Catatan Redaksi BatamNow.com
Jika pengelolaan pendapatan perizinan lahan titik reklame oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dapat dinilai tak becus, pengelolaan pajak reklame yang ditangani Pemerintah Kota (Pemko) Batam bisa juga disebut ambyar.
Pemko Batam sebagai bagian dari daerah otonomi lahir sejak tahun 1999.
Bahkan lebih dari itu jika melihat jauh ke belakang ditetapkannya Kotamadya Administratif Batam jauh sebelum otonomi daerah lahir, penanganan administrasi pemerintahan sudah berjalan lama.
Meski sudah berusia cukup panjang, namun dalam mengelola pajak reklame saja Pemko Batam juga “11-12” dengan BP Batam alias dinilai sama-sama tak becus.
Data dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kepulauan Riau (Kepri) atas Laporan Keuangan Pemko Batam menunjukkan bahwa pajak daerah Pemko Batam salah satu bersumber dari pajak reklame yang dianggarkan tahun 2021 sebesar Rp 10 miliar namun hanya terealisasi Rp 9 miliar.
Dari LHP BPK atas Laporan Keuangan Pemko Batam Tahun 2021 ditemukan berbagai permasalahan ketidaktertiban pengelolaan pajak reklame.
BPK menyebut pengelolaan dokumen fisik pajak reklame tidak tertib. Apalagi ada dokumen yang tidak ditemukan dalam arsip manual pajak reklame tahun 2021.
Ada denda keterlambatan pajak reklame lewat tahun yang tidak sesuai ketentuan dan dinilai ambyar.
Masalah lain adalah proses penerbitan surat ketetapan pajak reklame tidak sesuai ketentuan.
Peraturan Wali Kota (Perwako) Batam Nomor 24 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Reklame mengatur bahwa Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) baru maupun perpanjangan, diterbitkan setelah pemohon reklame terkait mendapat izin prinsip dari Tim Terpadu Penyelenggaraan Reklame (TTPR).
Izin prinsip diberikan setelah TTPR menilai kelengkapan persyaratan reklame, termasuk kesesuaian ukuran dan lokasi dari BP Batam.
Pada saat wajib pajak (WP) reklame membayar, selain bukti SKPD dan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) juga diberikan Surat Izin Peyelenggaraan Reklame (SIPR) sebagai perwujudan resmi dari izin prinsip.
Ada juga masalah di pusaran SKPD terkait piutang reklame. Dilihat dari mutasi piutang reklame terdapat koreksi tambah nilai piutang pajak reklame tahun 2020 senilai Rp 286 juta lebih.
Setiap ahkir periode akhir pelaporan keuangan, tulis BPK, tidak dilakukan perhitungan denda atas piutang yang sudah ditetapkan.
Semua permasalahan pajak relame di Pemko Batam yang “diteropong”, BPK menyebut tidak sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pemendagri) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Tak sesuai juga dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Batam Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pajak Daerah.
Pun tak sesuai dengan Perwako Batam Nomor 24 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Reklame Kota Batam.
Akibatnya, menurut BPK, timbul risiko kehilangan dokumen perpajakan yang sah karena pengelolaan dokumen fisik yang belum tertib. Nilai PPJ Sumber Lain yang disetorkan ke Pemko Batam bersiko lebih rendah dari nilai seharusnya.
Berpotensi muncul risiko kehilangan pendapatan beserta denda atas pajak reklame yang tidak segera ditertibkan surat ketetapannya.
Kondisi itu sebagaimana direkomendaskan BPK, dipicu (disebabkan) para pimpinan penanggung jawab di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batam belum optimal melaksanakan tugasnya.
Dapat dibayangkan, hingga hari ini pun masih banyak para ASN yang tak tertib melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Bahkan kinerja para ASN itu amburadul karena kinerjanya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hampir tiap tahun ketidakbecusan seperti ini menjadi temuan BPK. Entah sampai kapan? (*)