BatamNow.com – Bentrokan pada Kamis (07/09/2023) pagi itu pecah di Jembatan IV Barelang, Tanjung Kertang, Pulau Rempang, Galang, Batam.
Tangis dan jeritan warga memuncak manakala Tim Terpadu Kota Batam menyemprotkan gas air mata dan water cannon ke warga di Jembatan IV Barelang, Kelurahan Rempang Cate, Pulau Rempang.
Sejumlah warga di sana yang sempat mengadang kedatangan tim di Jembatan Sultan Zainal Abidin itu akhirnya kocar-kacir menyelamatkan diri karena ditembaki aparat dengan gas air mata dan water cannon.
Warga yang dalam perjuangan kerasnya untuk mempertahankan marwahnya memang sempat mengadang kehadiran kedatangan Tim Terpadu agar tak masuk ke Pulau Rempang melakukan pengukuran lahan-lahan dari 16 kampung sejarah di sana.
Kedatangan personel yang sama sudah terjadi sebelumnya tapi dengan jumlah yang tidak sebanyak, selengkap, semasif serta seeksesif ini.
Pada peristiwa Kamis pagi itu, banyak warga termasuk emak-emak terisak tangis dan menjerit-jerit karena terpapar pedih dan perihnya reaksi gas air mata yang menerpa kelopak mata mereka. Gas air mata yang ditembakkan personel secara beruntun ke kerumunan warga dan bahkan banyak yang sempat mengalami pingsan.
Bahkan anak-anak siswa SMP Negeri 022, SD Negeri 024, Pulau Rempang yang tak jauh dari Jembatan IV juga ikut terpapar gas air mata. Mereka dikabarkan jatuh pingsan lalu harus dilarikan ke rumah sakit.
Pengadangan tak hanya terjadi di Jembatan IV, tapi di beberapa titik di sepanjang Jalan Trans Barelang hingga ke persimpangan Sembulang kira-kira 17 kilometer dari jembatan akses .
Jumlah aparat dari unsur TNI dan Polri yang dikerahkan kali ini, menurut hitungan masyarakat, sangat fantastis. Diperkirakan 1.000-an personel.
Selain personel TNI-Polri, Tim Terpadu juga terdiri dari Satpol PP, Ditpam BP Batam dan yang lainnya. Semuanya aparat dengan persenjataan lengkap.
Banyak menyebut dan mempertanyakan rasio jumlah personel yang diturunkan dengan perlengkapan taktis tak sepadan dengan jumlah warga yang mengadang Tim Terpadu. Mengapa sebanyak itu?
Begitulah belakangan ini kondisi yang dialami sekitar 10.000 warga Rempang dan Galang yang berada di 16 kampung sejarah masyarakat adat tempatan.
Pengakuan warga, tanpa interval waktu dan sosialisasi yang memadai tetiba saja upaya relokasi terhadap warga asli Pulau Galang, datang dari BP Batam.
Mereka terhenyak. Warga menolak keras ancaman relokasi itu.
Dan, Aliansi Pemuda Melayu sampai mengingatkan agar tak terjadi intimidasi.
Sementara Tim Terpadu yang sempat dirintangi warga pada Kamis kemarin hingga malam, sudah masuk di Kelurahan Sembulang untuk melakukan pengukuran lahan hari ini, Jumat (08/09).
Warga pun kini melakukan penjagaan ketat di setiap kampung mereka.
“BP Batam berupaya keras hendak mengusir kami dari kampung sejarah kami, anak-anak kami menjadi trauma melihat keadaan yang mencekam dan tak pasti ini,” kata beberapa warga kepada media ini pasca bentrok di Jembatan IV itu.
Itu kondisi yang dialami masyarakat Pulau Rempang yang memiliki sejarah nan panjang sebagai masyarakat tempatan adat Melayu di sana sekian ratus tahun lalu. BP Batam dijuluki kini “tuan takur” ini entah berwujud apa kala itu.
“Mulai dari moyang kami sudah berdiam di kampung di sini sejak tahun 1834, jauh sebelum Indonesia merdeka, tapi kami diusir paksa dengan dalih relokasi,” keluh warga.
Mereka bahkan sampai menganalogikan penderitaan yang menderanya kini seperti nasib yang dialami warga Palestina di Timur Tengah yang diusir paksa Israel dari tanah kelahiran dan tanah sejarahnya.
“Sudah kayak Palestina kampung kami, dihalau dari kampung sendiri, ditembaki segala macam,” kata Sani, tokoh Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT) Pulau Rempang.
Demikian juga Syamsul Rizal Ketua LPM Rempang Cate yang juga tokoh KERAMAT, mengamini analogi itu.
Tragedi kemanusiaan di Palestina yang hingga kini belum berujung dari tekanan Israel yang kerap dijuluki zionis itu.
Namun warga Palestina tetap berjuang mempertahankan tanah airnya dari keserakahan Israel, tak ada dunia yang tak tahu itu.
Ditembaki polisi Israel sehingga banyak meregang nyawa, diintimidasi dan tindakan kekerasan lain yang tak manusiawi sepanjang masa. Dan bahkan anak-anak Palestina banyak korban tentara Israel.
Meski begitu, warga Palestina tetap terus berjuang melawan tekanan demi tekanan. Berjuang dengan ceceran darah demi mempertahankan tanah sejarah mereka dari keserakahan Israel mencaplok tanah air mereka.
Warga Pulau Rempang, kini juga berjuang mati-matian mempertahankan tanah sejarah mereka ditengah suara dar-dor pada peristiwa sepanjang hari Kamis itu
“Jangan Palestina-kan kami…” kata waga Pulau Rempang seperti mengiba.
Ucapan mengiba itu disampaikan saat mereka tercenung lesu saat duduk berkelompok di kawasan Jembatan IV karena masih letih serta lelah pasca menghadapi semprotan masif gas air mata secara beruntun dari aparat Tim Terpadu yang membuat banyak dari mereka terkapar. (tim)