BatamNow.com, Jakarta – Tidak diterapkannya secara menyeluruh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, sebagai turunan dari UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja oleh BP Batam, merupakan bentuk pelanggaran dan pembangkangan hukum. Hal ini bisa digugat, baik oleh masyarakat maupun pihak yang berkepentingan.
Hal tersebut dikatakan pakar hukum tata negara (TN) Dr Fahri Bachmid SH MH. “Produk Undang-Undang atau turunan harus sepenuhnya diterapkan, tidak bisa setengah-setengah. Ada konsekuensi hukum bila suatu produk hukum tidak sepenuhnya diterapkan,” ujar Fahri, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Menurut Dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar ini, produk UU atau turunannya yang sudah dibuat harus dilaksanakan seluruhnya dan konsisten. Tidak boleh dilaksanakan hanya sepenggal-sepenggal. Apalagi aturan turunan tersebut sebagai derivatif dari UU Cipta Kerja.
“Mandat hukum yang diberikan dari UU ke PP. Subjek hukum baik pejabat atau penyelenggara negara yang dimaksud di dalam aturan tersebut wajib terikat melaksanakan peraturan hukum tersebut. Karena produk hukum turunan itu sifatnya ex reviverbis (perpanjangan), sehingga tidak boleh disimpangi dengan alasan apapun atau hanya melaksanakan sesuai selera saja,” urainya.
Fahri menegaskan, tidak dijalankannya PP 41/2021 bisa dipersoalkan, baik oleh masyarakat maupun pihak-pihak yang terdampak atau punya kepentingan langsung.
“Pejabat negara yang terikat dan wajib melaksanakan ketentuan hukum, tapi tidak menjalankan, maka bisa digugat,” tegasnya.
“Harusnya tidak boleh ada pranata lain di luar dari apa yang digariskan dalam PP 41/2021 tersebut. Kalau berasal dari aturan lama harusnya gugur dengan adanya aturan yang baru. Kalaupun ikut dalam periodisasi, maka periode selanjutnya pranata atau jabatan itu harusnya sudah tidak ada lagi,” jelasnya.
Fahri menegaskan, dalam UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sumber kewenangan itu jelas diberikan oleh UU atau peraturan perundang-undangan. Kalau ada jabatan yang tidak diatur atau diperintahkan oleh hukum, maka pranata tersebut menjadi tidak sah atau ilegal.
“Itu bisa dipersoalkan di pengadilan. Bisa ke PTUN kalau itu setingkat keputusan atau jika aturan maka diajukan judicial review ke MA. Karena dianggap kebijakan hukumnya tidak berdasar perintah UU atau produk hukum turunannya,” tegasnya.
Dikatakan, harusnya kewenangan pada jabatan yang tidak sesuai perundang-undangan dianggap tidak ada. (RN)