Laporan Biro Luar Negeri BatamNow.com dari Singapura
BatamNow.com – Singapura sebagai kota modern seluas 734,3 km persegi itu menduduki peringkat atas sebagai negara terbersih di dunia.
Selain bersih dan aman, kemegahan negera tersebut menarik para turis internasional duyun berkunjung ke sana.
Secara teori, semakin ramai pengunjung ke Singapura akan berdampak pada meningkatnya volume limbah dan sampah.
Namun jangan heran jika tak melihat sedikit pun tampukan sampah di setiap sudut negara berpenduduk 6,5 juta jiwa itu.
Lalu bagaimana sistem pengolahan sampah di negara yang yang dikunjungi 13,6 juta turis itu setiap tahun sehingga tetap bersih dari sampah?
Eric Taraja, Kepala Biro Khusus Luar Negeri BatamNow.com, melaporkan dari Singapura hasil penelusurannya kisi-kisi lain tentang sistem pengelolaan sampah rumah tangga dan industri oleh pemerintah negara di sana yang sangat ketat dan dengan sistematis.
Di stasiun moda transportasi, baik bus, taksi, MRT, LRT, bandara serta di tempat keramaian lainnya, tong sampah modern tersedia dan tertata rapi di setiap titik.

Sulit kita menemukan tong sampah penyok atau tong sampah asal-asalan di depan ruko di sana, misalnya.
Dan sulit menemukan penyapu jalan dan aktivitas petugas pengelolaan sampah karena kecenderungan cara membersihkan sampah tidak tergantung pada jumlah banyaknya penyapu jalanan.
Tapi sudah lebih mengarah pada alat yang canggih seperti mobil dan truk penyapu jalan.

Volume Sampah di Singapura Naik Terus
Tahun 1970-an Singapura menghasilkan sampah sekitar 1.260 ton/ hari.
Sering dengan kemajuan negara tersebut maka volume sampah pun terus meningkat.
Bahkan tahun 2021, Singapura menghasilkan 8.750 ton sampah per hari. Hal ini membuat pemerintah Lee Hsien Loong itu berpikir keras bagaimana peningkatan tata kelola sampah agar semakin baik dan modern.
Salah satunya bagaimana negara tetangga Kota Batam, Indonesia, itu semakin gencar memberlakukan penyediaan tempat sampah plastik berbayar.
Tata kelola sampah juga mempunyai aturan yang ketat dan sanksi hukum yang tegas kepada orang yang membuang sampah dengan sembarangan. Sanksi itu berupa denda uang.

Aturan dan sanksi yang tegas itu juga berjalan seiring dengan program peningkatan kesadaran masyarakat yang intens dilakukan pememerintah secara terus-menerus.
Dimana kampanye atau edukasi humanis akan kesadaran bahwa sampah harus ditempatkan dengan benar, dengan baik sesuai ketentuan di negara tersebut.
Bukan saja hanya di lingkungan warga, tapi melalui pendidikan di semua tingkatan sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak (TK).

Demikian juga di instansi pemerintah, termasuk regulasi tegas bagi pengelola perkantoran, perhotelan, mal, tempat rekreasi, rumah sakit, serta fasilitas umum lainnya.
Dan yang paling pokok, bagi pemerintah yaitu penggunaan anggaran pengelolaan sampah dengan tepat sasaran. Transparansi dan akuntabilitas para petugas pemerintahnya yang terjamin.

Singapura bersih dari sampah, maka jangan heran siapapun yang menginjakkan kakinya di sana, seolah terbius melihat lingkungan yang sangat bersih dari sampah.
Bahkan warga asing yang terbiasa sembrono membuang sampah di negaranya, mentalnya berubah total ketika masuk Singapura. Alam sadarnya, secara alamiah, seperti aktif.
Setiap orang harus membuang sampah pada tempatnya. Itu pasti. Kalau tidak, siapapun pasti disanksi. Di pujasera (foodcourt) misalnya, pengunjung yang selesai makan dituntut untuk membersihkan sendiri mejanya: membuang samah dan mengumpullkan peralatan makan ke tempat yang disediakan.

