BatamNow.com – Ketua DPP LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara Kepri Panahatan SH mengatakan bahwa dugaan piutang Uang Wajib Tahunan (UWT) BP Batam atas pengalokasian tanah di “awang-awang”.
Hal itu ada benarnya jika dilihat dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) laporan keuangan BP Batam tahun 2021.
Dalam LHP itu dijelaskan bahwa total piutang UWT Rp 431 miliar.
Diketahui sejumlah Rp 138 miliar dikategorikan piutang tak lancar. Ada di atas 2 tahun.
Bahkan diketahui sekitar Rp 50 miliar dinyatakan BPK tidak diketahui statusnya atau mungkin sudah raib.
Terdapat 2.978 faktur UWT dengan umur piutang di atas setahun dan bahkan ada yang lebih dua tahun. Sementara 6.788 faktur UWT dinyatakan belum jatuh tempo per 31 Desember 2021.
Menjadi pertanyaan adalah mengapa muncul piutang sementara terhadap piutang UWT yang tidak tertagih sudah seharusnya dilakukan penarikan (tanah) lahan sesuai perjanjian.
Sesuai dengan Perka BP Batam No 26 Tahun 2021 mengatur bahwa pemohon alokasi tanah yang tidak melunasi seluruh faktur yang diterbitkan dalam 10 hari kerja, maka persetujuan alokasi tanah dan faktur batal dengan sendirinya.
Demikian juga bagi pemohon perpanjangan diberi batas waktu 30 hari kalender.
Parahnya lagi dalam temuan BPK itu sesuai keterangan Kepala Subbagian Akuntansi Pendapatan dan Piutang BP Batam, belum melakukan evaluasi dan belum dilakukan proses penagihan maupun proses penarikan lahan atas piutang UWT kategori tak lancar.
Demikian juga Kepala Seksi Kepatuhan Direktorat Pengelolaan Pertanahan mengakui belum pernah melakukan kegiatan penarikan lahan atas status piutang yang dinyatakaan tidak tertagih.
Musababnya BP Batam belum memiliki pedoman tentang tata cara penarikan lahan dan pemetapan status piutang dinyataan tak tertagih.
Kondisi seperti itu menurut BPK tak sesuai dengan Perka BP Batam No 6 Tahun 2013 tentang sistem akuntansi keuangan Bab IV.
Juga terhadap Perka BP Batam No 6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengeloaan Pertanahan.
Meski tak sesuai dengan peraturan dan banyak kelelamahan atas penanganan piutang UWT sejumlah Rp 431 miliar, BP Batam tetap juga mendapat Opini WTP dan penghargaan dari Menteri Keuangan.
Mengutip pernyataan Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa predikat opini WTP tak mejamin tak ada korupsi dari laporan keuangan yang diaudit BPK.
Itu maka Panahatan meminta Kejati Kepri agar melakukan penyelidikan dan penyidikan atas laporan keuangan BP Batam tahun 2021. “Kita berharap Kejati Kepri, khususnya Satgas Mafia Tanah agar masuk di sengkarut masalah lahan di BP Batam,” ujar Panahatan. (red)