BatamNow.com – Tragedi di lapangan sepak bola Stadion Kanjuruhan di Malang itu menjadi perhatian dunia, khususnya bagi komunitas sepak bola.
Peristiwa yang sangat mengenaskan pada Sabtu (01/10/2022) di Jawa Timur itu.
Update jumlah korban pada Senin (03/10) menjadi 448 orang: 125 meninggal, 21 luka berat dan 302 luka ringan.
Bagaimana potret dari satu sisi pemicu peristiwa ditengah 40 ribu penonton pada malam hari itu?
Dilansir Disway.id, awalnya suasana di stadion memang riuh ketika Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya.
Tiba-tiba terlihat satu penonton meloncat pagar. Ia lari masuk lapangan. Ia menyongsong para pemain yang berjalan ke arah tribun. Penonton itu terlihat merangkul kiper. Lalu menyalami yang lain. Pihak keamanan terlihat berusaha mencegah penonton itu berada di tengah pemain. Tapi sesegera itu beberapa penonton lagi berhasil meloncati pagar. Mereka juga menuju pemain Arema. Kian banyak saja yang berhasil meloncati pagar. Lapangan pun mulai penuh dengan penonton.
Petugas keamanan bertindak. Terlihat di video ada petugas yang menghardik penonton dengan kasar. Menendang. Mementung. Memukul.
Adegan seperti itu dilihat dengan sangat jelas oleh penonton yang ada di tribun, yang posisi mereka lebih tinggi. Emosi penonton meledak. Solidaritas sesama penonton meluap. Begitulah psikologi penonton sepak bola. Mereka disatukan oleh emosi. Mereka tidak peduli suku, agama, ras, umur, dan gender. Mereka merasa satu keluarga, satu suku, satu bangsa, satu agama. Tidak ada persatuan bangsa melebihi persatuan bangsa sepak bola.
Diduga, dari situlah tragedi itu meledak. Ini bukan Arema lawan Persebaya. Bukan Aremania lawan Bonek. Ini penonton lawan petugas.
“Ada teriakan Sambo juga di sana,” tulis Dahlan Iskan pada laman catatan hariannya yang terbit pada 3 Oktober 2022.
Menurut Dahkan, Polres Malang sudah meminta pertandingan itu digeser ke sore hari. Pukul 15.30. Jangan malam hari, pukul 20.00.
Polisi sudah mengantisipasi apa yang rawan. Ini bukan pertandingan biasa. Ini Arema lawan Persebaya.
Arema FC juga sudah setuju digeser ke sore hari. Dikirimlah surat ke PSSI Pusat. Tanggal 12 September 2022. Dalam hal ini ke PT Liga Indonesia Baru (LIB).
Jawaban dari LIB ditulis tanggal 19 September 2022. Isinya: pertandingan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Yakni malam hari. Surat balasan LIB itu ditandatangani direktur utamanya, Ir Akhmad Hadian Lukita MBA QWP.
Arema, kata surat itu, diminta melakukan koordinasi secara optimal ke Polres. Tidak dirinci apa yang dimaksud optimal di situ. Maka jadilah pertandingan tersebut malam hari.
Sebelum mengirim surat balasan itu, LIB rupanya mengadakan rapat lebih dulu dengan apa yang disebut host broadcast. Lembaga inilah yang punya hak siar televisi atas semua pertandingan Liga 1 Indonesia. Tahun ini, siaran langsung Liga 1 hanya bisa dilihat di Indosiar dan Vidio.com.
Jelaslah ini masalah rating penonton TV. Pihak TV sudah terlanjur menyusun acara selama satu tahun. Perubahan atas satu acara bisa mengacaukan acara lainnya. TV telah membayar mahal untuk mendapat hak siar. Juga sudah menandatangani iklan untuk semua acaranya.
Memulai pertandingan pukul 20.00 sebenarnya ditentang se-Indonesia. Bonek juga demo ke PSSI soal jam seperti itu. Berhasil. Persebaya tidak pernah lagi main malam. (*)