BatamNow.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Wina Armada Sukardi, menegaskan bahwa Hendry Ch Bangun bukan lagi anggota PWI, apalagi sebagai ketua umum.
Pernyataan ini dikeluarkan untuk mencegah kesalahpahaman di masyarakat dan pemerintah mengenai status Hendry Ch Bangun.
“Saudara Hendry Ch Bangun sudah dipecat oleh tiga lapis struktur PWI,” kata Wina Armada kepada wartawan, dilansir dari RiauSatu.com, Rabu (19/02/2025).
Pemecatan Hendry Ch Bangun bermula dari keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat pada 16 Juli 2024. Ia dinyatakan bersalah atas penyalahgunaan dana Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI yang bersumber dari BUMN sebesar Rp 6 miliar dengan modus cashback.
“Dia mengambil uang organisasi seakan dana cashback itu diminta pihak BUMN,” jelas Wina Armada.
Selain itu, Hendry Ch Bangun juga dinilai membangkang terhadap keputusan Dewan Kehormatan dan melakukan pelanggaran organisasi. “Itu lapis struktur pertama.”
Pada lapis kedua, pemecatan dikukuhkan oleh Pengurus PWI Provinsi DKI Jakarta.
Setelah Pengurus PWI Provinsi DKI Jakarta mempelajari dengan seksama atas keputusan Dewan Kehormatan terhadap pemecatan Hendry Ch Bangun, lalu keanggotaannya pun dicabut, terang Wina Armada.
“Pengurus PWI Provinsi DKI Jakarta mengukuhkan pemecatan itu dalam proses berita acara pada 17 Juli 2024,” ungkap Wina Armada.
Hal ini, kata Wina Armada, karena Hendry Ch Bangun sebelumnya tercatat sebagai anggota PWI dari Provinsi DKI Jakarta, sehingga proses berita acara pemecatan harus dari Pengurus PWI DKI Jakarta.
Pada lapis ketiga, pemecatan Hendry Ch Bangun dilakukan dan diperkuat dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PWI, yang digelar di Jakarta pada 18 Agustus 2024.
Hasil KLB menegaskan, semua tindakan Hendry Ch Bangun setelah dipecat dinilai ilegal atau tidak sah. “Jadi pemecatan terhadap Hendry sangat terukur bukan keputusan kaleng-kaleng,” sebut Wina Armada Sukardi.
Wartawan senior ini mengungkapkan, Hendry Ch Bangun berkilah terhadap pemecatannya oleh Dewan Kehormatan, dinilainya tidak sah karena sekretaris Dewan Kehormatan sudah dia berhentikan lebih dahulu.
“Alasan ini hanya topeng saja untuk tidak mau melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat,” tegasnya.
Wina Armada yang menjadi salah seorang perumus Kode Etik Jurnalistik (KEJ) ini menguraikan, terhadap penolakan Hendry Ch Bangun tersebut dapat dibantah dengan tiga hal.
Pertama, keputusan Dewan Kehormatan yang ditolak Hendry Ch Bangun itu, merupakan keputusan lembaga Dewan Kehormatan, dan bukan keputusan individual.
Pemecatan terhadap Hendry Ch Bangun diambil dalam sidang pleno Dewan Kehormatan, bukan pendapat pribadi, termasuk bukan keputusan pribadi sekretaris Dewan Kehormatan.
Kedua, Sasongko Tedjo sebagai ketua Dewan Kehormatan dipilih dalam Kongres PWI di Bandung September 2023, namanya tercantum dan ada di dalam Akte Administrasi Hukum Umum (AHU), sehingga mempunyai legalitas dan kewenangan yang jelas.
Ketiga, Hendry Ch Bangun baik sebagai anggota maupun sebagai ketua umum tidak berhak melakukan pemberhentian terhadap anggota Dewan Kehormatan. “Itu ibarat kopral memerintah jenderal,” kata ahli hukum pers dan etika ini.
Demikian pula alasan Hendry Ch Bangun mengatakan sudah mendapat persetujuan dari rapat pleno diperluas untuk memberhentikan sekretaris Dewan Kehormatan, bagi Wina Armada mencerminkan ketidakpahaman yang bersangkutan terhadap hirarki aturan organisasi PWI.
