BatamNow.com – Ketua DPP Kepri Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi dan Hukum Kinerja Aparatur Negara (LI Tipikor) Panahatan SH mengkritisi stakeholder di Kepri yang terkesan lambat dan “letoy” menindaklanjuti masalah labuh jangkar alias parkir laut yang mencuat belum lama ini.
Panahatan mempertanyakan mengapa seakan meminjam mulut Rocky Gerung nun jauh dari Sentul City di Bojong Koneng, Babakan Madang, Kabupaten Bogor untuk menyuarakan masalah labuh jangkar (lay up) itu?
Kata Atan, orang-orang di Kepri ini banyak yang jauh lebih hebat dari Rocky. “Masyarakat di sini tak ada yang dungu menyikapi masalah labuh jangkar ini,” ucapnya.
Dan hampir semua masyarakat Kepri, ujarnya, sudah tahu masalah labuh jangkar itu, tinggal penyelesaiannya yang mesti dikejar.
Atan menyebut dialog yang diadakan LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) itu sah-sah saja membahas kebijakan publik, meski serasa mubazir harus mendatangkan seorang Rocky.
“Silakan siapapun boleh bicara dan mengkritisi apa saja, tapi lihatlah kapasitas orang bicara tentang apa dan yang mana. Masak ahli filsafat bicara parkir. Kan terlalu turun derajatnya,” ujar Panahatan yang biasa disapa Atan itu dengan dahi mengkerut.
Rocky muncul di Batam (Kepri) pada Rabu (10/11/2021) dalam satu acara bertema “Dialog Etika dan Kebijakan Publik” yang ditaja LSM Gebrak.
Salah satu isu yang mencuat dibahas di acara di Hotel Travelodge, Batu Ampar itu soal labuh jangkar.
Selain Rocky, dua pembicara lainnya di acara itu, yakni Al Anwar Bogor Roy Murtadho dan anggota DPRD Kepri Uba Ingan Sigalingging.
Semula Uba yang menyingkap soal polemik labuh jangkar antara Pemprov Kepri dengan Dirjen Hubla Kemenhub.
Lalu bak gayung bersambut, isu yang dilempar Uba itu “digoreng” Rocky saat gilirannya sebagai pembicara.
Rocky mengatakan dampak ke depan adalah proses pembangunan akan terkendala di Kepri.
Kata Rocky, Kepri tidak akan bisa mengembangkan daerah sendiri, karena hanya menunggu transferan dari pusat.
Kebijakan pemerintah pusat seperti ini tidak ada etika, di mana masyarakat Kepri tidak diberi wewenang dalam mengelola sumber daya yang ada.
Pemprov Kepri sejak Maret 2021 mengawali menagih labuh jangkar di titik wilayah Perairan Galang, Kota Batam.
Namun tetiba pada September lalu, Dirjen Hubla Kemenhub mengeluarkan satu surat nomor UM.006/63/17/DJPL/2021, tentang Penyelesaian Permasalahan Pengenaan Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan oleh pemerintah daerah.
Pemprov dan DPRD Provinsi Kepri tak terima keputusan mendadak dari Dirjen Hubla, lalu meradang dan sempat berjanji akan menggugat ke Mahkamah Agung (MA).
“Sudahlah, kalau mau ditindaklanjuti dengan proses hukum perdata atau dengan opsi apa, lanjut saja. Jangan digoreng-goreng lagi,” ujar Atan menegaskan.
Atan juga mempertanyakan soal asumsi angka Rp 200 miliar pendapatan Pemprov Kepri yang akan hilang per tahun karena retribusi “parkir” laut itu diambil alih Kemenhub.
“Saya mendukung setiap pendapatan asli daerah, tapi pemerintah di sini harus jujur dan objektif,” tambah Atan.
Apa maksud jujur dan objektif dalam masalah labuh jangkar ini?
Lah iya, katanya 1 tahun Rp 200 miliar. Selama 6 bulan retribusi labuh jangkar itu ditagih daerah, saya dengar tak sampai Rp 200 juta.
Memang seperti yang dipahami Atan, penagihan retribusi itu di laut Kepri masih bertahap dan dimulai dari titik laut Nongsa, Batam.
“Coba klarifikasi ke BP2RD Pemprov Kepri berapa sebenarya total pendapatan selama 6 bulan itu. Benar nggak tak sampai Rp 200 juta. Lalu jika begini apa namanya,” tanya Atan.
Kata Atan, okelah jikalau daerah harus kita dukung, tapi semua harus jujur. “Jangan dipolitikin. Benar nggak besaran pendapatan itu segitu. Lalu kalau 6 bulan kan harusnya Rp 100 miliar. Katakanlah baru 1 titik, tapi infonya tak sampai Rp 200 juta,” tanyanya.
Dia tambahkan, harusnya masalah ini segera ditindaklanjuti. “Kalau Kemenhub mau digugat kita dukung, mau didemo kita dukung dan tak usah menggoreng ke sana sini, apalagi mengundang orang yang tidak punya kapasitas,” tegas Atan.
Dia malah menanya, Rocky tahu enggak dia masalah sebenarnya, bisa nggak dia berkontribusi menyelesaikannya.
“Jangan-jangan secara teknis Rocky dungu tentang labuh jangkar itu. Kalau asal omong saja ya siapapun bisa. Ngapain harus mendatangkan Rocky dengan menghabiskan biaya,” kata Atan mengakhiri.
Sementara itu, jauh sebelumnya Anggota DPRD Kepri Sahat Sianturi mengatakan bahwa rancangan peraturan daerah (Ranperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) telah disahkan menjadi Perda oleh DPRD Kepri.
“Di dalam Perda tersebut tak ada klausal yang khusus mengatur labuh jangkar. Dan Perda itu belum dinomori karena masih ada perbaikan dari Depdagri agar sekalian mengintegrasikan dengan RTRW darat,” kata Sahat.
Sedangkan menurut Ansar saat peresmian titik pertama labuh jangkar ini, Rabu (03/02/2021) mengasumsikan kontribusi PAD-nya sebanyak 15-20 persen bagi APBD Provinsi Kepri.
Dia memperhitungkan untuk satu GT dikenakan biaya Rp 700. Setiap hari, setidaknya 1 juta GT bisa melewati perairan tersebut, sehingga menghasilkan pendapatan sebanyak Rp 700 juta. (Hendra)
Rocky Gerung Halu nih min, urusannya sendiri aja gabisa diatasi… Baca Selengkapnya