BatamNow.com, Jakarta – Seorang jurnalis di Palopo, Sulawesi Selatan, M Asrul (34) diseret pengadilan dengan jeratan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atas berita yang dibuat dan diterbitkan di media massa tempatnya bekerja.
Dilansir CNNIndonesia.com, kasus yang menjerat bapak dua anak itu bermula sejak Juni 2019. Tiga berita Asrul di sebuah media massa daring lokal di Palopo, berita.news, dilaporkan seseorang bernama Farid Karim Judas. Asrul dilaporkan dengan dugaan pencemaran nama baik.
Tiga berita Asrul itu berjudul: ‘Putra Mahkota Palopo Diduga Dalang Korupsi PLTMH dan Keripik Zaro Rp 11 M’, ‘Aroma Korupsi Revitalisasi Lapangan Pancasila Palopo Diduga Seret Farid Judas’, dan terakhir ‘Jilid II Korupsi jalan Lingkar Barat Rp 5 M, Sinyal Penyidik Untuk Farid Judas?’.
Tiga berita itu terbit pada Mei 2019 yakni pada 10, 24, dan 25 Mei.
Kronologi Penangkapan dan Penahanan
Penegak hukum mencatat laporan Judas delapan bulan kemudian atau pada 17 Desember 2019, dengan Laporan Polisi Nomor: LPB / 465/ XII / 2019 / SPKT. Polisi pun disebutkan langsung turun tangan.
Asrul mengaku dijemput di kediamannya pada 29 Januari 2020 sekitar pukul 13.00 WITA. Ia langsung dibawa petugas ke Mapolda Sulawesi Selatan untuk dimintai keterangan.
Asrul menceritakan kala itu ia tak didampingi penasihat hukum kala itu. Asrul diperiksa dan menjalani BAP oleh penyidik selama enam jam mulai pukul 15.30-20.30 WITA.
Namun, Asrul tak dibolehkan pulang usai menjalani BAP. Ia ditahan di Rutan Mapolda Sulsel sejak 30 Januari-5 Maret 2020.
Sejumlah pihak telah memberikan jaminan untuk penangguhan penahanan Asrul. Pada 14 Februari, Jaringan yang mengadvokasi kebebasan berpendapat, SAFEnet Indonesia sempat memberikan surat jaminan penangguhan, namun ditolak.
Asrul pun harus menjalani penahanan selama 36 hari. Kuasa hukum Asrul, Muhammad Arsyad, mengatakan pendampingan hukum baru bisa dilakukan pihaknya beberapa saat sebelum dikeluarkannya sang jurnalis dari balik bui polisi. Selain itu, sambungnya, ada juga andil dari Dewan Pers untuk membantu dikeluarkannya Asrul.
“Itu dikarenakan adanya surat dari Dewan Pers bahwa itu (tulisan Asrul) adalah karya jurnalistik,” kata Arsyad kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/3).
Asrul baru bebas pada 5 Maret setelah Dewan Pers melayangkan surat ke Polda Sulsel. Surat tersebut antara lain menegaskan bahwa kasus yang menjerat Asrul adalah ranah jurnalistik. Asrul kemudian keluar dari tahanan polisi, namun kasusnya tetap berjalan.
Sebagai informasi, Asrul telah berkarier sebagai jurnalis selama 12 tahun terakhir. Sempat bekerja di media online dan ditugaskan 10 tahun di Palopo, Sulawesi Selatan, Asrul kemudian bekerja di media daring berita.news (PT Aurora Media) sejak 2019.
Dakwaan Melanggar Pasal Berlapis UU ITE
Setelah penahanan ditangguhkan, Jurnalis M Asrul mulai menjalani sidang perdana atas berita yang ia tulis itu pada 16 Maret 2021 lalu di PN Palopo, Sulawesi Selatan.
Jaksa mendakwa Asrul dengan pasal berlapis. Ia didakwa menyebarkan berita bohong (pasal 14 UU No 1/1946), ujaran kebencian (pasal 28 ayat 2 UU ITE), dan pencemaran nama baik (pasal 27 ayat 3 UU ITE).
Asrul terancam menjalani pidana penjara maksimal 10 tahun bila terbukti bersalah.
