BatamNow.com – Sejumlah LSM mensinyalir ada sejumlah megaproyek yang bakal terintegrasi dengan Rempang Eco-City. Selama ini Rempang Eco City yang masuk proyek strategis nasional (PSN) tersebut diklaim sebagai proyek hijau yang ramah lingkungan. Namun, faktanya bak jauh panggang dari api.
Yang terjadi justru berpotensi merusak lingkungan, bahkan tatanan sosial bermasyarakat dan berbudaya. “Demi investasi, pemerintah rela mengorbankan kehidupan warga Rempang yang sudah bermukim ratusan tahun,” kata Zakki Amali Research Manager Trend Asia, usai Peluncuran Laporan Bayang-bayang JETP dalam Konflik Rantai Pasok Energi Hijau Pulau Rempang, di Kekini Cikini, Jakarta, Kamis (26/09/2024).
“Pembangunan pabrik kaca oleh Xinyi itu ibarat smelter yang bahan bakunya dari pasir kuarsa. Produknya salah satu akan digunakan untuk pembangkit listrik tenaga surya yang akan dibangun di banyak tempat di Kepri, di mana muaranya adalah ekspor listrik ke Singapura,” kata Zakki.
Patut diduga, bukan hanya pabrik kaca yang akan dibangun di Rempang, tapi juga PLTU Batubara yang akan digunakan untuk mensupport pabrik kaca ini.
Tak hanya itu, megaproyek lain yang akan dibangun di sana yakni, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). “Saat ini saja tercatat ada 9 perusahaan atau konsorsium yang berencana membangun PLTS dengan total 11,3 GW,” jelasnya.
Nantinya, kata Zakki, PLTS-PLTS tersebut akan dibangun di sekitaran Kepri. Dengan kata lain, akan dibangun ekosistem bisnis yang saling terkait di Kepri. “Masalahnya adalah, integrasi bisnis di Rempang dan lain-lain diduga kuat telah melanggar hak-hak warga. Sebab, sejatinya tidak ada energi bersih dari rantai pasok yang melanggar hak-hak warga,” tegasnya.
Sementara itu, Boy Even Sembiring Koordinator Walhi Riau mengatakan, hak konsesi lahan yang diberikan oleh BP Batam ke PT MEG sebesar 17.000 hektare. Pada 2004 lalu dikatakan peruntukannya adalah proyek Kawasan Wisata Terpadu Eksekutif (KWTE). Namun, yang akan digunakan untuk pabrik kaca Xinyi hanya sekitar 2.000 hektare.
“Lantas kemana dan untuk apa sisa lahannya? Kami menduga akan dibuat bisnis-bisnis lain, termasuk panti pijat, rekreasi eksklusif, bahkan bukan tidak mungkin dibuka perjudian seperti ketangkasan dan lainnya,” kata Boy lantang.
Menurut Zakki, hal tersebut dimungkinkan. “Mungkin saja, karena kita juga tidak tahu project plan dari. PT MEG,” tandasnya.
Tidak itu saja, patut diduga akan marak nanti perdagangan manusia (TPPO), selain jadi tempat hiburan yang eksklusif sifatnya. Tapi tentu itu bisa dilihat dari izin yang diperoleh, apakah dibolehkan untuk melakukan kegiatan usaha di luar industri, di areal tersebut?
Ekspor Listrik
Diuraikan dalam laporannya, bahwa dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Batam 2023-2032, terdapat usulan pembangunan PLTS sebesar 126 MW atau setara 14,6% dari 860 MW total kapasitas tambahan yang diusulkan dalam 10 tahun.
Rencana ini ditujukan semata-mata untuk menggenjot transisi ke bauran energi terbarukan, di mana target bauran energi terbarukan di Batam yang hendak dicapai 35% pada tahun 2032. Rencana proyek ini nantinya akan tersebar di berbagai wilayah di Kepri. Tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik lokal, tapi juga untuk ekspor listrik ke Singapura, yang merupakan implementasi rencana ASEAN Power Grid (APG) yang kesepakatannya diteken awal 2000-an silam. Ditargetkan akhir 2027, ekspor listrik dari Indonesia ke Singapura telah berjalan.
Zakki menambahkan, komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) telah merubah wajah pemerintah Indonesia menjadi begitu menakutkan bagi rakyatnya sendiri dengan menginjeksi proyek-proyek kontroversial secara paksa, seperti terjadi di Rempang.
Seperti diketahui, pada KTT G-20 di Bali, akhir 2022 lalu, dicapai kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan negara-negara anggota International Partners Group (IPG) dan lembaga keuangan global dibawah Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) untuk memberikan pinjaman senilai USD 21,7 miliar yang diterjemahkan dalam proyek JETP. Nampaknya, pinjaman ini yang dikejar pemerintah sehingga memberi karpet merah bagi investor ke Rempang.
Namun, kabarnya Pemerintah Indonesia masih mencari dana hibah yang lebih besar lagi untuk mencukupi kebutuhan sana transisi energi yang dibutuhkan sebesar USD 248 miliar. (red)