BatamNow – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) M. Azis Syamsuddin didampingi Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Supratman Andi Atgas memberikan keterangan resmi kepada masyarakat lewat Konferensi Pers di Gedung Senayan Jakarta, Selasa (13/10) terkait Undang-Undang Cipta Kerja dan kemudian diunggah pada Akun Fanspage Facebook DPR RI.
Dalam Konferensi Pers itu M. Azis Syamsuddin menyampaikan dalam pembahasan tingkat rapat kerja, sembilan fraksi telah menyetujui dan menyepakati melakukan pembahasan dan menyerahkan inventarisasi masalah.
Dalam proses Rapat Kerja Pimpinan Legislasi dan Pimpinan Rapat Kerja mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dilakukan sebanyak 88 kali dengan secara fisik maupun secara virtual. Pertemuan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh buruh, tokoh pendidikan dan pengusaha sejak 12 Februari hingga 5 Oktober 2020.
Setelah melalui mekanisme editing dan disusun dalam format kertas standar (legal paper) yang sudah menjadi kesepakatan ketentuan-ketentuan di dalam UU, Omnibus Law terdiri dari 812 halaman termasuk 448 halaman Undang-Undang Cipta Kerja serta penjelasannya.
Berdasarkan mekanisme Tata Tertib DPR RI Tahun 2020 khususnya dalam Pasal 164 Tata Tertib DPR RI, DPR memiliki waktu tujuh hari kerja, maka hari ini Undang-Undang Cipta kerja akan dikirim kepada Presiden sebagai kepala pemerintahan, sehingga Undang-Undang Cipta Kerja resmi menjadi Go Public secara mekanisme.
Pada kesempatan itu M. Azis Syamsuddin juga mengklarifikasi terkait tidak diberi kesempatan berbicara kepada fraksi tertentu yang seolah-olah membatasi untuk berbicara. Kepada Fraksi Demokrat telah diberi kesempatan untuk berbicara sebanyak empat kali untuk empat perwakilan. Dalam Tata Tertib DPR Pasal 312 dan 314 telah mengatur lamanya pembicara di dalam ruangan Rapat Paripurna. Di mana, setiap mic akan mati secara otomatis dalam waktu lima menit.
M. Azis Syamsuddin menjamin sesuai dengan sumpah jabatan dan seluruh Anggota Dewan, tidak ada pasal selundupan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, karena itu adalah perbuatan pidana.
Bagi setiap warga negara yang masih pro dan kontra terkait Undang-Undang Cipta Kerja dipersilakan untuk melakukan upaya konstitusional melalui Mahkmah Konstitusi (MK) sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD).(Panahatan)