BatamNow.com – Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai Karimun mengingatkan agar saksi ahli mempelajari dahulu gugatan sebelum ikut dalam persidangan supaya tidak memberikan keterangan yang rancu.
Hal itu terjadi dalam persidangan gugatan perdata Robyanto atas perbuatan melawan hukum (PMH) di PN Tanjung Balai Karimun. Sidang Kamis (14/04/2022) dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari kepolisian.
Persidangan dipimpin oleh ketua majelis hakim Medi Rapi Batara Randa SH MH didampingi hakim anggota Alfonsius Siringoringo SH dan Tri Rahmi SH.
Dalam persidangan, kuasa hukum penggugat yakni Jhon Asron Purba SH awalnya menanyakan pendapat saksi ahli pidana kepolisian Prof Dr Alvi Syahrin terkait penetapan hakim tahun 2003 yang tak dilaksanakan hingga tahun 2020.
“Dengan tidak melaksanakan penetapan tadi apakah memenuhi dalam unsur-unsur perbuatan melawan hukum?” tanya Jhon.
“Perbuatan melawan hukum dalam arti perdata atau dalam arti hukum administrasi,” Prof Alvi bertanya balik.
“Dalam arti perdata,” jawab Jhon.
Menurut Prof Alvi yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini, jika perdata maka harus dibuktikan dulu perbuatan yang merugikan itu seperti apa dan siapa yang dirugikan.
“Karena bisa jadi itu hanya pelanggaran administrasi. Itu nantinya sanksinya administrasi,” jelasnya.
Prov Alvi malah mempertanyakan apakah penetapan hakim yang tak dijalankan itu memang sudah memutus tersangka menjadi pelaku.
“Kalau ternyata belum ada putusan sehingga terjadi kedaluwarsa ini yang menjadi menarik, apakah ini kerugian itu menjadi gugatan perdata,” katanya.
Sehingga, lanjut dia, hal itu belum bisa dijadikan gugatan perdata karena terdakwa yang dinyatakan sebagai terdakwa itu belum terbukti sebagai pelaku yang menyebabkan kerugian.
“Karena tidak ada hubungan kausalitas antara perbuatan tersangka tadi yang menjadi terdakwa terhadap pembunuhan bahkan di sini harus diungkapkan dengan jelas kerugian itu,” ujar Prov Alvi.
Mendengar penjelasan saksi ahli itu, ketua majelis hakim Medi pun langsung mengambil alih tanya jawab tadi.
“Mungkin ini susah karena mungkin ahli sendiri tidak pelajari gugatan, harusnya pelajari gugatan dulu baru tahu kita sebetulnya konstruksi perkara ini seperti apa. Saya lihat tadi ahli agak rancu membandingkan antara PMH kemudian proses pidana. Itu yang mungkin agak rancu,” terang Medi ke Prof Alvi.
Untuk itu, Medi pun menerangkan kepada Prof Alvi esensi gugatan Robiyanto yang tengah disidangkan.
“Kalau saya boleh gambarkan esensi dari gugatan ini tidak dilakukannya penetapan oleh hakim yang tidak dilaksanakan oleh penuntut umum, tidak dilanjutkan oleh penyidik sehingga akibat dari itu merugikan kepentingan orang lain,” jelas Medi.
Dia menambahkan, penggugat dirugikan karena telah lama memperjuangkan agar penetapan hakim itu dilaksanakan.
“Kerugian inilah yang dimaksud itu. Jadi nggak terkait lagi soal ditetapkan sebagai tersangka atau tidak. Ini saya meluruskan karena dasar pemeriksaan kita ini dari gugatan, sama. Kalau di pidana dasarnya dakwaan, kalau ahli tidak membaca gugatan akan rancu nanti kita membahas PMH-nya,” ucap Medi.
Medi pun langsung menanyakan, “Ahli belum baca gugatan?”
“Belum,” jawab Prof Alvi.
Setelah hakim menjelaskan esensi gugatan Robiyanto itu, Jhon kembali bertanya ke Prof Alvi.
“Apakah dengan tidak dilaksanakannya penetapan tadi termasuk perbuatan melawan hukum?” ujarnya.
“Makanya saya katakan tadi terkait penetapan tadi masih proses beracara bukan termasuk kepada yang menyebabkan kerugian. Kapan menjadi kerugian kalau itu terkait dengan peristiwanya,” tanya Prof Alvi lagi.
Sebelum persidangan ditutup, Medi juga menanyakan pendapat saksi ahli mengenai kepatutan terlalu lamanya penetapan itu tidak dijalankan.
“Kasus 2002 kemudian penetapan 2003 kemudian tidak ada proses setelah itu kemudian ada SPDP tahun 2020 dan satu hari kemudian keluar SP3. Menurut ahli apakah itu patut?” tanya Medi.
“Saya harus menjawab bukan hitam-putih tapi harus menjawab peristiwa berlarut-larut itu prosesnya kenapa. Kemudian di dalam SPDP baru hari ini kemudian keluar SP3 mungkin ini sudah menjadi perkara atensi. Tetapi apakah itu wajar atau tidak, bisa dibilang wajar bisa dibilang tidak,” jawab Prof Alvi.
Pantauan BatamNow.com di PN Tanjung Balai Karimun, persidangan itu berakhir sekitar pukul 16.00. Sidang lanjutan digelar Kamis (21/04) dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak turut tergugat.
Diberitakan, Robiyanto menggugat Presiden RI (tergugat 1), Kejaksaan Agung (tergugat 2) dan Kepolisian RI (tergugat 3) karena tidak segera melaksanakan penetapan hakim nomor 30 dan 31 di PN Tanjungpinang pada tahun 2003.
Penetapan hakim 19 tahun lalu itu masing-masing menetapkan Dwi Untung alias Alex Eng alias Cun Heng dan Afu alias Kau Fu sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana terhadap ayah Robiyanto yakni Taslim alias Cikok pada tahun 2002.
Dalam gugatan Robiyanto, Cun Heng sebagai turut tergugat 1 dan Kau Fu turut tergugat 2. (Hendra)