BatamNow.com – Presiden Direktur PT Adhya Tirta Batam (ATB) Benny Andrianto membantah keras pernyataan Kepala BP Batam Muhammad Rudi ihwal kisruh air minum Batam.
Rudi di depan ribuan massa pendemo warga Perumahan Putra Jaya Tanjung Uncang pada Senin (07/11/2022) mengatakan salah satu musabab buruknya pelayanan aliran air minum, belakangan ini, karena beberapa jaringan pipa air yang sudah tua renta.
Disebutkan banyak pipa air sudah tua dan harus diganti. Biaya mengganti dengan yang baru mencapai Rp 1 triliun.
Namun Presiden Direktur PT Adhya Tirta Batam Benny Andrianto membantah keras tudingan Rudi. “Pernyataan itu tidak benar dan sangat menyesatkan pelanggan,” jelas Benny dalam keterangan resminya di laman ATB.
Ia meminta BP Batam tidak mengaitkan masalah pelayanan air minum yang buruk yang kini dihadapinya dengan pengelola lama.
Kata Benny, ATB menyerahkan pengelolaan SPAM Batam ke BP Batam dalam kondisi sangat optimal dari sisi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Ditambahkan Benny, seluruh aset SPAM yang diserahterimakan ATB ke BP Batam di akhir masa konsesi. Semua prosedural mulai dari verifikasi dan validasi oleh PT Surveyor Indonesia sebagai pihak yang berkompeten.
Saat serah terima, katanya, semua aset termasuk jaringan perpipaan dinyatakan dalam kondisi baik dan berfungsi normal. Demikian juga jaringan perpipaan ke arah Tanjung Uncang, Batuaji, Sagulung dan Batam Centre termasuk kelompok pipa baru yang berumur kurang dari 10 tahun.
Pada saat serah terima juga, lanjutnya, layanan air minum di Batam terbaik di Indonesia. Kontinuitas suplai air minum di Batam dengan 23,7 jam perhari, dengan kuantitas suplai rata-rata 160 liter/orang/ hari.
Capaian itu, ia katakan, berada di atas standar ketentuan pemerintah. Standar Kebutuhan Pokok Air Minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/kepala keluarga/bulan, atau 60 liter/orang/hari.
Selain itu ATB juga telah berhasil memenuhi kualitas air bersih sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan menjangkau cakupan layanan mencapai 99,7%, dan berhasil menekan tingkat kehilangan air hingga 14% yang merupakan terendah se-Indonesia untuk kelas pelanggan di atas 250.000.
“Kami serahkan pengelolaan SPAM kepada BP Batam dalam kondisi terbaik. Bahkan, tidak ada outstanding pengaduan pelanggan, dan sambungan rumah pada saat itu,” katanya.
Oleh sebab itu, pernyataan Kepala BP Batam Muhammad Rudi adalah tak benar terkait kondisi aset yang sudah tidak berfungsi dengan baik sebagai penyebab utama kendala suplai air minum.
Ia menjelaskan, permasalahan pelayanan buruk aliran air munum di Tanjung Uncang, semata-mata adalah masalah kurangnya pasokan kapasitas pengolahan air minum. “Itu bukan karena masalah kualitas pipa, sehingga dalih tersebut sangat tidak relevan,” tegas Benny.

Kemudian Benny pun mengungkap kelemahan BP Batam dan SPAM Batam dalam mengelola air minum.
BP Batam, katanya lagi, seharusnya sudah membangun tambahan kapasitas pengolahan hingga 400 liter per detik selama 2 tahun terakhir. Demikian juga penambahan pipa distribusi yang memadai. “Tanpa itu jangan harap permasalahan air dapat dibereskan, apalagi kalau cuma mengandalkan tangki air, sehingga sebaiknya jangan mencari kambing hitam,” tegasnya.
Benny juga mengingatkan kala muncul masalah dalam pengelolaan air minum seperti kondisi sekarang, sebaiknya SPAM Batam fokus mencari solusi konstruktif bukan malah mencari kambing hitam. “Jangan sampai seperti kata pepatah buruk muka cermin dibelah,” katanya.
Sebelumnya, PT ATB sebagai pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan konsesi 25 tahun kontraknya berakhir pada 14 November 2020.
Kemudian BP Batam menunjuk PT Moya Indonesia entitas Salim Group sebagai pengelola transisi SPAM Batam.
Lalu BP Batam melakukan lelang untuk menentukan pengelola definitif 15 tahun ke depan dan dimenangkan oleh konsorsium PT Moya Indonesia dengan PT Pembangunan Perumahan (PP) Tbk.
Kini konsorsium itu bermetamorfosa menjadi PT Air Batam Hulu dan PT Air Batam Hilir. Namun Muhammad Rudi masih menggadang-gadang PT Moya Indonesia di depan massa pendemo untuk menjawab tuntutan warga yang kesulitan mengakses air minum selama satu dekade. (red)