Laporan Khusus Redaksi
BatamNow.com – Polemik pembangunan Kantor Lurah Sukajadi, Kecamatan Batam Kota, masih terus bergulir.
Proyek yang diinisiasi Pemerintah Kota Batam sebagai bagian dari program peningkatan pelayanan publik ini justru menuai penolakan keras dari sebagian warga Sukajadi.
Hari ini, Senin (03/11/2025), Komisi I DPRD Kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga dan Pemko Batam di Gedung DPRD Batam Center.
Agenda ini menjadi forum resmi untuk mencari jalan tengah antara kebutuhan pelayanan publik dan tuntutan warga yang meminta proyek dihentikan atau dipindahkan.

Latar Belakang Pembangunan
Pemerintah Kota Batam melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) memulai kontrak pembangunan Kantor Lurah Sukajadi pada 26 Agustus 2025.
Adapun masa kontrak pengerjaan proyek selama 120 hari kelender dimana kontrak pengerjaa dimulai pada 26 Agustus 2025.
Nilai kontrak pengerjaan proyek sebesar Rp 1,31 miliar lebih oleh PT Surya Anandita Perkasa
Proyek tersebut menggunakan anggaran APBD Kota Batam tahun 2025, dan telah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai bagian dari peningkatan sarana administrasi publik.
Pemko beralasan, kantor kelurahan lama hanya sepelemparan batu dari proyek baru, sudah tidak memadai dan tidak lagi mampu melayani seluruh kebutuhan masyarakat Sukajadi yang penduduknya kini mencapai lebih dari 12.000 jiwa.
Kantor baru diharapkan menjadi pusat pelayanan administrasi kependudukan, perizinan, dan kegiatan kemasyarakatan.
Alasan Pokok Penolakan Warga
Namun, sejak awal pekerjaan dimulai, sebagian warga menolak pembangunan kantor tersebut.
Adapun alasan utama penolakan yang disampaikan dalam surat resmi dan pernyataan publik:
Lokasi dianggap tidak tepat. Kantor kelurahan direncanakan dibangun di area permukiman padat dan dekat kawasan komersial Sukajadi.
Warga khawatir aktivitas pelayanan publik setiap hari akan menimbulkan kemacetan, parkir liar, dan kebisingan, mengingat ruas jalan di kawasan itu sudah sempit dan padat kendaraan.
Potensi gangguan lingkungan dan keamanan. Aktivitas warga yang datang mengurus administrasi setiap hari dikhawatirkan mengurangi kenyamanan dan privasi penghuni sekitar.
“Kami bukan menolak keberadaan kantor kelurahan, tapi menolak lokasinya yang salah tempat,” ujar salah satu warga RW 05 Sukajadi.
Kurangnya sosialisasi dan partisipasi publik. Warga mengaku tidak pernah diajak pada musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) Kota Batam atau warga tak pernah diberi pemberitahuan resmi sebelum proyek dimulai.
Mereka baru mengetahui proyek sudah dilelang dan akan dikerjakan setelah alat berat masuk ke lokasi pada awal Oktober 2025.
Dugaan Ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Beberapa tokoh warga mempertanyakan status peruntukan lahan proyek yang disebut masih termasuk dalam zona perumahan dan fasilitas komersial, bukan zona perkantoran.
Apakah Alasan Penolakan Logis?
Secara sosiologis, penolakan warga dapat dipahami dan logis, meski tidak seluruhnya kuat dari sisi hukum administrasi. Alasannya:
Dari aspek sosial-lingkungan, keberatan warga beralasan karena pembangunan fasilitas publik di area padat memang berpotensi menimbulkan gangguan ketertiban dan kenyamanan.
Dalam konteks tata kota modern, penempatan fasilitas publik seperti kantor kelurahan idealnya berada di zona pelayanan atau mixed-use, bukan di jantung permukiman elit yang berorientasi hunian tenang.
