Catatan Redaksi BatamNow.com
Dugaan mafia di pusaran alokasi lahan (tanah) dan uang fee siluman di BP Batam, hal klasik dan sudah menjadi rahasia umum.
Publik, khususnya para pengembang dan pengelola kawasan industri menyebut-nyebut banyak para oknum pejabat atau pegawai bagian lahan di lingkungan BP Batam bagian dari jaringan “broker” tanah negara itu.
Mereka sepertinya melanggar peraturan, memperkaya diri sendiri dan tindakannya berpotensi merugikan negara dari uang fee siluman lahan. Isu yang sudah puluhan tahun.
Ibarat kentut, dugaan mafia lahan dan uang fee siluman aromanya menyeruak ke mana-mana, namun tak pernah terungkap siapa para oknum pejabat yang terlibat di lingkaran itu.
Isu ini pun, kini mencuat imbas penggeledahan gedung kantor BP Batam oleh penyidik Satreskrim Polresta Barelang pada Rabu (21/08/2024), terkait kasus dugaan cut and fill di lahan hutan lindung.
Tentang dugaan mafia dan uang fee siluman di luar uang wajib tahunan (UWT) lahan di lingkungan BP Batam, bahkan sudah pernah ditabayun Anggota DPR RI, Nusron Wahid kepada Kepala BP Batam Muhammad Rudi di gedung legislatif di Senayan, pada Oktober 2023.
Nusron menyuarakan soal pengenaan uang fee lahan itu yang diduga dilakukan oknum-oknum pejabat dan pegawai dengan membawa nama Muhammad Rudi.
Isu uang fee siluman lahan memang menjadi satu hal yang seksi di balik proses alokasi lahan di Batam. Dan patut diduga masih berlangsung hingga sekarang.
Besaran uang fee untuk per meter² dengan tarif yang lumayan mahal bahkan pakai tarif dolar lagi.
Beberapa pemilik alokasi lahan dari BP Batam yang tak mau ditulis namanya membenarkan adanya uang siluman itu.
Jika pengakuan sepihak ini benar, memang dugaan ada yang kentut, terjawab.
Adapun celah permainan uang fee lahan itu adanya pengenaan tarif siluman di luar tarif UWT yang resmi.
Sesuai Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 30 Tahun 2021, uang sewa tahunan (UWT) lahan komersial di Batam Center hanya sekitar Rp 150.800 ribu per meter². Untuk Batam Center (core) mencapai Rp 205.400.
Namun disebutkan tarif uang siluman untuk per meter² lahan di kawasan itu sekarang, bisa mencapai Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta per meter².
Jika tarif di atas menjadi rujukan, maka total uang fee siluman untuk 1 hektare lahan, misalnya, bisa mencapai Rp 5 miliar (10.000 x Rp 500 ribu).
Itu baru untuk 1 hektare. Perkiraan lahan yang sudah dialokasikan BP Batam, selama ini, paling sedikit puluhan ribu hektare. Betapa bergelimangnya uang fee siluman ini.
Nusron juga menyebut tarif uang fee lahan dalam bentuk dolar.
Dan jika dikalikan dengan jumlah lahan yang dialokasikan, asumsi jumlah uang fee siluman lahan itu sangat bersar.
Belum lagi kala pencabutan lahan oleh BP Batam dari penerima alokasi lama. Dengan alasan penerima alokasi tak segera membangunnya, lalu dengan cepat dialokasikan bagi para “pemburu” lahan dengan membayar fee dimaksud. Hal seperti itu, marak belakangan ini.
Pencabutan alokasi lahan tak jarang memicu masalah hukum dan kegaduhan. Apalagi terhadap lahan-lahan yang dicabut di kawasan yang seksi dengan uang fee siluman itu dibanderol gila-gilaan.
Pencabutan lahan terlantar ini menurut Nusron, diduga dilakukan dengan cara tebang pilih dan bahkan banyak menduga dengan tindakan semena-mena.
Tambah Nusron, bagi yang tak dapat memenuhi permintaan oknum-oknum yang mengatasnamakan Kepala BP Batam, lahannya langsung dicabut meski ada surat “jaminan” dari kementerian.
Nusron menuding atas tindakan itu tak terjadi equal treatment.
Banyak lahan dialokasikan untuk pengembangan kawasan industri dan lainnya. Rumor yang berkembang tak sedikit pula para petinggi negeri ini termasuk para pengusaha besar dengan jaringannya dari Jakarta yang cawe-cawe mendapatkan alokasi lahan di Batam.
Hutan lindung berhektare-hektare sampai dirusak oleh pengembang karena dialokasikan BP Batam, sebagaimana temuan BPK.
Lalu apakah kasus lahan yang kini tengah ditangani penyidik Polresta Barelang menjadi kotak pandora untuk menyasar serta mengungkap berbagai kasus lahan yang terindikasi bermasalah sebagaimana disuarakan Nusron?
Kita nantikan hasil penyidikan Polresta Barelang yang kini dipimpin Kombes Heribertus Ompusunggu, yang dikenal cukup tegas dalam melaksanakan tugas.
Kini banyak berharap agar kasus yang mereka tangani tak “masuk angin” seperti kasus lahan lainnya yang mengecewakan masyarakat. (*)