BatamNow.com – Banyak warga Batam sudah menyaksikan bagaimana tertibnya kehidupan di Singapura yang modern dilihat dari berbagai aspek.
Dan para warga Batam yang pelesiran ke sana dipastikan kesulitan menemukan deret atau parade papan dan spanduk reklame yang terkesan mencoreng-moreng keindahan kota modern dunia itu, seperti di Batam.
Apalagi di masa tahun politik Pemilu yang kini tengah masa kampanye riuh. Merek partai dengan narasi janji-janji manis riuh di ribuan spanduk, berukuran kecil dan besar serta jumbo. Terpampang seronok di setiap sudut Kota Batam.
Belum lagi foto-foto capres/cawapres dan calon DPD, DPR, DPRD dari dapil daerah marak dengan segala gaya pencitraan masing-masing.
Dan ternyata di Batam, tak hanya masalah tampilan dan keberadaan fisik papan reklame dan spanduk yang kelihatan semrawut.
Namun pengadministrasian, perizinan dan pengelolaannya oleh BP Batam sepertinya amburadul.
Apalagi sistem pengawasannya yang tak optimal.
Baik BP Batam dan Pemko Batam memiliki “kekuasaan” berbeda atas keberadaan setiap pancang reklame yang tampil bagaikan tak beraturan itu.
BP Batam sebagai penguasa izin lahan titik tiang pancang reklame dan Pemko pemberi izin dan penerima pajak reklame.
Masalah dikemukakan di atas bukan opini bukan pula asumsi, tapi fakta. Apalagi jika membaca temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dari LHP keuangan BP Batam tahun 2022, yang dirilis BPK tahun 2023.
Semua tahu BPK itu lembaga pemeriksa keuangan negara yang diperintah UUD RI. Lembaga negara ini powerful mengaudit pengelolaan aset dan uang negara, sekecil apapun.
Mengutip hasil uji petik laporan keuangan LHP BPK atas tingkat kemampuan pengelolaan dan pengadministrasian keberadaan ribuan titik papak reklame itu, baik oleh BP Batam maupun Pemko Batam hampir mirip masalahnya.
Misalnya, pada LHP pemeriksaan laporan keuangan BP Batam dipaparkan soal ribuan titik papan reklame yang berdiri tak memenuhi standar keselamatan, sesuai dengan right of way (ROW).
Dan dari ribuan yang terdata itu (diduga masih banyak yang tak terdata) terdapat 1.401 titik reklame didirikan pada lokasi yang tidak semestinya alias didirikan suka-sukanya pemilik papan reklame.
Jumlah lahan papan reklame sebanyak itu ada yang tak berizin dan tak sedikit yang belum ditertibkan.
Soal proses pengurusan izin lahan reklame di era digitalisasi ini pun bermasalah di Direktorat PTSP BP Batam.
Bagaimana bisa terjadi titik atau koordinat reklame yang ditawarkan di aplikasi Batam Single Window (BSW), tak akurat dan tak kredibel serta tak andal yang membuat pemohon pengurusan mandiri kebingungan. “Ini ibarat tipu-tipu lah,” kata Syahrial pemerhati perkotaan di Batam.
Belum lagi tentang sewa lahan reklame pada Direktorat Infrastruktur Kawasan BP Batam yang disebut BPK belum optimal.
Lain lagi terkait izin titik lahan reklame yang belum didukung peraturan terbaru. Pun BP Batam belum menerapkan kewajiban penyerahan uang jaminan pembongkaran dan hal ihwal lainnya.
Dari permasalahan tahun 2022 saja, bukan hanya pengelolaannya yang amburadul, tapi BP Batam berpotensi kehilangan pendapatan sewa lahan hampir mencapai Rp 300 juta.
Menurut BPK kondisi itu terjadi karena Kepala BP Batam belum menetapkan aturan dan peraturan baru tentang reklame.
Pun Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi (biasa disebut para “Tuan” Deputi) serta Direktur Infrastruktur BP Batam, tampaknya, punya andil atas sengkarut pengelolaan lahan reklame ini. Para pejabat teras itu sepertinya tak peduli dengan tetek- bengek reklame itu.
Mereka, menurut BPK, kurang optimal dalam mengawasi, mengendalikan, menertibkan dan manfaatkan potensi aset negara ini terkait penyelenggaraan pemberian izn reklame.
Kinerja Pemko Batam Setali Tiga Uang
Lalu bagaimana kondisi kinerja penanganan perizinan dan pajak reklame dalam kewenangan Pemko Batam?
