BatamNow.com – Hampir tiga tahun sudah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021, diundangkan dan diberlakukan. PP turunan UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020.
PP itu mengatur Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, KPBPB Bintan dan KPBPB Karimun.
Hingga kini, tampaknya, belum ada kabar terbaru yang signifikan tentang implementasi menyeluruh dan konkret dari PP itu.
Dari hasil rangkuman wawancara wartawan BatamNow.com, banyak pihak, yang tak mau ditulis namanya, mempertanyakan keberlanjutan pelaksanaan konkret perintah PP itu.
Termasuk mempertanyakan beberapa Keputusan Presiden (Keppres) Jokowi yang belum diterbitkan.
“Lalu bagaimana PP itu dapat dijalankan secara menyeluruh, jika Keppresnya saja tak diterbitkan,” ujar mereka.
Lain halnya pakar Hukum Tata Negara (HTN) Dr Fahri Bachmid SH MH kepada wartawan BatamNow.com di Jakarta, ia menegaskan pelaksanaan PP KPBPB harus dilakukan secara menyeluruh.
Salah satu poin penting yang belum diwujudkan dari PP itu, yakni tentang pembentukan Dewan Kawasan (DK) Batam, Bintan, dan Karimun.
Itu juga, seperti aral penghalang hasrat mengintegrasikan KPBPB Batam, KPBPB Bintan dan KPBPB Karimun menjadi KPBPB Batam, Bintan dan Karimun.
Pilihan intergrasi dengan target untuk meningkatkan daya saing KPBPB di sini.
Ini cita-cita UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, sehingga berbagai birokrasi nan panjang berbelit dari peraturan selama ini dipotong untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang masif.
Tapi menurut berbagai pihak tadi, fakta kekinian beda jika melihat pelaksanaan dari perundang-undangan terbaru yang justru semakin berkelit.
Namun menurut Susiwijono Moegiarso sebagai Sesmenko Perekonomian dan Dewan Pengawas BP Batam, mekanisme dari PP itu sedang dalam pembahasan.
”Pembentukan Dewan Kawasan yang baru masih dalam pembahasan,” tulisnya lewat chat WhatsApp ke redaksi BatamNow.com, meski implementasi PP itu sudah tiga tahun berkutat dalam pembahasan ke pembahasan.
Ini juga sekaligus mengkonfirmasi posisi dan landasan aturan pelaksanaan ketiga KPBPB, kini, masih mengacu pada aturan perundang-undangan yang lama.
KPBPB Batam dengan PP 46 Tahun 2007, KPBPB Bintan melalui PP 47 Tahun 2007 dan KPBPB Karimun dengan PP 48 Tahun 2007.
Anehnya, meski landasan perundang-undangan ketiga kawasan ini masih dengan perundangan yang terdahulu, tampaknya sebagian kebijakan yang dijalankan di KPBPB telah mengacu pada PP 41 Tahun 2021.
Di BP Batam, misalnya, kebijakan pengangkatan sejumlah pegawai dan pemberlakuan lalu lintas pemasukan dan pengeluaran barang dan lainnya berdasar pada ketentuan PP 41 Tahun 2021.
Di KPBPB Bintan, sesuai keterangan singkat dari Kepala Badan Pengusahan (BP) Farid Irfan Siddik, lebih sering berkonsultasi ke Sekretariat Kemenko Perekonomian dalam setiap mengeluarkan kebijakan terbaru yang cenderung mengacu pada pada PP 41 Tahun 2021.
BP Bintan, kata Irfan, mau tak mau harus menempuh jalan itu karena status Ketua Dewan Kawasan (DK) PBPB Bintan yang dijabat Gubernur Kepri sudah habis masa tugasnya. Itu sesuai Keppres Tahun No 19 Tahun 2013.
Demikian juga dengan BP Karimun, Ketua DK dijabat Gubernur Kepri sebagaimana diatur dalam Keppres No 20 Tahun 2013, dimana masa tugas DK Bintan hanya berlaku 5 tahun. Dan hingga tahun 2023, Keppres terbaru belum diterbitkan.
Namun lagi-lagi menurut Susiwijono yang juga Ketua Dewan Pengawas BP Batam itu, semua peraturan perundang-undangan yang lama masih tetap dapat dijalankan menunggu selesai pembahasan yang entah sampai kapan.
