BatamNow.com – Bukan saja hanya kasus korupsi yang mendera kondisi di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Batam.
Tapi, persediaan obat-obatan di RSUD Embung Fatimah itu, kini, disebut tengah menipis dan sempat beberapa jenis yang kosong, mulai September lalu.
Dua orang sumber terpercaya di rumah sakit tersebut, —yang tak mau disebut namanya, membocorkan kondisi memprihatinkan ketersediaan obat itu.
Sehingga para dokter, katanya, sampai kewalahan membuat resep obat pasien rawat inap dan rawat jalan.
Disebutkan lagi para dokter yang membuka resep obat dengan seadanya saja di tengah persediaan obat-obatan yang menipis.
Ditambahkan sumber, kondisi menipisnya persediaan sekitar 50 jenis obat di apotek RSUD itu terjadi dalam dua bulan terakhir.
Tersendatnya pasokan obat dari vendor, disebut sumber, karena kondisi kas RSUD, yang cekak.
Namun Direktur RSUD Kota Batam, drg R.R. Sri Widjayanti Suryandari, membantah isu tersebut saat dikonfirmasi langsung wartawan BatamNow.com pada Kamis (28/11/2024).
Sri Widjayanti ditemani Humas RSUD Elin Sumarni, ketika menerima wartawan media ini di ruang kerjanya.
Sebagaimana pantauan wartawan BatamNow.com di RS itu pada Senin (27/11/2024), cukup banyak warga yang berobat dan tak sedikit dari mereka yang mengeluhkan ketidaklengkapan jenis dan jumlah obat yang mereka butuhkan.
Seorang yang bertugas di sana mengiyakan kabar tentang kondisi menipisnya persediaan obat-obatan di rumah sakit itu.
“Di akhir tahun ini meningkat jumlah warga yang berobat, namun persediaan obat sepertinya menipis dan sempat ada yang kosong,” ujar petugas berdinas itu.
Meski membantah, tapi kondisi menipisnya persediaan obat-obatan itu pun seolah dibenarkan Sri dengan mengatakan, “Kalau masalah ketersediaan obat, istilahnya semua rumah sakit mengalami lah, pasang surutnya ada, ada saatnya kurang dikit atau ada yang beberapa kurang itu juga terkait pesan, pengiriman barang”.
Menurutnya, pengadaan obat ke RSUD itu melalui e-katalog dan pengirimannya tidak selalu lancar.
“Kita semua pakai e-katalog sektoral istilahnya, pengiriman dari Jakarta itu nggak selalu lancar, ada terlambat, nah jadi itu tidak selalu terpenuhi,” ujar Sri.
Dia tambakan lagi, faktor terbesarnya kekurangan obat di rumah sakit itu dikarenakan adanya keterlambatan dalam pengiriman.
“Istilahnya kita pesan nggak semuanya langsung lancar, kalau kita tinggal di daerah Jakarta, mungkin lancar-lancar saja, di sini kan nggak ada pabrik obat juga kan. Kemudian vendor itu membagi-bagi, yang jelas kan sesuai anggaran kalau ngeluarkan barang,” ujarnya.
Soal kekurangan obat karena terkendala pembayaran kepada vendor, Sri juga membantahnya. “Kalau, misal, nggak terbayar pun, ngutang pun bisa yang penting ada anggarannya,” ujarnya.
Demikian juga bantahan terkait informasi yang menyebutkan uang remunerasi dan jasa pelayanan para dokter, bidan belum dibayarkan sejak September dan Oktober yang diduga dibayarkan dulu untuk pengadaan obat-obatan.
Sri katakan tidak benar dan tidak pernah dipakai untuk membeli obat-obatan persediaan RSUD.
Soal belum dibayarkannya uang remunerasi dan jasa kesehatan malah dijelaskannya lagi lebih rinci oleh sumber, di mana besaran uang remunerasi untuk dokter umum di shift IGD per bulannya diperkirakan Rp 6 juta sampai Rp 8 juta, dokter umum di rawap inap Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. Untuk dokter spesialis diperkirakan Rp 30 juta per bulan dan bidan serta perawat Rp 2-3 juta per bulan.
“Jadi anggaran jasa pelayanan itu sudah dianggarkan dari awal Januari dari sebelumnya 2023 kita rencanakan segitu sampai sekarang pun juga masih sama. Anggarannya tidak terpakai untuk membeli obat, nggak ada itu. Jadi kalau jasa pelayanan ini itu udah biasa lah ya, kalau kita udah dibayar, langsung kita bagikan,” kata Sri.
Kalau pegawai, katanya, “kan gaji udah terima, kalau PNS dari Pemko, kemudian dari P3K kalau gaji sih, hak mereka sudah kita sampaikan, tidak ada yang tertunda”.
Usai wawancara dengan Sri, kemudian wartawan media ini mendatangi apotek yang ada di gedung Rawat Jalan RSUD Embung Fatimah.
Salah seorang pasien yang sedang mengambil obat dari apotek itu, mengatakan kepada media ini, ada obat yang kosong.
“Saya udah dua kali kontrol ke sini, pertama kali ke sini ada dua jenis obat yang kosong, kemudian saya kontrol lagi ke sini, ada lagi yang kosong, Insulin nama obatnya yang kosong itu,” ucap pasien.
Mencuat masalah stok obat menipis RSUD itu di tengah kasus korupsi para mantan petingginya.
Minggu lalu Kejari Batam, mengungkap kasus korupsi di pusaran pengelolaan RSUD milik Pemko Batam ini.
Mantan Bendahara Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) berinisial D, dan Kepala Bagian Keuangan RSUD tersebut berinisial R ditetapkan Kejari Batam, sebagai tersangka.
Keduanya diduga menyelewengkan uang RSUD sebesar Rp 840 juta. Kini keduanya dimasukkan ke ruang tahanan berjeruji besi.
Sementara itu Sohibul SSos, yang pemerhati pelayanan publik mengatakan keprihatinanya soal menipisnya persediaan obat di RSUD.
“Kalau itu benar, sangat memprihatinkan dan berbahaya karena menyangkut jaminan kesehatan, pun akan keselamatan nyawa manusia, dan Wali Kota Batam harus cepat bertindak,” kata Sohibul SSos, pemerhati sosial.
Penelusuran BatamNow.com, kondisi yang sama soal stok obat-obatan yang menipis bukan hanya kali ini saja di RSUD. Beberapa tahun lalu terjadi juga. (A/Red)