BatamNow.com, Jakarta – Selama ini rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dan/atau pecandu narkotika belum terlaksana dengan baik dan bernilai keadilan karena masih terdapat pecandu narkotika yang mengonsumsi sendiri dan seharusnya direhabilitasi, tetapi dijatuhi hukuman penjara. Untuk itu, dibutuhkan rekonstruksi hukum terkait rehabilitasi agar lebih bernilai berkeadilan.
Hal tersebut menjadi salah satu kesimpulan dari disertasi Irjen Pol Richard Marolop Nainggolan, Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, berjudul “Rekonstruksi Pengaturan Tanggung Jawab Negara Terhadap Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika Bernilai Keadilan Menuju Pembangunan Berkelanjutan”, dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum, di Aula Kampus Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Di hadapan para dewan penguji yang terdiri dari Dr. Dhaniswara K. Harjono (Rektor UKI), Prof. Dr. John Pieris, Prof. Dr. Marthen Napang, Dr. Maruarar Siahaan, Prof. Dr. Mompang Panggabean, Prof. Dr. Juanda, dan Dr. Wiwik Sri Widiarty, dengan penuh percaya diri Richard eks Kepala BNN Kepri ini memaparkan isi disertasinya secara gamblang.
Tampak hadir pada sidang tersebut Kepala BNN RI, Komjen Pol. Prof. Dr. Petrus R. Golose, Sekretaris Utama BNN Brigjen Pol. Tantan Sulistyana, SH., S.I.K., MM., dan Deputi Pemberantasan BNN Brigjen Pol. I Wayan Sugiri, SH., S.I.K., M.Si. serta pejabat lainnya. Juga ikut mendampingi Susilawaty boru Marpaung dan anak pertamanya Johannes Rendy Christianus Nainggolan.
Sekitar 25 pertanyaan yang diajukan tim penguji dijawab dengan lugas dan terinci oleh Richard Nainggolan. Tak heran, dari hasil skoring, Kepala BNN Provinsi Kepulauan Riau, 2017-2021 ini mendapat nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,98 dengan predikat cumlaude.
Kepada awak media, Richard mengaku senang dan terharu telah berhasil meraih gelar doktor, setelah berjuang selama 3 tahun, ditengah padatnya jadwal pekerjaan. “Semua ini anugerah Tuhan dan berkat dukungan dari keluarga dan institusi BNN, sehingga semua bisa diselesaikan dengan baik,” aku Richard.
Dia menjelaskan, fokus disertasinya terkait rekonstruksi hukum terhadap rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkoba. “Saya melihat permasalahan narkotika ini sudah dilakukan upaya maksimal tapi juga belum selesai. Saya melihat konstruksi hukumnya harus diperbaiki sehingga bisa mengatasi masalah ini. Salah satunya untuk mengurangi permintaan. Ada aspek bisnis di dalam narkotika. Untuk itu, kita harus kurangi demand-nya,” urai Richard.
Dikatakannya, dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika belum secara tegas dan terinci mengatur soal rehabilitasi. Karena itu, perlu dilakukan rekonstruksi hukum, terutama di beberapa pasal, sehingga benar-benar tegas perlu direhabilitasi para penyalah guna ini.
Diakuinya, ada tumpang tindih regulasi. Misal, pada Pasal 127 UU 35/2009, yang menyatakan, penyalah guna narkotika adalah pelaku kejahatan dan harus dihukum. Tapi Pasal 54 UU yang sama, wajib direhabilitasi.
“Konkretnya, rehabilitasi perlu dilakukan secara keseluruhan, baik sebagai penyalah guna, pecandu, dan pengedar. Tetapi kalau terlibat dalam peredaran narkotika harus dipertanggungjawabkan perbuatannya. Sebab itu menjadi tanggung jawab negara,” tegasnya.
Saat ini, sambungnya, Deputi Pencegahan BNN RI secara aktif menyasar sosialisasi ke anak-anak sekolah dan keluarga. (RN)