BatamNow.com, Jakarta – Leluasanya masuk barang-barang ilegal ke pasar Indonesia menandakan ada ‘mafia’ lokal yang bermain. Dengan penerapan law enforcement yang tegas dan keras dari pemerintah dan aparat keamanan, hal tersebut bisa diminimalisir.
“Penerapan law enforcement yang kuat, tegas, dan keras menjadi kunci memberantas praktik-praktik impor barang ilegal,” kata Kepala Center of Macroeconomics and Finance Indef M Rizal Taufikurahman, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (23/03/2023).
Selain itu, perlu pengawasan melekat yang dilakukan oleh pemerintah guna memastikan penegakan hukum berjalan sesuai koridornya. “Pastinya harus diawasi, tidak hanya oleh pemerintah, tapi juga oleh masyarakat, dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat (LSM),” tuturnya lagi.
Sebab, katanya, praktik-praktik impor barang ilegal sudah terjadi sejak lama, bukan baru-baru ini. “Disini terlihat, justru hal seperti itu nampaknya ‘dilindungi’ oleh oknum-oknum dengan tujuan ikut mengeruk keuntungan pribadi dan kelompoknya,” kata Rizal.
Sangat disayangkan, sambungnya, dengan pola-pola melakukan beking, justru mereka yang harusnya melindungi barang-barang dalam negeri justru mengizinkan impor barang ilegal itu.
Modus kongkalikong oknum pemerintah dan keamanan di lapangan yang sering “86” terhadap masuknya barang impor ilegal sangat disayangkan. “Ini juga bisa memperburuk citra Indonesia hanya sebagai negara penampung ‘sampah’ dari negara-negara di luar negeri,” terangnya.
Menurutnya, law enforcement secara tegas sesuai dengan perundangan yang berlaku tidak hanya di level regional, tetapi juga nasional. “Baik Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat jangan justru menjadikan impor ilegal ini sebagai lahan basah untuk mengeruk cuan. Oknum-oknum seperti ini yang harus ditindak tegas,” serunya.
Intinya, kata Rizal, segala bentuk tindakan atau kegiatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, harus ditindak tegas.
“Kita tidak boleh menolerir segala bentuk tindakan yang bertentangan dengan regulasi yang ada. Apalagi kalau oknum pemerintah atau aparat sendiri yang melakukan. Harus ada budaya malu dan taat Konstitusi. Karena itu, kalau ada oknum aparat keamanan dan pemerintah yang melanggar, ya harus ditindak juga,” tukasnya.
Beberapa waktu lalu, pemerintah dihebohkan dengan masuknya pakaian dan sepatu bekas impor ilegal. Sebenarnya ini merupakan cerita lama dan sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam. Pemerintah sejatinya bukan tidak mampu atau takut untuk menghentikan masuknya barang-barang ilegal tersebut, tapi justru memanfaatkannya untuk mendapat cuan alias ‘setoran’.
Praktik ini pun sudah berjalan lama, termasuk di Batam, Kepulauan Riau. Tak heran, daerah tersebut kerap dijuluki sebagai pintu gerbang, bahkan sudah menjadi surga masuknya barang-barang ilegal. Beranikah pemerintah dan aparat lokal menindak tegas atau cuma pencitraan saja, menindak satu tapi membiarkan ratusan lainnya masuk? (RN)