BatamNow.com – Ahli meminta pemerintah dan masyarakat serius dalam menegakkan protokol kesehatan dan vaksinasi agar Indonesia tidak terjebak dalam situasi hiperendemik dalam waktu lama.
Dilansir CNNIndonesia.com, hal ini diutarakan Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Masdalina Pane.
Menurutnya, jika hiperendemik terjadi dalam waktu lama tentu berdampak pada kehidupan keseharian masyarakat melalui berbagai pembatasan yang harus dilakukan terus menerus oleh pemerintah.
“Jika pemerintah dan masyarakat tidak cukup serius dalam menegakkan protokol kesehatan dan vaksinasi Indonesia berada dalam kondisi hiperpandemik dalam waktu lama,” tuturnya lewat keterangan tertulis, Kamis (26/08/2021).
Lebih lanjut, standar untuk dapat menjadi endemik, kasus harus kurang dari 20/100 ribu penduduk. Sementara, di Indonesia saat ini tingkat kasus masih di angka 76 ribu pada minggu terakhir dan kenaikannya belum dapat diprediksi.
“Jika kenaikan nya semakin tinggi, hal itu disebut sebagai hiperendemik, jika jumlahnya lewat dari 150/100 ribu penduduk,” jelasnya saat dihubungi, Rabu (25/08).
Lebih lanjut, Masdalina menjelaskan perbedaan istilah endemik dan hiperendemik.
“Jadi ada istilah endemik dan ada hiperendemik, yang artinya kasus tersebut persisten pada hiperendemik. Persisten itu beda dengan konsisten, persisten itu lebih kuat atau lebih besar magnitude-nya,” tuturnya.
Masdalina juga mengimbau pemerintah dan epidemiologi harus dapat melakukan koordinasi yang baik dalam melakukan pengendalian dan dapat mendeteksi dengan akurat jika ada serangan varian baru dan epidemi lain di waktu yang akan datang.
Tidak hanya sampai di situ, peran pemerintah daerah juga tidak kalah penting, menerapkan regulasi dan inovasi serta lebih menggalakkan testing, tracing, dan treatment (3T) untuk menekan persebaran kasus.
Meski demikian, Masdalina juga mengatakan bahwa masyarakat dan pemerintah harus dapat melakukan pengendalian penyebaran virus yang efektif. Yang menjadi tugas masyarakat ialah tetap menjaga protokol kesehatan, setidaknya untuk mencegah penularan infeksi penyakit lain.
“Tugas masyarakat itu 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjauhi kerumunan) dan melakukan protokol kesehatan, tetapi ada maupun tidak ada pandemic, 3M itu harus tetap diterapkan. Setidaknya dia bisa mencegah dari penyakit infeksi lain, dia mencegah dari penularan TBC, penularan influenza, dan penularan penyakit-penyakit saluran pernafasan lainnya,” katanya.
Senada dengan Masdalina, Epidemiologi dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menekankan bahwa penerapan protokol kesehatan tidak boleh dilonggarkan.
Menurut Dicky, sebelum menjadi endemik maupun sudah jadi endemik, kita harus membudayakan perilaku hidup sehat yang baru dengan memakai masker, membiasakan cuci tangan, membiasakan menjauhi kerumunan-kerumunan kalau tidak penting.
“Dan itu memang jelas, berdampingan dengan Covid itu ya sebetulnya gak harus nunggu sampai endemik. Sekarang pun berdampingan dengan Covid, strateginya Cuma tiga kok, 3T, 5M, vaksinasi, itu untuk berdampingan dengan covid. Cuma, harus dilakukan dengan komitmen tinggi, konsisten dan merata ke semua wilayah,” kata Dicky kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (24/08).
Kemudian yang harus ditumbuhkan ialah tindakan saling mendukung dalam pelaksanaan protokol kesehatan. Menurut Masdalina, jika ditemukan masyarakat yang tidak memakai masker, maka masyarakat lain yang melihatnya juga aparat negara dan petugas sebaiknya memberikan masker kepada orang yang bersangkutan alih-alih memotret dan melaporkannya.
Dukungan tersebut juga harus dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah harus dapat memberikan fasilitas dan bantuan seperti subsidi masker untuk masyarakat, sehingga masyarakat bisa mendapat masker yang murah dan tidak mendapat kesulitan untuk mengakses fasilitas tersebut.
Selain itu, menurut Masdalina, pemerintah juga harus membuat road map atau perencanaan ke depan dan menetapkan tujuan untuk bisa efektif dalam melakukan pengendalian kasus. dalam perencanaan tersebut pemerintah harus menargetkan kapan Indonesia mandiri di bidang Kesehatan, dapat memproduksi alat tes dan vaksin sendiri di dalam negeri sehingga tidak ketergantungan dengan import.
“Metode pengendalian yang standar untuk bisa menurunkan kasus dan kematian itu yang terpenting,” tegas Masdalina.(*)