Hal ini karena rapat tersebut tidak mempunyai otoritas atau kewenangan memberhentikan anggota Dewan Kehormatan.
Lagipula faktanya Rapat Pleno yang diperluas tersebut sama sekali tidak mengeluarkan keputusan memberhentikan sekretaris Dewan Kehormatan.
“Itu cuma keinginan dan tafsir Saudara Hendry Ch Bangun saja,“ tandas Wina yang pernah pula menjabat Sekjen PWI Pusat 2003-2008.
Wina Armada mengaku, sebenarnya dia enggan untuk melakukan konfrontasi mengenai masalah ini.
Dia menyatakan sebelumnya lebih mencari penyelesaian nyata, efektif, dan damai. Tapi berbagai informasi dan tudingan yang berat sebelah, membuatnya mau angkat bicara. “Anggap saja ini semacam hak jawab yang bersifat publik,” tuturnya.
Ihwal AHU yang digadang-gadang Hendry Ch Bangun untuk menunjukkan keabsahan kepengurusannya, lulusan Fakultas Hukum UI ini menjelaskan, itu merupakan tipu daya dan jebakan, lantaran AHU tersebut sejatinya saat ini sudah dan sedang dibekukan oleh Kemenkum.
Wina mempersilakan pihak terkait mengecek langsung ke Dirjen AHU agar tidak terjebak. Perhatikan saja dimensi waktunya. Hendry Ch Bangun mendaftarkan hasil pleno diperluas 9 Juli 2024, sedangkan pembekuan hasil pleno itu tertanggal 16 Juli 2024.
Modal AHU yang sudah diblokir itu yang digunakan kepada Pemprov Kalimantan Selatan untuk jadi tuan rumah Hari Pers Nasional (HPN) 2025.
Dia dinilai mencatut nama Presiden Prabowo Subianto, sejumlah menteri, dan Ketua MPR RI akan menghadiri acara tersebut.
Faktanya, berbanding terbalik dengan kenyataan. Gubernur Kalsel saja tidak hadir pada acara peringatan HPN 9 Februari di Banjarmasin.
“Jadi buat para mitra, mohon berhati-hati agar tidak menjadi korban bualan mengenai AHU,” tegas wartawan yang pernah mendapat beasiswa belajar hukum pers, politik, dan HAM di Amerika dari Pemerintah Amerika.
Berdasarkan hal itu, Wina Armada melanjutkan, Hendry Ch Bangun sama sekali bukan korban, apalagi terkena fitnah, melainkan justru dialah aktor utama.
“Dia mau menggunakan modus dizalimi sehingga diberi empati, tapi pemakaian strategi itu tidak tepat dan malah membuat dirinya banyak mengalami masalah,” tutur Wina Armada.
Konseptor sebagian besar regulasi di Dewan Pers ini mengungkapkan, dia dan Hendry Ch Bangun sama-sama satu angkatan dalam karier kewartawanan.
Pada tahun 1979, mereka mulai meniti pelatihan pers di Surat Kabar Kampus UI “Salemba” yang terkenal.
“Bedanya, saya lulus waktu pendidikan pers saat itu, sedangkan dia tidak lulus, sehingga tidak diterima di Surat Kabar Kampus UI Salemba,” ungkap Wina Armada.
Manakala terjadi perbedaan pendapat, tambah penulis banyak buku hukum dan etika pers itu, Hendry Ch Bangun pernah memakinya di media sosial.
“Dia bilang soal saya, nama kesohor tapi otak bego.”
Wina mengaku kala itu dia tak menanggapi ocehan tersebut, karena publik dapat menilai mana yang baik atau buruk.
Sebagai sahabat, Wina menilai sebaiknya Hendry Ch Bangun legowo, sumarah, dan kontemplasi. Jangan dikuasai oleh nafsu angkara murka.
“Bagaimana pun sebagai sesama wartawan senior, kita tidak mengharap dia mendapat stroke apalagi gangguan jiwa. Sebaliknya, dia tetap waras,” kata Wina Armada. (*)