Ini juga mengkonfirmasi bahwa baik hal PP 41 Tahun 2021, yang seperti terkulai itu, baik perundangan-perundangan yang lama masih bisa dijalankan secara bersamaan, mungkin karena peraturan pelaksanaan PP itu tak kunjung diterbitkan.
Dalam Pasal 80 beleid itu disebut, peraturan pelaksanaannya harus ditetapkan paling lama 4 (empat) bulan sejak PP diundangkan Februari tahun 2021.
Beberapa Keppres Belum Diterbitkan
Bukan itu saja, beberapa Keppres sebagai hierarki dalam menjalankan peraturan perundang-undangan ini, pun belum diterbitkan.
Salah satunya Keppres tentang pembentukan Dewan Kawasan (DK) terintegrasi KPBPB Batam, Bintan, dan Karimun.
Kedua, Keppres tentang keanggotaan DK itu sendiri.
Namun dikala Keppres keanggotaan DK ini belum terbit-terbit, Keppres keanggotaan para DK yang lama pun sudah habis masa berlakunya.
Keanggotaan DK Batam lewat Keppres 8 Tahun 2016 pun juga dengan masa berlaku 5 tahun.
Namun kembali ke pernyataan Susiwijono, DK Batam, DK Bintan, dan DK Karimun yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah itu tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lalu bagaimana dengan Pasal 78 yang meyebut, Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai KPBPB tetap berlaku “sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini”.
Bukankah, misalnya, Keppres DK yang habis masa berlakunya bertentangan dengan PP ini dan harus diterbitkan Keppres DK yang baru?
Susiwijono tetap dalam jawabannya, Menko Perekonomian sebagai Ketua DK Batam, masih tetap menjalankan tugasnya sampai dengan dibentuknya Dewan Kawasan yang baru yang saat ini masih dalam proses pembahasan.
Dan ketiga, Keppres tentang Rencana Induk peta jalan integrasi tiga KPBPB Batam, Bintan dan Karimun yang belum jelas kabar beritanya.
Terkait Rencana Induk KPBPB terintegrasi sempat intens dibahas para stakeholders di Batam yang dikoordinasi Sesmenko Perekonomian. Kini terlihat redup.
Banyak pihak menilai implementasi integrasi ketiga KPBPB seperti rada gamang, dan entah sampai kapan ending-nya.
Dan membuat miris, pihak berkompeten sebagai pelaksana implementasi PP ini tak kunjung merilis informasi terbaru secara berkelanjutan tentang nasib PP dan integrasi KPBPB di Kepri itu
Banyak menyebut integrasi dari ketiga KPBPB di Kepri itu berpotensi batal karena dalam PP itu diatur deadline pembentukan atau penyusunannya oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian, paling lama 6 (enam) bulan sejak PP ini berlaku.
Sedangkan PP itu diterbitkan dan diundangkan pada 2 Februari 2021.
Informasi yang di dapat BatamNow.com, usulan dari Menko Bidang Perekonomian tentang pembentukan DK, sudah sejak lama disampaikan di meja Presiden Jokowi.
Di pihak lain mengatakan PP 41 Tahun 2021 itu mesti diubah, karena masuk di kategori kedaluwarsa jika mengacu pasal yang memberi deadline.
Sementara ditambahkan Dr Fahri Bachmid, produk perundang-undangan harus sepenuhnya diterapkan.
“Tidak bisa setengah-setengah. Ada konsekuensi hukum bila suatu produk hukum tidak sepenuhnya diterapkan,” ujar Fahri, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Menurut dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar itu, merupakan bentuk pelanggaran dan pembangkangan hukum, jika tak sepenuhnya PP itu dilaksanakan.
Lain lagi kata Panahatan SH sebagai Ketua DPP LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, “Pemerintah atau Sesmenko Perekonomian harus meng-update informasi terkini tentang nasib PP 41 Tahun 2021 ini”.
Baik Presiden Jokowi lewat Sekretariat Kepresidenan, maupun Kemenko Perekonomian belum merespons konfirmasi tertulis redaksi BatamNow.com yang dikirimkan seminggu lalu. (Red/RN)