BatamNow.com, Jakarta – Kebijakan pemerintah membuka kembali ekspor pasir laut terus menuai penolakan dari berbagai pihak. Bahkan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengaku siap melayangkan gugatan terkait kebijakan yang dinilai berpotensi besar merusak kelestarian lingkungan tersebut.
Pertengahan Mei 2023 lalu, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Salah satu poin dari regulasi tersebut adalah membuka kembali izin ekspor pasir laut.
“Kami di WALHI sebetulnya sedang mendiskusikan kemungkinan untuk mengambil langkah hukum. Tapi ini masih diskusi dengan tim hukum di WALHI dan kawan-kawan WALHI di seluruh Indonesia mengenai kemungkinan mengambil langkah hukum menggugat PP ini,” jelas Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI, Parid Ridwanuddin, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (01/06/2023).
Parid menegaskan, pihaknya akan pasang badan untuk menolak kebijakan tersebut agar tidak melanggengkan kerusakan, tapi konsentrasi pada kelestarian.
Menurutnya, yang utama sekarang adalah meluaskan penolakan di masyarakat. “Kami akan terus suarakan penolakan karena memang kebijakan ini bisa membuat rakyat jadi korban nantinya,” tegas Parid.
Di sisi lain, Greenpeace Indonesia juga sepakat untuk menggugat kebijakan tersebut. “Tentu kami dukung bila WALHI atau organisasi lingkungan hidup lainnya menggugat kebijakan tersebut,” kata Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah, dalam keterangan persnya, di Jakarta, hari ini.
Dia mengatakan, aktivis lingkungan akan mendiskusikan peluang-peluang yang bisa dilakukan dalam rangka menolak regulasi tersebut. Salah satu upaya yang tengah dilakukan yaitu, mendesak pemerintah mencabut PP 26/2023.
“Kami butuh dukungan dari masyarakat. Kita harus kampanyekan ini. Kemudian, kami juga Greenpeace sudah membuat petisi untuk meminta Presiden Jokowi mencabut,” tegasnya.
Dirinya berharap masyarakat utamanya yang tinggal di pesisir pantai dan nelayan juga ikut menyuarakan lantang penolakan ini. “Kami berharap warga ikut menolak kebijakan ini supaya menjadi perhatian pemerintah,” pungkasnya. (RN)