Dari aspek komunikasi publik, Pemko Batam dinilai lemah dalam melakukan sosialisasi.
Proyek publik sekecil apa pun, apalagi di lingkungan padat, memerlukan pemberitahuan dan pelibatan masyarakat terdampak, minimal dalam bentuk konsultasi publik.
Ketiadaan komunikasi ini memicu resistensi yang sebenarnya bisa dihindari.
Namun, dari sisi administratif dan pelayanan publik, alasan penghentian proyek tidak sepenuhnya rasional.
Kantor kelurahan adalah urusan wajib pemerintah daerah, dan Pemko memiliki dasar hukum untuk melaksanakan pembangunan tersebut tanpa harus menunggu usulan warga melalui Musrenbang, selama sudah masuk dalam RKPD dan APBD.
Dengan demikian, penolakan warga logis secara sosial, tetapi tidak kuat secara legal-administratif.
Sikap Pemerintah Kota Batam
Pemerintah Kota Batam menegaskan proyek tersebut tetap dilanjutkan karena menyangkut kepentingan pelayanan masyarakat.
Namun, Wali Kota Batam Amsakar Achmad disebut membuka ruang dialog melalui DPRD agar pembangunan bisa tetap berjalan tanpa menimbulkan konflik sosial baru.
“Kantor lurah ini bukan proyek bisnis, melainkan fasilitas pelayanan masyarakat. Pemerintah tetap mendengarkan aspirasi warga, tapi kami juga punya kewajiban menyediakan pelayanan publik yang layak,” ujar seorang pejabat di Batam.

RDP DPRD Kota Batam
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada hari ini Senin (03/11/2025) di Komisi I DPRD Batam menjadi forum penting untuk mencari solusi.
Warga Sukajadi tetap bersikeras meminta penghentian permanen dan pemindahan lokasi proyek, sementara Pemko Batam mempertahankan rencana dengan penyesuaian teknis di lapangan.
Komisi I DPRD Batam dalam RDP berencana meminta dokumen perizinan dan tata ruang lokasi proyek.
Beberapa anggota DPRD Batam kepada media meminta Pemko Batam meninjau ulang status lahan dan dampak sosial proyek.
Memberikan rekomendasi apakah proyek perlu direlokasi, dilanjutkan dengan modifikasi desain, atau dihentikan sementara sampai hasil kajian keluar.
Dilema di Pusaran Proyek Ditinjau dari Beberapa Aspek
Antara lain, aspek legalitas proyek sah secara hukum karena sudah dianggarkan dan sesuai mandat UU No. 23 Tahun 2014 dan Permendagri No. 130 Tahun 2018.
Aspek Tata Ruang: Jika terbukti lokasi berada di luar zona pelayanan publik, Pemko perlu melakukan penyesuaian izin atau relokasi untuk menghindari pelanggaran RTRW.
Aspek Sosial: Resistensi warga adalah indikasi kegagalan komunikasi publik. Pemerintah perlu memperkuat pendekatan partisipatif agar kebijakan publik tidak menimbulkan resistensi sosial.
Dari Aspek Politik Lokal: DPRD Batam kini menjadi pihak penengah strategis.
Hasil RDP hari ini akan menentukan arah kebijakan — apakah proyek tetap jalan, direlokasi, atau ditunda hingga revisi perencanaan dilakukan.
Pembangunan Kantor Lurah Sukajadi adalah kebutuhan pelayanan publik yang sah, tetapi penolakan warga menunjukkan adanya masalah dalam proses perencanaan dan sosialisasi.
Alasan warga menolak tergolong logis dari sisi sosial dan tata ruang, namun tidak cukup kuat untuk membatalkan proyek dari aspek hukum dan kewajiban pemerintah.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa keberhasilan kebijakan publik tidak hanya diukur dari legalitas dan anggaran, tetapi juga dari penerimaan sosial masyarakat di lapangan. (Red)



