorduakan.
Sebaliknya pihak ketiga atau pengelola fasilitas parkir yang lebih diuntungkan atas kebijakan terbaru ini. Pengelola menangguk cuan jumbo dan malah makin bongsor setelah munculnya Perwali itu. (Redaksi media akan mengulasnya pada penerbitan berikutnya)
Seyogianya para anggota legislatif yang ber-RDP itu membongkar seberapa besar disparitas pendapatan pajak daerah Pemko Batam setelah pemberlakuan regulasi baru itu dibanding yang didapatkan para pengelola.
Soal ini memang bisa menjadi dilema atau seperti anomali bagi DPRD.
Sebab Perda Kota Batam No 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tak mungkin diundangkan sebelum mendapat persetujuan dari DPRD. RDP itu hanya menjalankan fungsi pengawasannya saja.
Tapi bukankah suara rakyat harus diperjuangkan sampai gol, sedangkan Pemerintah Pusat saja mendengar suara rakyatnya di masalah kenaikan pajak hiburan?
Hendaklah ini menjadi renungan bagi para legislator yang rerata tengah bertarung di Pemilu yang sedang riuh ini.
Dan bagaimanapun, daripada tidak sama sekali, RDP yang dilakukan para legislatif Kota Batam itu perlu dihargai meski tak seperti yang diharapkan kebanyakan masyarakat Batam yang diwakilinya.
Kita masih menunggu apakah rekomendasi DPRD dari RDP itu akan dilaksanakan Pemko Batam dengan sungguh-sungguh dan segera, semisal membuka luas pintu pendaftaran parkir berlangganan untuk mempersempit ruang dugaan kebocoran penerimaan pendapatan parkir tepi jalan, khususnya.
Atau apakah 4 hal yang direkomendasikan DPRD itu akan senyap begitu saja ditengah riuhnya proses Pemilu 2024?
Atau apakah para legislator Kota Batam akan kalah dengan perjuangan Inul Daratista?
Tak bisa dimungkiri munculnya keputusan lisan pemerintah itu sebagai hasil perjuangan keras para pelaku usaha hiburan yang dimotori Hotman Paris Hutapea bersama Inul Daratista “si goyang ngebor” sebagai pengusaha karaoke keluarga.
DPRD Batam memang beda dengan Inul Daratista yang malah balik mengingatkan para legislator, kalau membuat undang-undang jangan seenaknya.
Dan walaupun protes dan keberatan masyarakat Batam belum terpenuhi, jangan pernah surut untuk terus bersuara demi keadilan dan kebenaran.
Jangan pernah takut untuk mengangkat suara Anda untuk kejujuran dan kebenaran serta kasih sayang melawan ketidakadilan, kebohongan dan keserakahan. Itu kata William Faulkner penulis dan peraih Nobel sastra dari Amerika Serikat. (*)
Editor: Pardomuan