BatamNow.com – Wali Kota Batam periode 2001-2005 Nyat Kadir diharapkan muncul ke publik untuk menjelaskan secara terang benderang terkait benang merah kebijakannya 19 tahun lalu, terkait rencana pengembangan Pulau Rempang, kekinian.
Ketua DPP LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara Kepulauan Riau (Kepri), Panahatan SH mengatakan itu tatkala diminta pendapatnya atas pernyataan terkini Kepala BP Batam Muhammad Rudi yang mengajak massa pendemo melihat jauh ke belakang terkait kebijakan pengembangan kawasan Rempang Eco-City.
“Ya harapan kita pak Nyat Kadir, Wali Kota Batam periode 2001-2005 dan sebagai tokoh masyarakat adat Melayu diharapkan muncul memberi penjelasan agar opini yang berkembang tidak bias,” ujar pengacara muda ini pada Kamis (24/08/2023).
Sebagaimana Muhammad Rudi di hadapan aksi massa Aliansi Pemuda Melayu yang berunjuk rasa di areal Kantor BP Batam, Rabu (23/08), bahwa kerja sama antara BP Batam, Pemko Batam dan PT Makmur Elok Graha (PT MEG) di Pulau Rempang sudah terjadi sejak tahun 2004 silam.
“Nah ini yang semestinya dijelaskan oleh Nyat Kadir, apakah kebijakan kekinian masih punya keterkaitan langsung secara administrasi dan tanggung jawab hukum dengan kebijakannya dua dekade lalu itu,” kata Panahatan lagi.
Nyat Kadir yang berlatar belakang “Cik Gu” itu menjadi Wali Kota Batam periode 2001-2005 dan Wakil Wali Kota Asman Abnur. Keduanya, kini, sama-sama duduk di Senayan mewakili rakyat Kepri.
Data yang beredar luas di tengah publik, Nyat Kadir kala itu meneken satu akta MoU dan MoA dengan PT MEG atas pengembangan Pulau Rempang dan Galang sebagai kawasan KWTE, sebelum dua kasino di Singapura dibuka.
Nyat Kadir dan Mustofa Wijaya mewakili Otorita Batam (OB) saat itu meneken satu nota kesepahaman (MoU) dan nota kesepakatan (MoA) dengan PT MEG milik Tomy Winata pada tahun 2004.
Dalam data itu Pemko dan OB (sekarang BP Batam) memberi kewenangan kepada PT MEG untuk mengembangkan Pulau Rempang menjadi KWTE.
Tak hanya Pulau Rempang dan Galang, namun 18 pulau-pulau kecil masuk peta wilayah Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE).
Total lahan yang diperjanjikan untuk dikerjasamakan seluas 43 ribu hektare di darat dan laut. Lahan seluas itu berada di 19 pulau, dan Pulau Rempang terbesar.
Luas lahan yang rencananya dialokasikan di Pulau Rempang ke PT MEG, ketika itu, seluas ±15,6 ribu hektare dan pulau Galang hampir 3 ribu hektare ditambah Pulau Setokok seluas ±390 hektare. Lahan di ketiga pulau ini masuk KPBPB Batam. Selebihnya adalah lahan dari Pemko di pulau-pulau.
Entah apa musabab, MoU dan MoA itu tinggal sebatas memorandum. Rencana KWTE pun hilang entah ke mana, hampir dua dekade.
Manakala isu KWTE redup redam, sejumlah arena gelanggang permainan (gelper) terkait dengan Perda KWTE bertebaran di Batam.
Terkini PT MEG berkibar lagi. Perusahaan Tomy Winata itu akan mengembangkan Pulau Rempang dan sekitarnya menjadi kawasan industri, manufaktur, pariwisata dan lainnya.
Dan satu investasi baru akan masuk, yakini pabrik kaca terbesar kedua di dunia dari Cina: Xinyi Group dari negara Tirai Bambu itu.
BP Batam telah mengalokasikan 17 ribu hektare ke PT MEG program terbaru. Pemko Batam belum tampak perannya dalam isu pengembangan Rempang kekinian, khusus di pengalokasian lahan.
Kini riuh rencana pengembangan Pulau Rempang dengan Eco-City-nya. Semakin riuh karena warga tempatan yang disebut jumlahnya sekitar 10 ribu orang, terancam digusur alias direlokasi.
Sesungguhnya warga welcome dengan seabrek rencana PT MEG dan BP Batam, untuk mengembangkan pulau itu.
Namun mereka bersikeras dan kukuh tak mau direlokasi dari 16 kampung sejarah mereka.
Mereka protes keras hingga melakukan unjuk rasa.
Antara KWTE tahun 2024 dengan Rempang Eco-City di mana titik temunya?
Tampaknya beda visi. Sebab luas lahan yang dialokasikan ke PT MEG sekitar 17 ribu hektare di Pulau Rempang beda dengan poin perjanjian yang diteken jauh sebelumnya. Belum lagi visi terbaru dan peruntukan lahannya.
Itu maka Panahatan meminta Nyat Kadir yang juga sebagai anggota DPR RI, perlu menjelaskan secara transparan ke publik soal ini.
Nyat Kadir belum dapat dikonfirmasi terkait pernyataan Rudi yang seolah Pemerintahan Kota Batam terdahulu ikut bertanggung jawab di kisruh lahan Pulau Rempang. (red)