BatamNow.com – Skandal limbah berbahaya (B3) impor menggegerkan Batam.
Awalnya PT Esun, perusahaan daur ulang limbah elektronik di Batam hendak disegel Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofi, karena mendaur ulang limbah impor B3, namun gagal.
Setelah peristiwa tiga minggu lalu itu, pengembangan kasus ini menyasar ke Pelabuhan Kargo Batu Ampar.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Bea dan Cukai(BC) Batam menemukan 73 kontainer limbah elektronik ilegal asal Amerika Serikat milik PT Logam Internasional Jaya, PT Esun Internasional Utama Indonesia, hingga PT Batam Battery Recycle Industry.
Kasus ini mejadi perhatian pemerintah setelah laporan dari sejumlah lembaga swadaya, termasuk organisasi lingkungan internasional Basel Action Network (BAN) yang dikenal aktif menyoroti praktik ekspor limbah berbahaya dari negara maju ke negara berkembang.
Limbah Ilegal Masuk Bertahun-tahun
Menurut temuan yang dirilis BC Batam dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), sebanyak 73 kontainer yang mengandung limbah elektronik dan bahan beracun (B3) diamankan di Pelabuhan Batu Ampar.
Barang-barang yang ditemukan meliputi PCB bekas, kabel, charger, CPU, suku cadang elektronik, komponen AC kotor, hingga spare part berkarat — seluruhnya dikategorikan sebagai limbah B3 berdasarkan klasifikasi Basel Convention.
KLHK bersama Bea Cukai telah melakukan pemeriksaan fisik, dan menetapkan 18 kontainer untuk segera diproses reekspor karena melanggar peraturan perundang-undangan.
Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil langkah hukum terhadap pelanggaran ini.
“Indonesia bukan tempat pembuangan limbah beracun dunia. Semua pelanggaran akan ditindak tegas, sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Hanif saat meninjau langsung lokasi pemeriksaan di Batam.
Izin Impor Dipertanyakan, BP Batam Diam
Meskipun proses hukum sedang berjalan, sorotan publik kini mengarah kepada BP Batam selaku pihak yang memiliki otoritas dalam pemberian izin masuk barang ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Namun hingga kini, BP Batam belum memberikan penjelasan dan dipertanyakan.
Direktur Lalu Lintas Barang BP Batam, Rully Syah Rizal, saat dikonfirmasi media ini hanya menyebut akan berkoordinasi dengan tim Humas, tanpa respons lanjutan.
Ketua DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, Panahatan SH, menyayangkan sikap diam pihak berwenang.
“Kalau bukan karena laporan dari NGO luar negeri, skandal ini tidak akan terbongkar. Kita heran, BP Batam sebagai pemberi izin justru diam saat publik meminta penjelasan,” ujarnya.
Dampak Lingkungan dan Desakan Transparansi
Pemerhati lingkungan, Rusdi, menilai kondisi ini sudah masuk kategori darurat. Ia mendesak keterbukaan dan audit total terhadap izin impor limbah.
“Limbah B3 bisa mencemari air tanah, udara, dan berbahaya bagi warga sekitar. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, ini potensi kejahatan lingkungan,” ucap Rusdi.
Dasar Hukum Pelanggaran
Menteri Hanif Faisol Nurofiq juga menegaskan bahwa impor limbah B3 ini sangat membahayakan.
Kejahatan lingkungan itu melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lalu ada lagi Perpres Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Basel.
Kemudian Permendag Nomor 22 Tahun 2021 tentang Larangan dan Pembatasan Impor Limbah B3.
Adapun ancaman pidana: 5–15 tahun penjara dan denda hingga miliaran rupiah.h
Laporan BAN dan Konteks Internasional
Basel Action Network (BAN) adalah LSM berbasis di Amerika Serikat yang memantau perdagangan limbah global.
BAN mendorong penerapan ketat Basel Convention, yang melarang ekspor limbah berbahaya dari negara maju ke negara berkembang tanpa persetujuan dan pengelolaan yang aman.
Publik kini menanti langkah tegas pemerintah — tidak hanya dalam re-ekspor limbah dan pemrosesan hukum pelaku usaha, tetapi juga transparansi penuh dari pejabat di tingkat daerah maupun pusat.
“Skandal ini harus jadi pelajaran bahwa Indonesia tidak bisa lagi jadi tempat buangan limbah dunia. Siapa pun yang terlibat, harus bertanggung jawab,” tegas Panahatan. (A/Red)