Damar Juniarto dari SAFEnet Indonesia menjumpai Asrul pada Selasa (23/3), saat terdakwa akan menjalani sidang keduanya. Perjumpaan perdana Damar dengan Asrul terjadi saat ia melayangkan surat penangguhan penahanan Asrul ke polisi pada 2020 silam.
“Baru setahun kemudian, saya bertemu langsung dengan Asrul. Wajahnya menyimpan kecemasan Saya maklum, karena ia akan menghadapi sidang kedua, hari ini,” kata Damar di blog pribadinya yang telah CNNIndonesia.com telah diizinkannya untuk mengutip.
“Saya kerap bingung kalau ada orang yang lancang bertanya di mana letak ketidakadilan UU ITE? Apakah kasus Asrul ini tidak cukup jelas memerlihatkan kejadian ketidakadilan itu?” Imbuh Damar.
Keluarga Tertekan Hingga Digugat Cerai
Kuasa hukum Asrul, Muhammad Arsyad mengatakan keluarga terdakwa pun tertekan atas kondisi yang dialami jurnalis terseut. Bahkan, sambungnya, setelah berbulan-bulan tak bisa bekerja karena kasus ini pernikahannya pun di ambang perceraian. Ia digugat cerai istrinya karena dianggap tak mampu menafkahi keluarga.
Asrul tak bisa bekerja delapan bulan setelah penahannya ditangguhkan pada Maret 2020. Damar menuturkan selama 8 bulan sejak ditangguhkan penahanannya di Rutan Mapolda, Asrul dilarang untuk menulis berita dan pakai medsos. Akibatnya, ia tidak bisa mencari nafkah untuk keluarganya.
“Delapan bulan dia tidak bekerja, kondisinya hari ini dia juga selain menghadapi gugatan terkait dengan kasus ITE. Dia juga digugat cerai oleh istrinya,” ungkap Arsyad kepada CNNIndonesia.com.
Asrul telah berkarier sebagai jurnalis selama 12 tahun terakhir. Sempat bekerja di media online dan ditugaskan 10 tahun di Palopo, Sulawesi Selatan, Asrul kemudian bekerja di media online berita.news (PT Aurora Media) sejak 2019.
Namun, petaka yang menimpa Asrul nyatanya tak sampai di situ. Sebab, ia juga tengah menghadapi gugatan cerai dari istrinya karena selama delapan bulan penahanannya ditangguhkan, ia tak bisa bekerja.
“Kondisinya hari ini dia juga selain menghadapi gugatan terkait dengan kasus ITE, dia juga digugat cerai oleh istrinya,” ucap Arsyad.
Damar sendiri mengkritisi soal revisi atas pasal-pasal karet UU ITE yang sejauh ini masih sebatas wacana dari pembuat legislasi.
“Saya kerap bingung kalau ada orang yang lancang bertanya di mana letak ketidakadilan UU ITE? Apakah kasus Asrul ini tidak cukup jelas memerlihatkan kejadian ketidakadilan itu?” tulis Damar.
Damar menegaskan, jurnalis bekerja bukan untuk dirinya sendiri melainkan kepentingan publik. Dan, kepentingan publik yang diemban Asrul lewat pemberitaannya adalah mengungkap perilaku korupsi.
“Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang tidak boleh dianggap sepele. Mengungkap korupsi dengan teknik jurnalisme investigasi adalah peran yang dapat dilakukan oleh wartawan/jurnalis,” tulis dia.
Damar juga mempertanyakan langkah penegak hukum karena berita Arsul yang telah dinyatakan oleh Dewan Pers lewat surat dengan nomor 187/DP-K/III/2020 sebagai produk jurnalistik dan karenanya dilindungi oleh UU Pers justru bisa disidangkan di pengadilan dengan pasal kabar bohong, ujaran kebencian, dan pencemaran nama.
“Sengketa pers seharusnya diselesaikan lewat mekanisme sengketa pers sesuai dengan Pasal 1, 5, 11, dan 15 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya.
Hingga berita ini ditulis, CNNIndonesia.com, belum mendapatkan pernyataan dari pihak yang melaporkan Arsul ke polisi, maupun dari Polda Sulsel meskipun kasus itu kini tengah berjalan di pengadilan.(*)