BatamNow.com – Ketua Harian Batam Shipyard Offshore Asosiation (BSOA) Novi Hasni mengungkapkan musabab penurunan drastis jumlah kapal yang akan melakukan repair (perbaikan) di Batam dalam 5 tahun terakhir.
Hal ini diungkapkan Novi dalam konferensi pers bersama Aliansi Gerakan Kebangkitan Industri Maritim Batam (AGKIMB) di Komplek Tunas Bizpark Batam Center, Selasa (03/08/2021).
AGKIMB adalah aliansi dari beberapa asosiasi seperti INSA, ISAA, BSOA, APBMI, ALFI, SERIKAT PEKERJA GALANGAN, APTRINDO dan ATAK.
“Kenapa lima tahun ini kita kehilangan kesempatan? Yang menjadi hambatan adalah jasa labuh/ tambat,” ungkap Novi.
Selama 5 tahun itu, para pengusaha maritim ini sangat terbebani oleh hal itu untuk melakukan docking repair. Padahal kata dia, sebenarnya Batam memiliki potensi yang sangat besar untuk repair dan maintenance.
Dampak dari jasa labuh/ tambat itu, kapal-kapal yang seharusnya kembali ke Batam malah melirik daerah lain yang adalah kompetitor, seperti di Kalimantan dan Makassar.
“Jadi, daerah lain yang dimaksud tidak memberlakukan jasa labuh/ tambat yang memang seharusnya tidak dipungut,” ujarnya.
“Sebenarnya ini adalah hak kami [kesepakatan tidak dipungut jasa labuh/tambat] yang tidak disadari oleh BP Batam dalam hal ini BP Laut,” lanjutnya.
Novi jelaskan, mengenai jasa labuh/ tambat yang tidak dipungut itu sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Perhubungan hingga Surat Edaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Akhirnya BP Batam Sepakat Tidak Pungut Biaya Jasa Tambat
Rapat antara AGKIMB dan BP Batam yang digelar di Ruang Marketing Center BP Batam pada Senin (02/08) menghasilkan 8 kesepakatan, salah satunya adalah peniadaan biaya jasa tambat.
“Alhamdulillah BP Batam sudah setuju mencabut jasa labuh/ tambat dan kembali ke Peraturan Pemerintah bahwa jasa tambat untuk kita Terminal Khusus Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) tidak dipungut,” ucap Novi.
Dengan adanya kesepakatan ini, Novi berharap kapal-kapal Indonesia akan kembali lagi melakukan docking repair di Kota Batam.
“Kami sangat menyadari bahwa multiplier effect dari kegiatan docking repair ini sangat banyak sekali, baik bagi pariwisata ataupun industri kecil,” jelasnya.
Dia tegaskan, perjuangan mereka masih akan terus berjalan tidak hanya sampai pada surat kesepakatan itu saja.
Aliansi, tambah Novi, tetap akan mengajukan revisi terhadap Perka Nomor 14 tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Pelayanan Pada Kantor Pelabuhan Laut.
“Kita tidak mau lagi seperti Perka 18. Setelah kita sepakati dan begitu kita baca ada lampiran pasal-pasal sisipan, pasal siluman,” sesalnya.
“Alhamdulillah, bahwa BP Batam sudah menyadari itu,” lanjutnya.
Parade Kapal-kapal Dagang akan Masuk ke Batam
Dengan diundangkannya PP 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, BP Batam tidak bisa lepas dari peraturan yang lebih tinggi di atasnya.
Novi mencontohkan, seperti di kepelabuhanan tidak bisa lepas dari Peraturan Kementrian Perhubungan atau di bidang lingkungan tidak bisa lepas dengan KLHK dan bidang Industri tidak bisa lepas dari Peraturan Menteri Perdagangan.
Sebenarnya, kata dia, dari 8 poin yang telah disepakati itu, jika poin kedua dilaksanakan dan Perka sudah ditandatangani maka bulan depan sudah banyak kapal yang akan masuk ke Batam.
Poin kedua yang disepakati itu berbunyi, Surat Edaran Kepala Kantor Pelabuhan Laut BP Batam No. 23/2018 tentang Persyaratan Dokumen Pendukung di Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Guna Pembebasan Biaya Tambat Kapal dicabut.
Dijelaskan Novi, di Batam tidak hanya ada shipyard tapi ada beberapa TUKS. Keberadaan TUKS ini akan memikat perusahaan marine based yang kapalnya telah beroperasi di Asia-Pasifik untuk kembali ke Batam.
Sementara sebelumnya, kata Novi, perusahaan marine based ini tidak mau masuk ke Batam karena jasa/ tambat yang tinggi.
“Jadi langkah kami berikutnya agar cepat kembali bergeliat karena negara lain meski kondisi lockdown tetapi kapal masih bisa masuk dan kami yakin kapal-kapal akan kembali ke Batam,” katanya.
Untuk kenaikan besaran tarif jasa labuh/ tambat bisa mencapai 200 persen pada 5 tahun terakhir, begitu kata Novi kepada BatamNow.com.
Dulu sistemnya progresif, dibagi sesuai rentang waktu sampai dikenakan 100 persen. Awalnya dalam Perka, itu tidak dipungut sama sekali. Namun begitu Perka diterbitkan ada sisipan pasal.
“Jadinya kami dikenakan 50 persen. Lalu ada edaran jika tidak mau dikenakan biaya harus menunjukkan bahwa kapal milik sendiri,” sebut Novi.
Hal inilah, katanya, yang menimbulkan banyak kapal-kapal yang tidak datang ke Batam.
Soal kenaikan tarif jasa labuh/ tambat ini kata Ketua AGKIMB Osman Hasyim, bisa lebih dari 200 persen dalam kasus dan ukuran kapal tertentu.
“Tapi itu dulu, kini Perkanya akan berubah. Tak ada lagi biaya labuh tambat. Gratis,” ujar Osman Hasyim yang juga Ketua INSA Batam.
Ia ungkapkan, dengan perubahan yang telah disepakati dengan BP Batam itu, parade kapal-kapal akan masuk ke Batam. Sehingga ekonomi Batam mudah-mudahan bangkit kembali.(PN/H)