Catatan Redaksi BatamNow.com
Keberadaan Badan Pengusahaan (BP) Batam sudah menginjak usia 51 tahun.
Namun untuk mengelola reklame saja badan khusus ekonomi ini, bisa dikata, tak becus.
Data dari laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2021 menunjukkan didapati banyak kelemahan BP Batam atas pengelolaan dan pendapatan dari reklame.
Data titik reklame yang didata oleh Direktorat Infrastruktur Kawasan (DIK) BP Batam tidak valid dengan berbagai kekarut-marutan di lapangan.
Ada titik (papan) reklame milik pemerintah yang nonkomersial. Lebih parah lagi masalahnya karena BP Batam tidak mengetahui jenis dan ukuran reklame meski yang menentukan titik pemasangannya adalah badan profesional itu.
Belum lagi titik reklame yang tidak diketahui kode Geographic Information System (GIS)-nya. Ada titik reklame yang tak diketahui nama perusahaan pemiliknya.
Ternyata BP Batam belum melakukan pendataan secara menyeluruh atas izin reklame. Pun tentang kesesuaian titik reklame dengan masterplan yang belum dilakukan pendataan.
“Regulasi yang mengatur perizinan titik reklame pada Direktorat Infrastruktur Kawasan (DIK) belum memadai dan data titik reklame tidak valid,” begitu catatan pada lembaran pertama BAB hasil pemeriksaan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang berisi 4 halaman itu.
Menurut BPK, DIK merupakan unit penghasil pendapatan sewa lahan reklame BP Batam yang diterima atas pengelolaan perizinan reklame.
Dalam laporan keuangan BP Batam tahun 2020 pada LHP BPK No 34.B/LHP/XVIII/05/2021, tanggal 21 Mei 2021, terdapat permasalahan pendapatan sewa lahan reklame yang jatuh tempo sampai 31 Desember 2020 sebesar minimal Rp 2,7 miliar lebih, namun belum dipungut.
Atas temuan ini BPK sebenarnya telah merekomendasikan Kepala BP Batam untuk memerintahkan Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi supaya menginstruksikan Direktur Infrastruktur Kawasan untuk melakukan inventarisasi, penertiban, dan penagihan pendapatan sewa lahan pemasangan papan reklame tahun 2020 minimal Rp 2,7 miliar lebih itu.
Tapi apa hendak dikata, satuan kerja (satker) BP Batam tak tuntas menindaklanjuti rekomendasi BPK itu.
Data yang dibeber BPK bahwa BP Batam memiliki sejumlah 2.385 titik reklame di kawasan ini per November 2020. Namun jumlah tersebut belum sepenuhnya valid karena berbagai kondisi.
Sesuai verifikasi BPK, atas keberadaan 2.123 titik reklame saja ada potensi pendapatan BP Batam sebesar Rp 10,4 miliar.
Dari uji petik, untuk 104 titik reklame saja, ada potensi pendapatan Rp 1,4 miliar. Rinciannya, 89 titik yang telah terpasang telah tercatat dalam database reklame DIK dengan potensi penerimaan sewa Rp 1,2 miliar. Namun ada 15 titik lagi yang tidak tercatat dalam database dengan potensi penerimaan sewa Rp 196 juta.
Tapi Kepala Seksi Pembangunan Taman dan Penghijauan DIK maupun PTSP BP Batam mengaku belum dapat melakukan penagihan sewa titik reklame sesuai masterplan dan belum melakukan pendataan perizinan atas titik reklame di BP Batam. Ambyar!
Bayangkan dari 45 halaman laporan audit BPK, tiga halaman melaporkan soal semrawutnya pengelolaan reklame di BP Batam.
BPK sebagai lembaga negara harus pontang-panting turun ke lapangan di Batam dengan sejumlah auditornya hanya mengaudit unit kerja reklame BP Batam yang karut-marut dan tak material ini.
Catatan redaksi media ini, fakta di lapangan selama ini, pengelolaan titik rekleme ini oleh BP Batam seperti tak bermanajemen.
Diduga banyak preman reklame di Batam dan orang dalam bagian dari preman dimaksud. Belum lagi dibumbui afiliasi politik para preman titik rekleme yang berkedok tim sukses dari petinggi di pentas politik pilkada. (*)
Lalu bagaimana pengelolaan reklame di Pemko Batam? Tampaknya “11-12”. Baca laporan selanjutnya di BatamNow.com.