BatamNow.com, Jakarta – Laporan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek Masjid Bandara Hang Nadim atau dikenal dengan Masjid Tanwirun Naja alias Masjid Tanjak di Batam, Kepulauan Riau, tengah coba didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ya, Jumat kemarin ada pihak yang menggelar aksi demonstrasi di Gedung Merah Putih. Mereka menyampaikan adanya dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Masjid Bandara Hang Nadim Batam,” kata Kepala Bidang Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada BatamNow.com, di Jakarta, Senin (26/09/2022).
KPK dalam hal ini, ujarnya, tentu terbuka menerima laporan dari masyarakat dan akan dilakukan pendalaman. “Kami coba dalami dari laporan yang masuk. Bila memang ada indikasi korupsi, maka penyidik akan menentukan langkah-langkah konkretnya,” kata Ali lagi.
Selain itu, tentu pihaknya akan coba menelusuri dugaan-dugaan yang muncul. “Saya belum lihat laporan yang masuk terkait hal tersebut. Jadi, belum bisa dipastikan apa langkah-langkahnya. Nanti, penyidik yang akan bergerak,” terangnya.
Pada Jumat, 23 September lalu, kelompok masyarakat yang menamakan diri Aliansi LSM Kota Batam yang dikoordinir oleh Ta’in Komari (Koordinator Pelaksana) dan Arief Rachman Bangun (Koordinator Lapangan), menyatroni KPK, guna melaporkan dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Masjid Bandara Hang Nadim Batam, dengan nilai proyek Rp 39.937.665.520 yang dimenangkan oleh PT Nenci Citra Pratama, Jakarta. Diduga nilai korupsi mencapai Rp 24 miliar lebih.
“Kami meminta KPK mengusut tuntas kasus Pembangunan Masjid Tanjak, yang diduga ada unsur korupsinya,” kata Ta’in Komari dalam orasinya.
Dipaparkan, pembangunan masjid tersebut merupakan proyek Badan Pengusahaan (BP) Batam, dimulai pada 2020 dan selesai pada 2022. Masjid tersebut diresmikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian RI, Airlangga Hartarto pada 24 Juni 2022. Tetapi 76 hari kemudian, tepatnya 8 September 2022, plafon masjid itu runtuh bersama rangka penahanan plafon.
Spesifikasi teknis masjid tersebut ditulis menggunakan Plafond Wood Plastic Composit (WPC), Rangka Hollow Aluminium 2 X 2 cm (0,8 mm), dan Kombinasi Furing MS 40. Sementara faktanya, plafond yang terpasang menggunakan Gypsum, Rangka Hollow Galvalum, dan Kombinasi Furing MS 40.
Setelah diselidiki, terdapat selisih harga antara gypsum dengan Wood Plastic Composit (WPC) cukup besar. Gypsum antara Rp 45.000-Rp 75.000 per meter bujur sangkar, sedangkan harga WPC berkisar pada Rp 190.000-Rp 275.000 per meter bujur sangkar. Selain itu, penggunaan gypsum jelas tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) proyek Masjid Bandara Hang Nadim.
“Bila masjid itu dibangun dengan bahan-bahan bangunan kualitas nomor satu, harga tertinggi dari proyek tersebut hanya senilai Rp 15,4 miliar. Sementara nilai proyek tersebut sebesar hampir Rp 40 miliar,” bebernya.
Demikian juga sesuai dengan KAK Pembangunan Masjid Bandara Hang Nadim Batam, Garansi masa layanan purna jual selama 10 tahun, sementara ini tidak ditemukan adanya garansi material.
Dikritisi pula terkait kualifikasi perusahaan pemenang tender. “Dalam kualifikasi disebutkan perysahaan harus memiliki pengalaman di bidang konstruksi minimal selama 10 tahun. Sementara PT Nenci Citra Pratama baru berdiri pada 2014, berdasarkan akta pendirian bernomor 59 pada 6 November 2014.
Kabarnya lagi, proyek tersebut diasuransikan. Namun faktanya, ketika plafon dan rangka penahan plafon runtuh, pemilik proyek, dalam hal ini, BP Batam memperbaiki sendiri dan tidak diserahkan ke perusahaan asuransi yang dijadikan dalam Jaminan Penawaran Asli proyek.
“Atas temuan tersebut, kami melaporkan dugaan adanya penyimpangan penggunaan anggaran negara melalui anggaran BP Batam yang berasal dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang nilainya ditaksir lebih dari Rp 24 miliar,” tukasnya. (RN)