News Analysis
Oleh: Tim News Room BatamNow.com
Amanah Pasal 80 PP 41/2021, pengaturan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) sebagai berikut;
“Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini HARUS ditetapkan paling lama 4 (empat) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.”
Namun, pasca deadline pada 2 Juni 2021, peraturan pelaksanaan itu tak kunjung terbit. PP itu sendiri diundangkan 2 Februari 2021, di Lembaran Negara RI.
Jauh hari, Presiden Jokowi berkali mengingatkan pentingnya UU Ciptaker “dikebut”.
Maksud dan tujuan, salah satunya, memangkas rimba berbagai perundangan yang dianggap tumpang tindih di pusaran pelayanan perizinan berusaha dan berinvestasi.
Untuk itu, UU Ciptaker ini seyogianya full power mem-bypass berbagai penyakit prosedur yang berbelit itu.
Namun, jika melihat implementasi dari PP tersebut, justru terkesan tak selaras dari prinsip UU Ciptaker itu sendiri, khususnya di penyelenggaraan KPBPB.
Tak selaras karena melihat tindak lanjut implementasinya yang lambat. Bukan hanya peraturan pelaksanaan PP 41/2021 itu yang tak kunjung diterbitkan, pun PP itu sendiri belum dijalankan di KPBPB.
53 Perizinan Menjadi Otoritas BP Batam
Ada beberapa perizinan “baru” dari 53 item perizinan yang akan dijalankan di tiga KPBPB sebagaimana tercantum di lampiran PP itu sendiri.
Untuk menjalankan aturan peraturan ini pun andai sudah terbit, masih memerlukan adaptasi yang juga memakan waktu dalam pelaksanaannya.
Sementara peraturan pelaksanan PP ini sendiri masih mendengkur, meski sudah melewati deadline.
Penjelasan resmi dari pemerintah pun tak ada soal ini. Seakan tak ada masalah. Padahal masyarakat kini menanti-nanti terobosan-terobosan tajam memperbaiki perekonomian nasional, apalagi di masa pandemi ini.
Apakah dengan tidak diterbitkannya aturan turunannya, PP ini dapat dijalankan pemerintah secara efektif?
Kalau efektif, mengapa tak sedari awal? Mengapa harus membuang-buang waktu sampai berbulan hingga sekarang.
Padahal sejarah mencatat, saat proses pembuatan UU ini pada tahun 2020 tak terbantahkan telah menghabiskan energi yang tak terkira ditengah gaduh nasional. Demonstrasi besar-besaran di mana-mana, dan diyakini menelan biaya negara yang cukup besar untuk mengamankannya.
Kebiasaan Birokrasi Mengulur-ulur
Sebagaimana kajian awal, regulasi ini sebagai instrumen yang spesifik untuk mendorong percepatan iklim arus masuk investasi dengan dukungan aturan yang sederhana dan efektif sebagaimana spirit UU itu.
Regulasi sederhana dalam rangka mendorong iklim perekonomian nasional untuk bergerak lebih kencang; dapat menyerap tenaga kerja secara masif.
Tapi semua spirit UU dan perintah PP itu terasa hambar karena implementasinya “masih pakai lama”.
Semakin hambar kala mendengar pendapat Dr Emy Hajar Abra SH MH yang Dosen Hukum Tata Negara Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) Batam ini, tentang belum terbitnya peraturan pelaksanaan dari PP itu.
Kata Emmy, adalah hal yang biasa dalam perjalanan peraturan pemerintah. Mengulur-ulur penerapan peraturan seperti itu sudah lumrah.
Kalau bicara ideal, tambah Emmy, seharusnya peraturan pelaksanaannya sudah ditetapkan.
“Jangankan bulan, bahkan tahun pun sudah biasa dan sudah lazim,” ucap Emmy.
Lalu mengapa paradigma jadul sedemikian masih dipelihara?
Bukankah kusutnya birokrasi, kelambanan pelayanan perizinan itu yang segera harus diterabas lewat UU Ciptaker, tanpa mengulur-ulur waktu?
Jika berkaca dari pernyataan Emmy Hajar, tampaknya, paradigma lama ini ternyata belum move on, paling tidak di pusaran PP KPBPB.
Kalau demikian jadinya, alangkah mahalnya harga yang harus ditebus atas proses terbitnya UU Ciptaker, namun di hilir bergerak sangat lambat dan serasa membingungkan.
Demikian juga pembentukan Dewan Kawasan PBPB di Batam, Bintan dan Karimun sebagaimana dalam Pasal 74 ayat (3), PP 41/2021.
Dalam PP pengaturan KPBPB menyebut “Penyusunan pembentukan Dewan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh menteri yang mengoordinasikan urusan pemerintahan di bidang perekonomian paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku”.
Sementara memasuki bulan ke-5, belum ada tanda-tanda pembentukan DK tersebut.
Tampaknya pemerintah masih memilih opsi “paling lambat”, ditengah ambisi pemerintah mempercepat.
Bukan hendak bersyak wasangka atas kesibukan para petinggi negara kini tengah pencitraan untuk maju di Pilpres 2024, sehingga upaya mengebut implementasi PP 41/2021 ini “keleleran”.
Catatan media ini, Presiden Jokowi, dua minggu lalu, menumpahkan kekesalannya lagi pada rapat virtual di hadapan para menterinya, tentang lambatnya pemulihan ekonomi nasional.
Pemerintah, kata Jokowi, telah menggelontorkan dana sekitar Rp 700 triliun.
“Saya masih melihat ada program yang tidak jelas ukuran keberhasilannya. Tidak jelas sasarannya,” kata mantan Wali Kota Solo ini.
Apakah implementasi PP 41/2021 tentang KPBPB ini salah satu program nasional yang belum jelas sasaran itu?
“Semoga saja pemerintah pusat terjaga dari tidurnya,” ini meminjam istilah Taba Iskandar mengomentari kondisi implementasi PP KPBPB yang belum dijalankan ini.(*)