BatamNow.com, Jakarta – Bencana longsor yang terjadi di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, harusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah agar lebih memperhatikan pulau-pulau kecil karena akibat aksi korporasi berupa proyek-proyek besar mengakibatkan bencana bak bom waktu yang kapan saja bisa meledak.
“Tidak hanya tanah longsor, sejumlah bencana lain seperti gelombang pasang, angin kencang, dan kekeringan mengintai Pulai Serasan,” ungkap Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, dalam keterangannya kepada BatamNow.com, Selasa (14/03/2023).
Menurutnya, apa yang terjadi di Pulau Serasan harusnya menjadi warning bagi pemerintah untuk lebih serius lagi memperhatikan pulau-pulau kecil. “Ditengah krisis iklim seperti sekarang ini, bencana alam dapat menjadi bom waktu di pulau-pulau kecil,” ujarnya.
Dia mengatakan, krisis iklim salah satunya ditandai dengan cuaca ekstrem menempatkan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil dalam kondisi rawan. Akibat dari krisis iklim, lanjut Parid, bencana hidrometeorologi meningkat dalam 10 tahun terakhir.
Parid mengatakan, kalau dilihat Pulau Serasan yang tidak diapa-apakan saja sudah rentan lantaran setiap hari harus berhadapan dengan berbagai potensi bencana. Apalagi kalau di pulau-pulau kecil ada industri ekstraktif, tentu bisa mendorong kehancuran pulau-pulau kecil akan semakin cepat.
Karenanya, dia menyayangkan kini pemerintah baik di pusat maupun daerah justru banyak mengeluarkan izin ataupun konsensi terhadap pertambangan dan eksploitasi hutan, utamanya di pulau-pulau kecil.
Dikatakannya, dari lebih kurang 111 pulau kecil terdepan di Indonesia, sekitar 83 pulau rentan dan terancam tenggelam akibat kenaikan air laut sebagai dampak dari krisis iklim. “Hingga saat ini, pemerintah belum memiliki peta jalan perlindungan pulau-pulau kecil,” katanya.
Saat ini, sambungnya, pemerintah sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). “Rencana perlindungan terhadap pulau-pulau kecil dan upaya menghentikan proyek-proyek berbahaya bagi pulau-pulau kecil mesti dimasukkan dalam RPJP tersebut,” usulnya.
Seperti diketahui, longsor yang terjadi di Pulau Serasan, 6 Maret 2023 lalu, telah mengubur lebih dari 30 rumah penduduk di Kampung Genting, Desa Pangkalan. Dilaporkan sebanyak 48 korban jiwa yang meninggal telah ditemukan dan sekitar 6 korban lainnya masih dinyatakan hilang, diduga tertimbun material longsor. Sekitar 417 orang terdampak longsor dikabarkan memilih mengungsi ke luar Pulau Serasan dengan menggunakan KM Bukit Raya pada Minggu (12/3/2023) malam. Dari 417 penumpang tersebut, sekitar 8 orang akan turun di Midai, di Pelabuhan Selat Lampa (Ranai/Natuna) sebanyak 298 orang, Tarempa sebanyak 38 orang dan Kijang sebanyak 70 orang. (RN)