BatamNow.com, Jakarta – Banyaknya ‘tangan’ yang memeriksa setiap kali kapal masuk perairan Indonesia dirasa cukup menyulitkan dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Untuk itu, dirasa perlu ditinjau kembali regulasi yang ada agar pemeriksaan cukup dilakukan oleh satu instansi saja.
Hal tersebut disampaikan Rahmat Nasution, Kepala Seksi Penjagaan Dan Penegakan Hukum Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam kepada sejumlah anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Kelautan DPR RI yang kunjungan kerja (kunker), di Batam, Senin (20/11/2023).
KSOP Khusus Batam mendorong adanya perubahan dalam UU Kelautan, khususnya bagaimana diatur hanya satu lembaga saja yang melakukan tugas pemeriksaan kapal yang berlabuh ke perairan Indonesia.
“Cukup satu lembaga saja yang melakukan tugas pemeriksaan kapal yang berlabuh ke perairan Indonesia. Selama ini terlalu banyak instasi yang melakukan pemeriksaan sehingga menimbulkan ketidakjelasan hukum,” ungkapnya.
Menurutnya, ketika kapal diperiksa oleh instansi yang berwenang harus jelas unsur tindak pidananya.
“Jangan sampai kapal belum jelas tindak pidananya langsung ditarik ke pangkalan. Sebab itu akan menimbulkan kerugian bagi para pelaku jasa maritim,” tukasnya.
Rahmat berkeyakinan bila pemeriksaan hanya ditangani oleh satu lembaga akan dapat meminimalisir kerugian-kerugian yang mungkin saja dialami perusahaan kapal dan pengguna jasa kapal, seperti kerugian bahan bakar, waktu, dan kemungkinan kerusakan muatan apabila kapal-kapal yang belum jelas tindak pidananya langsung “dikandangi” di pangkalan tanpa adanya kejelasan.
Dirinya menegaskan, bila keruwetan pemeriksaan terus dibiarkan, membuat kapal dari luar negeri enggan melewati Indonesia dan lebih memilih berlabuh ke Singapura.
Keluhan tersebut dibenarkan oleh Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Kelautan, Slamet, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
“Benar ada permintaan untuk dimasukkan dalam RUU Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, terkait pemeriksaan kapal yang masuk perairan Indonesia cukup dilakukan oleh satu lembaga saja. Sementara kami akan tampung untuk menjadi bahan kajian dengan berkaca pada realitas selama ini,” ujarnya.
Namun dirinya belum bisa memastikan apakah hal tersebut bisa direalisasikan atau tidak. “Ya, pasti akan kita bahas dulu di Pansus,” tukasnya.
Slamet juga menyoroti soal pentingnya penguatan penjaga laut dan pantai (coast guard), termasuk dalam regulasi.
“Pansus masih mempertimbangkan perlu tidaknya digabungkan fungsi dua lembaga pelaksanaan penyelenggaraan keamanan dan keselamatan laut yang selama ini dilakukan oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI dan Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) yang berada dibawah Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut Dan Pantai Direktorat Kepelabuhan Kementerian Perhubungan ini, menjadi satu lembaga,” terang politisi PKS ini.
Mungkin dengan dilebur dalam satu lembaga, maka pengamanan laut dan pantai akan lebih terkoordinasi dengan baik.
“Dengan penguatan keamanan laut melalui coast guard, kedaulatan negara akan terjaga dan tidak akan dilecehkan oleh negara lain. Selain itu, bisa membantu peningkatan kesejahteraan nelayan dan usaha jasa maritim lainnya,” pungkasnya. (RN)