Tampaknya sama amburadulnya atau setali tiga uang.
Ini juga sesuai temuan BPK Perwakilan Kepri atas LHP laporan keuangan Pemko Batam tahun 2022 yang dirilis tahun 2023.
BPK Kepri menemukan adanya kelemahan pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Batam Tahun 2022.
Kelemahan itu, antara lain:
1. Pengelolaan pajak reklame belum sesuai ketentuan karena Bapenda Kota Batam tidak membentuk Tim Terpadu Penyelenggaraan Reklame dan Tim Penertiban Reklame.
Sehingga membuat master plan titik reklame, pendataan tiang reklame secara periodik, pelaksanakan penyegelan dan/atau pembongkaran terhadap reklame yang telah lewat masa tayang, dan 157 reklame belum membayar pajak reklame, sehingga mengakibatkan penyelenggaraan reklame tidak tertib.
Kondisi buruk dijelaskan di atas, menurut BPK, berisiko membahayakan masyarakat umum.
Risiko lain, temuan BPK, kerugian atas papan reklame yang tidak memenuhi kelayakan dan dana jaminan bongkar reklame berisiko disalahgunakan oleh pihak tidak berwenang.
Risiko dari aspek pendapatan pajaknya pun disebut BPK, Pemko Batam berpotensi kehilangan minimal sebesar Rp 825 juta lebih.
Bisa jadi juga akibat karut-marut pengelolaan reklame ini, target PAD Pemko Batam TA 2022 hanya tercapai 64,96 persen.
Pemko Batam pada TA 2022 menargetkan PAD dari pajak reklame Rp 12,5 miliar dengan realisasi sebesar Rp 8,1 miliar.
Permasalahan semakin tak terurai, karena Bapenda Kota Batam tidak membentuk tim terpadu penyelenggaraan reklame dan tim penertiban reklame.
Kondisi tersebut di atas, menurut BPK, mengakibatkan:
a. Penyelenggaraan Reklame di Kota Batam tidak tertib dan berisiko membahayakan masyarakat umum
b.Pemko Batam berisiko menanggung kerugian yang berasal dari papan reklame yang tidak memenuhi kelayakan
c. Dana jaminan bongkar reklame berisiko disalahgunakan oleh pihak tidak berwenang.
BPK menyimpulkan kondisi tersebut terjadi disebabkan:
a. Sekda bersama dengan Kepala Bapenda belum menyusun mekanisme kerja TPR
b. Kepala Bapenda tidak sepenuhnya mempedomani Perwako Nomor 49 Tahun 2015 dalam pembentukan TTPR dan TPR
c. Kepala Bapenda belum menyusun ketentuan yang mengatur tentang Pengelolaan jaminan asuransi dan jaminan bongkar.
Di tepi jalan atau di perempatan di setiap sudut kota inilah ribuan deret spanduk dan papan reklame bertengger bak centang perenang.
Ketua DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, Panahatan SH sangat menyayangkan instansi “penguasa” Batam ini tak mampu mengurus dan menertibkan reklame yang tampak semrawut.
“Masa gembar-gembor mau menjadikan Batam kota modern nan baru, ngurus reklame aja aut-autan atau kampung karena berantakan. Huh!” kata Panahatan.
Ia yang juga pengacara muda ini menyarankan ke BP Batam, Pemko Batam dan DPRD Batam untuk tidak menjadikan Kota Batam etalase papan reklame atau spanduk apalagi membuat wajah kota ini semrawut.
“Jika lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya kan lebih bagus ditiadakan saja, apalagi keberadaan papan reklame itu tak memberi kontribusi signifikan terhadap PAD kota dan UWT BP Batam,” ucapnya.
Panahatan menambahkan, “Kita mendukung Batam menjadi kota modern, tapi baik BP Batam dan Pemko jangan hanya pencitraan saja tak membenahi hal-hal yang dapat menghalangi visi kota ini menjadi kota modern atau kota baru”.
Catatan redaksi BatamNow.com, baik Pemko Batam maupun BP Batam yang dipimpim Muhammad Rudi SE, kerap gembar-gembor membranding Batam kini tengah menuju kota modern nan baru.
Sebagaimana dikutip BatamNow.com dari berbagai sumber, salah satu syarat kota modern, yaitu memiliki insfrastruktur yang baik. Jalan dan penataan tepi jalan yang didirikan paparan reklame salah satu sub-bagian infrastruktur itu. (red)