BatamNow.com, Jakarta – KBRI Kuala Lumpur melaporkan lagi sebuah kasus seorang tenaga kerja wanita (TKW) yang tidak mendapat gaji meski bekerja bagai asisten rumah tangga di Malaysia selama sembilan tahun.
DB, perempuan berusia 35 tahun asal Desa Bakuin Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, tidak mendapatkan upah dan mengalami kekerasan secara fisik.
Kasus ini bermula setelah KBRI mendapat aduan dari seorang agen tenaga kerja yang berkantor di Kota Bharu, Kelantan. DB, seorang buruh migran asal Indonesia melarikan diri ke rumahnya 29 Oktober 2020 karena gajinya tidak dibayarkan selama bekerja 9 tahun lebih.
DB juga mengaku sering menerima perlakuan kasar baik kekerasan fisik dan mental, hingga pendengarannya terganggu. Dia juga dipekerjakan di rumah dan bengkel dengan waktu kerja yang terlalu panjang, tanpa diizinkan berkomunikasi dengan keluarga di kampung.
Pada 2 November 2020, kasus tersebut dilaporkan oleh pihak agensi ke Jabatan Tenaga Kerja (JTK) Kelantan dan kemudian ditindaklanjuti sebagai kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang/TPPO.
Kemudian pada 22 November 2021, pihak JTK Kelantan dan kepolisian Malaysia (PDRM) menangkap sang majikan.
Di Mahkamah Sesyen Kota Bharu, Kelantan, majikan dituntut dua hukuman pidana yakni atas kesalahan TPPO dalam bentuk kerja paksa berdasarkan pasal 12 Akta Anti Pemerdagangan Orang dan Penyelundupan Migran (ATIPSOM) dan atas kesalahanan penganiayaan berdasarkan pasal 324 Kanun Keseksaan.
Kasus diperiksa oleh Hakim Mahkamah Sesyen Kota Bharu, Tuan Ahmad Bazli bin Bahruddin. Majikan sendiri tidak menjalani masa tahanan setelah membayar jaminan untuk kedua dakwaan.
Seiring dengan berjalannya kasus di Mahkamah, pihak majikan melakukan pendekatan melalui Jaksa Penuntut Umum agar kasus dapat diselesaikan di luar mahkamah dengan menawarkan penyelesaian pembayaran seluruh gaji DB.
Namun, tawaran tersebut ditolak oleh DB. Sebab, gaji pokok yang dituntut oleh DB untuk masa kerja selama 9 tahun 3 bulan tidak sesuai perhitungan.
Setelah DB memberikan keterangan sebagai saksi korban pada 30 Desember 2021, Mahkamah Tinggi Kota Bharu membacakan vonis pada 17 Januari 2022 yang menyatakan majikan tidak bersalah dan bebas dari hukuman.
Jaksa Penuntut Umum pengadilan sudah mengajukan banding atas putusan ini dan masih diproses.
Sementara belum ada terbitan resmi putusan sidang, KBRI Kuala Lumpur telah menyiapkan gugatan perdata bagi majikan DB dengan menunjuk kuasa hukum.
Satgas PPT KBRI Kuala Lumpur melalui pengacara telah mengirim surat pemberitahuan yang berlaku tujuh hari pada 16 Februari 2022, sebelum melayangkan gugatan resmi ke pengadilan.
“Apabila majikan tidak memberikan tanggapan dalam tujuh hari sejak surat diterima, maka sebagai tindak lanjut, pengacara akan mendaftarkan tuntutan secara resmi,” kata Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono kepada Tempo dalam sebuah keterangan, Sabtu (19/02/2022).
Berdasarkan data yang dijumlahkan untuk tunggakan gaji DB, KBRI Kuala Lumpur di Malaysia akan menuntut dengan estimasi RM 200.000 atau Rp 683.035.000. Nilai itu belum termasuk dengan biaya pampasan untuk cedera fisik yang diderita oleh DB dan biaya karantina pada saat pemulangan. (*)
sumber: Tempo