BatamNow.com, Jakarta – Pembukaan tempat wisata di Kepulauan Riau dengan sistem gelembung perjalanan (travel bubble) nampaknya akan menemui kegagalan. Ini nampak dari ketidakseriusan pemerintah menindaklanjuti hal tersebut.
Jika sebelumnya Pemerintah Pusat dengan lantangnya menyatakan, membuka perjalanan wisata Batam-Bintan-Singapura (BBS) pada 24 Januari 2022, ternyata Pemerintah Singapura belum memberi izin warganya plesir ke daerah tersebut. Baru, dua hari terakhir, Pemerintah Singapura mengizinkan warganya bepergian. Alhasil, Pemerintah melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kembali merevisi pembukaan wisata dengan skema travel bubble ke BBS, menjadi 18 Februari 2022.
Konon kabarnya, sejak dibuka 24 Januari lalu, jumlah turis yang masuk ke Batam dan Bintan tidak seheboh gaung pembukaan travel bubble yang disampaikan Pemerintah Pusat.
Akhir-akhir ini mencuat wacana wisata ke Kepulauan Riau hanya dengan bukti vaksinasi Covid-19 lengkap, atau Sea Vaccinated Travel Lane (VTL). Ini telah coba dijalankan oleh Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies/ Asita) Kepulauan Riau dengan Johor, Malaysia.
“Travel agent berharap dukungan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk membuka perbatasan antara Kepri dengan Malaysia menggunakan sistem Sea VTL,” ungkap Sekretaris Asita Kepri Hanny, Selasa (15/2/2022).
Saat ini, VTL dengan Malaysia sudah berlaku, namun masih terbatas pada jalur penerbangan melalui Bandara Soekarno Hatta. Untuk itu, Asita Kepri meminta pemerintah membuka VTL melalui jalur laut, antara pelabuhan di Batam dan Johor. “Apabila VTL laut dengan Johor dibuka, tidak hanya pelancong dari Malaysia yang bisa masuk ke Batam. Sebaliknya juga dari Batam bisa ke Negara Jiran,” terangnya.
Banyak pihak menilai, skema VTL sangat cocok diterapkan, khususnya di wilayah perbatasan. Dengan VTL, papar Humas Asita Sumantri Endang, pelaku perjalanan boleh melanjutkan perjalanan ke tempat lainnya. Misalnya, mereka hendak berbelanja ke daerah Nagoya di Batam atau hendak ke Natuna.
Skema VTL jelas berbeda dengan travel bubble. VTL cukup digunakan di satu pintu, lalu pelancong bisa bepergian ke berbagai tempat. Sementara dengan travel bubble, hanya daerah yang ditunjuk saja yang dapat dikunjungi oleh turis, sementara daerah lain tidak bisa.
Banyak pihak meyakini skema VTL akan lebih unggul daripada travel bubble. Bila demikian, apakah pemerintah tetap akan menerapkan skema tersebut atau mungkin mencoba VTL? Bisa juga dengan skema travel bubble yang diperluas, seperti yang sudah sukses diterapkan oleh Malaysia, melalui program Langkawi International Travel Bubble. Pada skema yang mulai diterapkan 15 November 2021 tersebut, para pelancong tidak perlu menjalani karantina, tetapi diharuskan tinggal minimal 7 hari di Pulau Langkawi sebelum diperbolehkan mengunjungi wilayah lain di seluruh Malaysia.
Faktanya, program tersebut mendapat sambutan hangat dari para turis. Terbukti, hingga 14 Februari 2022, sebanyak 4.739 pelancong dari 99 negara telah masuk ke Malaysia dan 138 di antaranya dari Indonesia. (RN)