BatamNow.com – Ratusan warga Rempang meminta kepada Presiden Prabowo Subianto turung tangan di PSN Rempang Eco-City, untuk menghentikan penggusuran/relokasi yang menjadi dampaknya kepada masyarakat kampung tua di pulau itu.
Permintaan itu disampaikan dalam aksi bersama oleh ratusan warga tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB), di samping gerbang masuk Kampung Sembulang Hulu, Pulau Rempang, Rabu (04/12/2024) siang.
Peserta aksi yang didominasi kaum wanita, membawa dan memampangkan poster dan spanduk mini berisi narasi senada, yakni menolak relokasi dan PSN Rempang Eco-City.
“Kepada bapak Presiden yang terhormat dan kepada bapak Tentara Nasional Indonesia, kami seluruh masyarakat Rempang yang berada di 16 titik kampung tua ingin menyampaikan aspirasi kami kepada bapak bahwasanya kami telah berjuang selama 1 tahun lebih mempertahankan kampung nenek moyang kami yang sudah turun temurun kami diami, tempat dimana temuni kami ditanam dan kami tidak mau kehilangan ruang hidup kami di Pulau Rempang,” kata seorang perwakilan warga dengan pengeras suara.
Warga menegaskan bahwa di pulau yang telah dihuni sejak ratusan tahun itulah hidup dan mati mereka.
“Bagi kami di sinilah tempat di mana tempat kami hidup dan di sini jugalah tempat kami mati. Pada hari ini kami semua masyarakat Rempang tetap meminta kepada Bapak presiden dan bapak TNI, hentikankan penggusuran di Pulau Rempang,” tegas warga.
Selanjutnya warga dalam aksi itu bersama-sama menyatakan sikap kukuh mereka yang menolak proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City, perampasan tanah adat, maupun relokasi.
Kampung Digusur, sama dengan Membunuh Nelayan
Aksi ini dilalukan warga untuk membantah beberapa klaim BP Batam saat RDP dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (02/12), yang dinilai tak sesuai dengan fakta di lapangan.
Salah satunya adalah pernyataan Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi, Sudirman Saad.
Di hadapan Komisi VI saat RDP, Senin kemarin, Sudirman mengungkapkan bahwa kampung-kampung nelayan di Rempang tidak mungkin dipertahankan demi proyek Rempang Eco-City.
“Intinya memang, BP Batam di kawasan prioritas untuk kawasan industri itu tidak memungkinkan untuk tetap dipertahankan kampung yang ada di sana karena memang kampung-kampung nelayan yang ada di sana itu akan dipakai untuk pelabuhan. Jadi pelabuhannya kan tidak bisa direlokasi, karena itu berkaitan dengan apa namanya, kedalaman laut yang ada di sana,” katanya.
PSN yang sumber investasinya dari Tiongkok itu, pun disebut akan go ahead. “Jadi dengan demikian, insya Allah PSN Rempang Eco-City ini akan terus kita jalankan. Tahun 2025 kami sudah mengusulkan untuk penambahan menggenapkan 961 unit rumah untuk menampung tahap 1 itu,” ucap Sudirman.
Koordinator Kampung Sembulang Hulu AMAR-GB, M Aris pun merasa kecewa atas sikap BP Batam yang ‘mengotot’ agar kampung warga di sana harus dipindahkan.
Lebih ekstrem, warga menilai pemaksaan menggusur kampung warga demi melancarkan pembangunan Rempang Eco-City, sama saja dengan membunuh warga yang berprofesi sebagai nelayan.
“Kami sangat kecewa dengan bahasa BP Batam itu. Karena kami mayoritas nelayan, jadi kalau seandainya mereka memaksa membangun di daerah kami artinya sama dengan mereka membunuh kami orang nelayan. Makanya kami sangat keberatan dengan bahasa itu, tolong,” kata Aris.
Diterangkannya, nelayan bisa terbunuh karena tidak akan bisa beraktivitas melaut seperti sediakala lagi jika proyek tersebut dibangun di sana. Melintasi areal perairan di sekitarnya pun, diyakini akan dilarang.
“Jadi kami minta bantu dengan pak Presiden dan TNI mohon untuk bagaimana caranya pemerintah mengatasi masalah ini,” lanjut Ketua RT di Kampung Sembulang Hulu itu.
Selain itu, warga Rempang juga membantah terkait jumlah yang setuju direlokasi. BP Batam menyebut sudah ada 433 KK yang menerima dari total 961 KK.
Namun lewat aksi hari ini, warga mengungkapkan data hasil pengecekan mereka di 5 titik kampung tua yang bakal terdampak tahap pertama PSN Rempang Eco-City.
Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) Ishak, menjelaskan bahwa hasil pemetaan mereka hanya 219 KK warga asli kampung di sana yang setuju direlokasi, dan 528 KK masih bertahan.
“Perlu kami tegaskan bahwa data KK yang di 5 titik kampung itu cuma kurang lebih 700-an. Dan yang menerima relokasi itu hanya 162 KK saja,” tegasnya.
“Kami sakit hati, kecewa kami dianggap minoritas. Makanya kami itu berbicara fakta, bukan berbicara seperti yang dibilang BP Batam itu. Berbicara data, tapi mari kita beradu data,” tambah Ishak.
Selain soal jumlah warga setuju relokasi, masyarakat Rempang juga membantah klaim BP Batam sudah berkomunikasi dengan baik kepada warga.
Dikonfirmasi terkait bantahan warga ini, Kepala Biro Humas, Promosi, dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait belum merespons pesan dikirim BatamNow.com, Rabu (04/12/2024). (D)