BatamNow.com – Laporan keluarga Friska Ginting (42) yang meninggal diduga karena shock saat penggusuran Pasar Induk Jodoh ditolak Polda Kepri.
Alasan Polda Kepri, menurut pelapor, karena tidak ada pasal yang bisa disangkakan terkait insiden kematian Friska.
Kakak ipar Friska yakni Sembiring yang membuat laporan langsung ke Polda Kepri pada Senin (26/07/2021) malam. Ia didampingi seorang anggota komunitas pedagang di sana, yaitu Juned serta dua orang perwakilan ormas Pemuda Batak Bersatu (PBB) Lubuk Baja, Ginting dan Tambunan.
Dihubungi BatamNow.com pada Selasa (27/07), Juned mengatakan laporan itu dibuat karena penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Batam saat PPKM Level 4 mengakibatkan seorang pedagang di sana meninggal dunia diduga karena shock.
“Menurut kami, mengapa di masa Covid ini dilakukan penggusuran. [Yang mengakibatkan] serangan jantung terhadap si korban,” Juned menirukan ucapannya kepada petugas di Polda Kepri.
“Lama kami berdebat di situ, ada satu jam kami berdebat,” ujar Juned ke BatamNow.com.
Dijelaskan Juned, laporan pihak keluarga Friska tidak dapat diterima oleh Polda Kepri karena menurut petugas yang ada di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) tidak ada pasal yang bisa disangkakan.
Bendahara PBB Lubuk Baja Ginting juga menjelaskan, “sampai di sana [Polda Kepri] dibuka orang itu KUHP-nya, tidak ada di situ apa yang bisa kita bikin laporan.”
“Kalau mau dilaporkan, di mana titik kesalahannya, soalnya unsur kekerasan tidak ada katanya,” ujar Ginting menirukan ucapan petugas Polda Kepri yang ditemui di SPKT.
Sementara Ginting beranggapan, insiden yang mengakibatkan meninggalnya Friska ini tidak lepas dari unsur kelalaian.
“Misalnya kalau ada yang kecelakaan/ yang sakit harus diutamakan keselamatan. Sementara ibu itu sudah satu jam lebih pingsan di situ tidak ada respons dari kesehatan,” jelasnya.
Padahal menurut Ginting, di lokasi penggusuran itu juga diturunkan tim medis. “Ambulans ada,” ujarnya.
Ginting katakan, Friska sempat tersadar sebentar dan memang saat itu ia meminta tim medis untuk menjauh dahulu.
“Jadi respons dari yang sakit ini [Friska], ‘sana kalian, gara-gara kaliannya saya kayak gini’,” ujar Ginting menirukan ucapan Friska saat ditimpa shock.
Pada Friska dalam kondisi emergency, pihak keluarga pun meminta tim medis untuk menjauh dahulu. Itu maksudnya untuk mengantisipasi Friska kambuh lagi. Namun Friska kembali pingsan hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Ginting katakan, sekali itu saja tim kesehatan mendatangi Friska.
“Dibawa ke rumah sakit, 20 menit kemudian dapat telepon sudah meninggal,” jelasnya.
Ginting jelaskan, ia dan Tambunan yang adalah Satgas PBB turut menemani keluarga Friska ke Polda Kepri adalah untuk menjalankan fungsi pendampingan masyarakat oleh ormas PBB.
Hal senada juga disampaikan Ketua PBB DPC Batam Martua Susanto Manurung. “Ormas itu salah satu fungsinya untuk mendampingi masyarakat, maka dari itu saya instruksikan kepada PBB PAC Lubuk Baja untuk melakukan pendampingan terhadap warga Pasar Induk Jodoh,” ujarnya.
Menjawab WhatsApp BatamNow.com, Selasa (27/07) mengapa laporan pelapor ditolak?
Kabidkum Polda Kepri Kombes Pol Djoko Trisulo,
mengarahkan media ini langsung ke Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Harry Goldenhardt.
Namun Harry Goldenhardt yang juga dihubungi BatamNow.com melalui pesan WhatsApp masih belum merespons.
Penggusuran Pasar Induk Jodoh ini sudah berlangsung sejak tahun 2019 hingga pada akhirnya memakan korban jiwa.
Penggusuran pada Senin (26/07) kemarin berlangsung ketika Kota Batam masih dalam masa PPKM Level 4.(Hendra)