BatamNow.com – Kenaikan tarif jasa bongkar muat kontainer di Pelabuhan Kargo Batu Ampar Batam bisa menjadi isu yang kompleks dan sensitif, terutama jika oleh para pengusaha dianggap tidak wajar dan belum waktunya, kata Kepala Kanwil I Sumbagut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ridho Pamungkas.
Kanwil I KPPU membawahi wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) termasuk Provinsi Kepri (Kota Batam).
Menurut Kakanwil, pengaduan asosiasi pengusaha Batam tentang sengkarut permasalahan di pelabuhan Batam telah diterima KPPU.
Ridho kepada BatamNow.com, Selasa (25/07/2023) memaparkan ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai situasi kenaikan tarif jasa bongkar muat.
Pertama, kenaikan tarif jasa kontainer bisa menjadi hasil dari kebijakan BUP BP Batam dalam rangka meningkatkan pelayanan atau mengatasi masalah infrastruktur dan logistik.
Namun, jika tidak dikelola dengan tepat, dapat berdampak buruk pada bisnis dan perekonomian.
Kedua, sebagai satu-satunya pelaku usaha BUP, semestinya BP Batam dalam proses menentukan kenaikan tarif, penting untuk melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk asosiasi pengusaha, pelaku usaha, dan masyarakat.
Partisipasi stakeholder dapat membantu mengidentifikasi dampak potensial dan mencari solusi yang lebih dapat diterima oleh semua pihak.
Terakhir, kenaikan tarif sebenarnya adalah hal yang lumrah, namun harus didasarkan pada data dan analisis yang jelas serta komprehenshif, serta dipertanggungjawabkan secara transparan oleh pihak yang berwenang.
Jika ada keraguan tentang dasar kenaikan tarif, maka tuntutan untuk transparansi dan akuntabilitas dapat menjadi lebih kuat.
Ridho menambahkan, saat ini banyak pengusaha tengah berupaya bangkit pasca pandemi Covid-19, dan kenaikan tarif jasa kontainer dapat menjadi beban tambahan bagi mereka.
“Situasi pasca pandemi masih rentan dan penuh tantangan. Para pengusaha perlu melakukan banyak upaya untuk memulihkan bisnis mereka. Bahkan pengusaha justru perlu didukung dalam menghadapi tantangan pasca pandemi. Misalnya memberikan insentif atau bantuan untuk mengurangi beban biaya logistik atau meningkatkan efisiensi di pelabuhan. Maka dalam situasi seperti ini, kenaikan tarif jasa kontainer bisa menjadi pertimbangan yang sulit bagi pihak terkait, termasuk pemerintah dan BUP,” terangnya.
Menurutnya, dalam situasi pemulihan ekonomi pasca pandemi penting untuk mempertimbangkan bagaimana kenaikan tarif ini dapat mempengaruhi daya saing dan kelangsungan usaha para pengusaha.
“Jika ekonomi masih rapuh dan perusahaan masih berusaha untuk pulih, kenaikan tarif mungkin perlu ditunda untuk memberi ruang bagi pemulihan ekonomi yang lebih stabil. Artinya, keputusan tentang kenaikan tarif jasa kontainer harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan mendalam tentang situasi ekonomi dan sosial yang ada saat ini,” sarannya.
Pasalnya, kenaikan tarif jasa kontainer dapat mempengaruhi biaya produksi dan distribusi barang yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga barang kepada konsumen.
“Jika pengusaha merasa bahwa kenaikan tarif ini tidak wajar, maka mereka mungkin akan mengalami kesulitan dalam menjaga daya saing dan keberlanjutan usaha mereka.
Maka sebelum mengimplementasikan kenaikan tarif, penting untuk mempertimbangkan alternatif solusi yang mungkin lebih dapat diterima oleh para pengusaha. Misalnya, meningkatkan efisiensi operasional pelabuhan atau mencari sumber pendapatan lain yang tidak memberatkan bisnis dan masyarakat,” tukasnya.
Banyak ‘Hantu’ di Pelabuhan Batam
Sementara itu Ketua Apindo Batam Rafki Rasyid dan Wakil Ketua Kadin Kepri Marthen Tandirura menyebut tidak hanya praktik kartel, tapi banyak ‘hantu’ di pusaran aktivitas bisnis peti kemas (kontainer) di pelabuhan kargo Batam.
Akibat dari praktik kartel dan “hantu bergentayangan” terjadi pola bisnis tak sehat di pelabuhan.
Hal itu terungkap di acara talkshow Lipsus BatamPos yang ditaja baru-baru ini. Hadir juga di talkshow itu Ketua Aliansi Maritim Indonesia (ALMI) Osman Hasyim dan General Manager Unit Usaha Pelabuhan Barang pada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) BP Batam Ferry Wise Manullang.
Salah satu contoh kasus culas dipelabuhan yang dibongkar di acara itu, yakni besaran tarif Lift-on/Lift-off (LoLo) yang dikenakan agen/perusahaan forwarder yang diberi izin beraktivitas di pelabuhan itu bisa mencapai 400 persen dari tarif yang diatur dalam Perka BP Batam Nomor 27 Tahun 2021.
“Misalnya LoLo aja itu cuma Rp 200 [ribu] lebih, tapi sama pihak yang saya bilang tadi, yang di dalam genggaman dia tadi, itu bisa sampai Rp 800 [ribu] lebih, 400 persen mereka tagih. Belum lagi biaya railing,” kata Marthen.
Soal tarif ‘siluman’ itu, kata Marthen, pun sudah disampaikan ke Kemenko Perekonomian tapi belum terselesaikan hingga sekarang.
Selain itu betapa runyamnya pelayanan di pelabuhan itu dan BP Batam sebagai penguasa pelabuhan disebut seperti membiarkan keadaan buruk itu berlangsung atau tak ada tindakan. (RN/D)