Di sudut mana pun di negara itu setiap saat dan setiap langkah orang dipelototin mata jutaan ‘mata malaikat’ alias CCTV otomatis dengan penindakan yang sudah tersistem di negara itu dengan teknologi canggih.
Sistem tata kelola sampah di Singapura merupakan terbaik di Asia dengan sistem teknologi yang mereka gunakan mulai dari pengumpulan, pengangkutan yang terintegrasi, pengolahan/ pembakaran dengan sistem vakum guna mencegah bau dan penyakit menular.
Namun Singapura mampu mengolahnya dengan rapi hingga ke ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), tanpa menunggu 500 tahun.
Sistem teknologi modern yang mereka gunakan sangat canggih sehingga setiap sampah yang mereka kumpulkan akan disortir dan dipisahkan dengan mesin auto.
Banyak sampah yang dapat difungsikan sebagai bahan industri kreatif.
Bahkan sampah tersebut dimanfaatkan sebagi sumber energi listrik. Sampah-sampah yang tidak dapat diolah, mereka bakar dengan sistem teknologi modern dengam suhu 1.000 °C, tidak menimbulkan asap volusi udara.
Sistem pembakaran tersebut bahkan dihubungkan dengan turbin sehingga menghasilkan sumber energi listrik yang bisa mendukung menerangi Singapura.
Pembakaran dilakukan nonstop setiap hari. Namun asap pembakarannya disaring dengan ketat sehingga cerobong asap yang tinggi sampai mencapai 150 meter tidak mencemari lingkungan udara alam Singapura.
Hasil pembakaran akan berubah menjadi debu dan tak butuh waktu 500 tahun untuk mengurai plastik sampah menjadi tanah.
Mengurangi sampah plastik ini sejalan dengan konsep Go Green yang mengkampanyekan aksi mengubah gaya hidup menjadi ramah lingkungan untuk mengurangi tingkat polusi dan sampah yang kita buang.
Semakau Island Terbentuk dari Debu Sampah
Nah, ada hal yang menarik di sini ketika BatamNow.com mencoba menggali informasi ke salah satu sumber terpercaya di sana yang tak mau disebutkan namanya,
Ternyata sampah yang dibakar tadi menjadi debu diangkut ke laut dengan tongkang dan kini sudah menjadi pulau.
Pulau tersebut seluas 350 hektare. Berada di tengah laut yang berjarak kira-kira 8 km dari daratan Singapura yang masih dapat nampak dipandang dari Batam.
Walaupun pulau ini tidak semegah dan sekilau megahnya Kota Singapura, namun Semakau Island mempunyai peran sangat penting dan vital bagi mendukung keberlangsungan kemajuan dan modernisasi negara tersebut.
Semakau Island dibangun mulai tahun 1999, secara teknis pulau tersebut didesain dengan 2 tahap atau 2 fase, karena pulau tersebut dikelilingi lautan.
Lantas bagaimana Singapura mengantisipasi agar sampah tersebut tidak mencemari laut?
Ternyata pulau tersebut diberikan struktur bangunan pembatas dengan laut lepas serta didesain ramah lingkungan.
Fase pertama Semakau Island dibangun dengan debu dan arang sisa pembakaran sampah. Kemudian di atasnya ditutupi dengan tanah serta tanaman hijau dan pepohonan.
Selanjutnya fase ke-2 dibangun tahun 2010 karena fase pertama sudah penuh dan menjadi daratan hijau.
Semakau fase ke-2 ini diperkirakan akan penuh menjadi daratan sekitar tahun 2035.
Saat ini sama sebuah pulau yang hijau ramah lingkungan, banyak burung dan tumubuhan serta berbagai binatang hidup dengan baik di sana.
Bahkan Semakau Island secara alamiah menjadi tempat berkumpul burung dan serangga.
Pulau ini bermetamorfosa sebagai tempat terbaik mengamati berbagai jenis burung di Singapura.
Pulau buatan ini kini juga menjadi tempat wisata serta tempat observasi burung serta ekosistem lainnya.
Banyak wisatawan berkunjung ke destinasi di sana. Bahkan para pencinta lingkungan dan ekosistem burung, Semakau Island adalah surganya.
Banyak kehidupan hewan di sana, membuktikan bahwa Singapura sebagai negara yang fenomenal di berbagai sektor baik ekonomi, perbankan wisata dan Singapura adalah negara terdepan dan tebaik di dunia dalam tata kelola sampah.

Lantas apakah Kota Batam, khususnya tidak belajar ke negara ini?
“Saya Ramadan kemaren ke Batam, dan saya syok dan alergi melihat sampah di sana berserakan, bau busuk dan banyak tikus dan banyak lalat beterbangan,” kata Mr Rohul warga Bangladesh yang bekerja setiap hari mengumpulkan sampah dengan mobil khusus di Singapura.
Bagi Singapura, sampah itu menjadi berkah bukan menjadi ancaman. (ET)