BatamNow.com – Anggota DPRD Provinsi Kepri Taba Iskandar muncul menanggapi polemik jabatan ex-officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam yang ramai belakangan ini.
Berkata kepada BatamNow.com Jumat (14/05/2021), bahwa poin masalah yang sesegera mungkin diselesaikan adalah kepastian penyatuan atau integrasi Batam, Bintan dan Karimun (BBK).
Anggota dari Fraksi Golkar Kepri ini menilai bahwa diskusi dan polemik tentang ex-officio yang terjadi sekarang sudah mulai lari dari substansi.
Dan dia mengingatkan perdebatan tentang jabatan ex-officio yang malah cenderung bermuatan politis.
Padahal, ujar Taba, yang diperlukan kini adalah kepastian percepatan integrasi Dewan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (DK BBK) dan Badan Pengusahaan Batam, Bintan dan Karimun (BP BBK).
Intinya, menurut Taba, menyangkut tentang DK BBK dan BP BBK sudah terprogram dalam Undang-undang (UU) No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 41 Tahun 2021.
Maka, ujarnya, konsekuensi dari penyatuan atau integrasi BP BBK di PP tersebut dipastikan tidak tercantum lagi jabatan ex-officio Kepala BP Batam.
Dia tambahkan, di PP 41/2021 secara jelas dan tegas menyebut Kepala BP nanti dari kalangan profesional.
Mengapa pengintegrasian ini yang perlu disegerakan?
Karena menurut hemat Taba, masalah pengintegrasian kawasan ekonomi ini berhubungan langsung dengan percepatan pertumbuhan investasi dan ekonomi.
Taba mengingatkan semua pihak agar dapat fokus mendiskusikan tentang hal di atas.
Tak perlu larut lagi dengan jabatan rangkap itu, karena di PP tersebut dipastikan tidak ada lagi jabatan ex-officio Kepala BP Batam.
Untuk itulah maka Taba meminta kepada pemerintah kiranya sesegera mungkin tanggap atas polemik yang terjadi di Kepri (Batam), dan menyelesaikan substansi masalah.
Semua regulasi yang berkaitan dengan DK BBK dan BP BBK supaya disegerakan.
Dia memandang kondisi sekarang cenderung berlarut.
Dia mencontohkan kondisi berlarut dimaksud, yakni tentang penetapan peraturan pelaksanaan dari PP 41/2021 yang tinggal menghitung hari, tapi belum terbit.
Dalam Pasal 80 disebut, “peraturan pelaksanaan dari PP ini harus ditetapkan paling lama 4 (empat) bulan sejak PP diundangkan”.
Sementara PP itu sendiri diundangkan pada 2 Februari 2021.
Taba khawatir jika penyelesaian tentang kawasan BBK ini semakin berlarut.
Kepentingan politik, katanya, akan semakin menajam yang membuat ekonomi dan investasi mandek, bukan seperti yang diharapkan dalam prinsip dan roh daripada UU Ciptaker itu.
Pada momen ini, Taba mendorong agar Kemenko Perekonomian dapat bekerja lebih cepat dan tanggap atas polemik yang terjadi di daerah.
Kalau tidak, katanya, dia tambah khawatir akan kondisi yang cenderung dapat merugikan masyarakat di Kepri.(JS)