Catatan Redaksi BatamNow.com
Pada Hari Jadi Batam (HJB) di tanggal 18 Desember 2021, Wali Kota Batam Muhammad Rudi berjanji menjadikan kota ini menjadi kota modern nan sejahtera.
Namun bagaimana jika ditinjau dari sudut pelayanan dan penagihan retribusi parkir jalanan yang masih konvensional dengan segudang masalah?
Kapan Batam memiliki sistem e-parkir di era digitalisasi kekinian?
Bukan hanya itu, diduga keras pemerimaan dari retribusi parkir ini pun dengan tingkat kebocoran yang tinggi, dari tahun ke tahun.
Asumsi para pengamat kota ini, penerimaan pendapatan retribusi dari parkir jalanan ini tidak equivalent dengan jumlah kendaraan, roda dua dan empat yang meyesaki kota ini.
Di Batam diperkirakan sebanyak 900 ribu unit kendaraan yang terdiri dari 700 ribu unit roda dua dan 200 ribu unit roda empat.
Sedangkan biaya retribusi setiap kendaraan roda empat parkir Rp 2.000 dan roda dua sebesar Rp 1.000.
Pada ulasan refleksi ini belum termasuk pajak parkir. Lain lagi itu.
Lalu berapa pendapatan dari retribusi parkir jalanan ini? Ambil saja contoh pelayanan retribusi parkir untuk tahun 2020.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemko Batam, pendapatan retribusi parkir jalanan selama tahun 2020, hanya sebesar Rp 4,6 miliar lebih, turun sekitar 35 persen dari pendapatan tahun 2019. Pendapatan tahun 2019 tercatat Rp 6,8 miliar lebih.
Lantas BPK men-judge Batam kehilangan penerimaan retribusi parkir minimal Rp 1,2 miliar.
Dinas Perhubungan Kota Batam pun “disemprit” BPK Perwakilan Kepri.
Dijelaskan terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolan parkir jalanan langsung maupun parkir langganan.
Antara lain; Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir oleh Dishub Kota Batam BELUM MEMADAI.
Pelaksanaan pemungutan retribusi parkir langganan belum menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).
BPK menyebut potensi kehilangan penerimaan retribusi parkir tahun 2020 minimal Rp 1,2 M lebih disebabkan Kadis Perhubungan dan Kepala UPTD parkir belum memedomani ketentuan dalam pemungutan retribusi parkir berlangganan. Dan Kadishub kurang optimal dalam pengendalian pelaksanaan kegiatan di OPD-nya. Alamak!
Lalu atas berbagai kesalahan disebut di atas pun, BPK merekomendasikan Wali Kota Batam memerintahkan Kadishub untuk memedomani ketentuan dalam pemungutan retribusi parkir berlangganan; berkoordinasi dengan Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah dalam rangka mendorong penerbitan NPWRD atas Wajib Retribusi Pelayanan Parkir di Kota Batam; menerbitkan dokumen SKRD sesuai ketentuan dalam pelaksanan pemungutan retribusi parkir secara berlangganan; melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan di OPD-nya sesuai ketentuan; memerintahkan Kepala UPT Parkir supaya memedomani ketentuan dalam pemungutan retribusi parkir berlangganan.
Masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam pengelolaan parkir kendaraan di Batam yang juga berpotensi merugikan penerimaan negara.
Hiruk pikuk kendaraan di satu kota merupakan indikator perkonomian kota itu maju.
Ditinjau dari aspek estetika pengaturan lalu lintas kendaraan dalam kota termasuk estetika pelaksanaan pelayanan parkirannya, Batam masih butuh waktu menjadi kota modern.
Hampir di beberapa ruas jalan di lingkungan pertokoan, ketertiban dan kenyamanan parkirnya masih sangat perlu dibenahi.
Yang sangat bermasalah, ruas jalan kiri kanan di celah pertokoan, misalnya, masih lebih banyak dimanfaatkan untuk parkir kendaraan dua jalur. Ini kerap mengganggu pengendara yang lewat karena space jalan sangat pas-pasan dan dikhawatirkan bisa bersenggolan.
Menjadi kota modern? Kadishub Kota Batam mesti segera membenahi administrasi, pelayanan dan pengamanan pendapatan perparkiran dengan cara dan sistem yang modern pula.
Jangan sampai dua kali masuk lubang yang sama. (*)