Sampai sekarang pelaksanaan dari beberapa hal yang diamanatkan oleh pasal-pasal dalam PP 41/2021 tentang Pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) juga belum dapat diterbitkan.
Mungkin juga sudah dipersiapkan, namun terkendala oleh beberapa hal termasuk dengan PPKM Level 4 yang dilangsungkan di Pusat Pemerintahan.
Digesa sesuai jadwal yang ditentukan pun tidak akan menjamin para investor dapat melakukan kegiatan investasinya dengan situasi pembatasan kegiatan masyarakat.

Ada beberapa hal pemikiran yang sudah muncul ke permukaan, termasuk pemikiran/ gagasan agar Ex-Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) menjadi Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, sebagai pengaruh dari adanya konsep pengintegrasian Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (DK-PBPB) Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), sebagaimana PP 41/2021.
Pelaksanaan KPBPB pengintegrasian begitu juga penguatan BP-BP yang ada di wilayah Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan Riau, memang itu diatur dalam PP 41 tersebut, sehingga koordinasi kewenangan berada di Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
Namun jika hanya untuk Kepala BP Batam saja sistem Ex-Officio itu diterapkan ke Gubernur Kepri, itu justru tidak ada landasan regulasinya, karena dalam PP 62/2019 yang menjadi Kepala BP Batam itu adalah Wali Kota Batam. Kalau Penyatuan BP-BP BBK diwujudkan baru ada relevansinya mengubah PP 62 tersebut untuk menggabungkan harus dibentuk PP yang baru mengakomodir perubahan PP 47, dan PP 48 sekaligus mengubah PP 46 yang ketiga kalinya.
Demikian sekilas kemungkinan skenario perubahan regulasi yang dapat dilakukan ke depan yang selaras dengan implementasi dari PP 41/2021 tentang Pelaksanaan KPBPB.
Untuk mengakomodir gagasan Gubernur Ex-Officio Kepala BBK (Batam, Bintan dan Karimun), bisa saja para bupati dan wali kota sebagai wakil-wakil dari Kepala BP BBK, ditambah dengan anggota-anggota yang disesuaikan dengan keperluan fungsi pengembangan-pembangunan di setiap kawasan.
Sehingga pembahasan untuk penajaman konsep yang dapat direalisaikan, dilakukan setelah terbentuknya DK-PBPB BBK yang akan ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) sebagaimana diamanatkan oleh PP 41/2021 tersebut.
Keppres DK ini seharusnya sudah terbit pada tanggal 2 Juli 2021 jika berpatokan kepada amanat dari ketentuan yang diatur pada PP 41 tersebut, yaitu paling lambat 4 (empat) bulan sejak terbitnya PP 41 itu tanggal 2 Februari 2021.
Namun, sampai sekarang Keppres yang menetapkan DK-PBPB BBK juga masih belum terbit, sehingga para pemangku kepentingan di Kepri masih harus sabar menunggu, atau dalam menggagasnya melakukan dengan berandai-andai.
Keuntungan yang paling nyata sebagai dampak kemungkinan penyatuan DK-PBPB termasuk BP BBK, adalah APBN dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang dilakukan BP BBK. Sehingga dalam banyak hal yang selama ini menjadi hambatan dalam pembangunan yang senjang di antara kawasan yang berbeda dapat dipercepat.
Demikian juga program anggaran dapat diajukan menjadi lebih signifikan untuk disetujui oleh Pemerintah Pusat dalam menggunakan APBN, di samping APBD dan keuntungan lainya yang dapat diperoleh.
Namun, jika Dewan kawasan saja belum terbentuk dengan versi PP 41 tersebut, maka banyak kendala yang tak bisa dicarikan solusinya, karena harus menunggu terbitnya turunan ketententuan-ketentuan yang diamanatkan oleh pasal-pasal dari PP 41 tersebut.
Semoga di bulan Agustus ini ada perkembangan yang dapat dilakukan untuk menjalankan amanat dari UU Cipta Kerja dan PP 41 tersebut supaya pembangunan di Kawasan BBK dapat ditindaklanjuti termasuk jika menurut evaluasi DK-PBPB BBK perlu menyatukan BP menajadi BP-BBK, sebagai upaya mempercepat pembangunan di kawasan.(*)