BatamNow.com – Anggota Komisi I DPRD Kota Batam Utusan Sarumaha mengungkap pembohongan publik yang dilakukan pihak PT Moya Indonesia di pusaran kisruh tagihan air minum di Batam.
Hal itu terungkap setelah dilakukan uji petik atas bukti-bukti tagihan air minum yang diperoleh DPRD dari konsumen.
Belakangan ini beberapa kali PT Moya mengekspos dan selalu menyalahkan para pelanggan atas meroketnya tagihan air minum. Ekspos itu dilakukan selalu bersama para petinggi BP Batam (khusus yang membidangi air minum).
Pihak PT Moya beberapa kali mempublis melonjak ekstremnya rekening tagihan pelanggan itu karena petugas catat meter (cater) hanya menghitung dengan estimasi. Penyebabnya karena pelanggan tak memberi akses untuk mencatat meteran.
Namun kemudian di RDP itu, Direkrur PT Moya sendiri mengakui tak ada kendala atas akses cater.
Untuk menjawab Sarumaha dari Fraksi Hanura ini , Sutedi hanya dapat mengakui 5 konsumen saja yang mengalami kebocoran instalasi dalam.
Nah, bukti yang 5 pelanggan inilah yang dijadikan pihak PT Moya, selama ini, men-judge kebocoran instalasi dalam pelanggan seakan berlangsung masif dan berjamaah.
Satu hal yang digali Sarumaha dari Sutedi, apakah benar PT Moya menyuruh konsumen membuat surat pernyataan dengan klausul: bahwa baru pertama kali di bulan Desember ini terjadi lonjakan dan meminta konsumen meminta keringanan pembayaran?
Sutedi dan dua orang manajernya di ruang RDP justru kebingungan seakan tak mengetahui masalah itu.
Akhirnya Sarumaha membacakan surat pernyataan yang diterima dari konsumen. Surat pernyatan itu dibuat di salah satu Kantor Pelayanan Pelanggan (KPP) dan disaksikan petugas KPP.
Masalah lain yang terungkap di RDP itu semakin membingungkan. Ada perbedaan data yang disajikan PT Moya terkait tagihan membengkak menjadi Rp 36 Juta dari tagihan bulan sebelumnya Rp 130 Ribu. Pelanggan dimaksud, yakni atas nomor sambungan 2570**.
Namun yang ditunjukkan oleh PT Moya di RDP adalah billing Rp 122 Ribu melalui aplikasi offline. Namun dengan aplikasi online pemeriksaan info tagihan tertera nominal Rp 36 Juta, dengan data pelanggan yang sama.
Ternyata ada dua model billing yang dilakukan oleh manajemen PT Moya, yakni secara online dan offline.
Padahal konsumen membayar tagihan selalu merujuk pada tagihan online.
“Ini juga hal yang membingungkan dan harus dibongkar tuntas,” ujar seorang anggota dewan lainnya sambil ngoceh di kursi duduknya.
Billing yang Rp 130 Ribu pada bulan sebelumnya melonjak Rp 36 Juta pada bulan berikutnya, di aplikasi online. Padahal billing offline hanya Rp 122 Ribu bukan Rp 36 Juta.
Di akhir RDP, Utusan meminta dengan tegas agar PT Moya tidak melakukan pemutusan air terhadap konsumen yang belum membayar tagihan membengkak itu.
Pelanggan tak melakukan pembayaran karena masih resah dan tak mampu serta tak mau membayar yang bukan kewajibannya.
Untuk itu Sarumaha menegaskan lagi, untuk semua aduan masyarakat agar cepat di selesaikan dulu. Maksudnya jangan ada vonis kepada pelanggan yang terdampak kecerobohan dan korban pembohongan pihak PT Moya ini.
Lain lagi koreksi Safari Ramadhan dari Fraksi PAN di RDP itu.
Dia menegaskan, kalau sebelumnya pada saat pengusulan Pansus untuk pengelolaan air minum pada Oktober 2020, partainya menarik dukungannya.
Namun kini, setelah melihat kondisi pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang sekarang, maka PAN akan terdepan mengusulkan dibentuknya Pansus air minum.
Dari Anggota Komisi I yang lain, Muhammad Fadhli dari Partai PKB menandaskan partainya akan di depan untuk membentuk Pansus atas kisruh pelayanan air ini.
“Saya akan lebih di depan lagi dari Buya,” kata Fadhli dengan suara keras menimpali Safari.
Sedangkan dari Anggota Komisi I Siti Nurlailah menyatakan bahwa tagihan air kali ini bukan lagi melonjak, tapi melenting.
“Kalau sebelumnya PKS tidak mendukung Pansus pengelolaan SPAM terdahulu, tapi kali ini akan kita pikirkan ulang,” tegas Siti.
Demikian juga dari Armidi Umar Husen dari Partai Gerindra ikut mendukung dibentuk Pansus. Termasuk anggota Komisi I lainnya.
Kecuali Lik Khai dari Partai Nasdem, berbicara agak lembek seakan moderat di RDP itu.
Dia hanya meminta PT Moya untuk menunjukkan layanan yang lebih baik untuk mengambil hati warga Batam.
Pengelola sebelumnya juga belum tentu mampu melakukan layanan yang lebih baik dalam waktu yang singkat.
Namun Lik Khai tak menyinggung nasib ribuan konsumen yang terdampak kerja sembrono BP Batam dan PT Moya.
Di akhir RDP yang memanas itu, Ketua Komisi I DPRD Batam Budi Mardianto akhirnya menutup rapat.
Tapi sebelum ditutup, Budi dari Fraksi PDIP itu memberi pengantar: karena waktu RDP hari ini sangat singkat, maka Komisi I berpendapat akan menindaklanjuti permasalahan-permasalahan ini.
Komisi I akan melakukan kajian-kajian dulu, dan untuk selanjutnya Komisi I akan mengadakan RDP lanjutan.(P/JS)