BatamNow.com, Jakarta – Program Reforma Agraria yang digagas Presiden Joko Widodo, dengan membagi-bagikan sertifikat kepada rakyat, bisa dikatakan gagal mengatasi jurang kesenjangan yang ada.
Ironisnya, rakyat selama ini hanya dicekoki lagu ‘Indonesia Raya’ yang salah satu baitnya menyatakan, “Indonesia Tanah Air ku; Tanah Tumpah Darah ku”, sementara faktanya rakyat yang memiliki tanah di Indonesia hanya 8 persen. Sisanya, 92 persen sudah jadi milik korporasi.
Laporan tersebut disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Auriga, pada September 2022 lalu. Dalam laporan penelitian dengan metode identifikasi dan analisis data dari berbagai kementerian/lembaga itu disebutkan, “Yang diberikan kepada korporasi seluruhnya seluas 36,8 juta hektare, sementara kepada rakyat hanya 3,1 juta hektare”.
Dikutip dari laporan tersebut, Rabu (26/10/2022) dikatakan, dari seluruh izin pemanfaatan kawasan hutan, 19 juta hektare diberikan kepada konsesi logging; 11,3 juta hektare kepada konsesi kebun kayu; 0,5 juta hektare untuk izin pinjam pakai kegiatan pertambangan; dan 6 juta hektare untuk perkebunan sawit.
“Luasan lahan yang diberikan kepada rakyat perlu dicek kembali. Sebab, di sejumlah tempat, banyak lahan milik rakyat yang diserobot oleh korporasi dan negara terkesan membiarkan,” ujar Walhi.
Hal tersebut banyak terjadi di wilayah Sumatera dan sekitarnya. Walhi mencontohkan ruang yang dibuka oleh hutan tanaman rakyat (HTR), pada praktiknya malah digunakan untuk pemenuhan kayu bagi industri pulp & paper.
Dijelaskan pula dalam laporan tersebut, wilayah kelola rakyat (WKR) yang secara empirik dikelola oleh rakyat capaiannya masih terbilang rendah.
Menilik sistem administrasi perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), alokasi tersebut tercatat ada enam jenis yakni, hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKm), kemitraan kehutanan (KK), hutan tanaman rakyat (HTR), izin pemanfaatan perhutanan sosial (IPPS), dan hutan adat.
“Hingga kini, bisa dikatakan alokasi terhadap keenam jenis hutan yang sejatinya diusahakan oleh rakyat tersebut baru mencapai 2,7 juta hektare,” kata Walhi.
Berkaca pada hal tersebut, apakah Reforma Agraria bisa dikatakan kurang berhasil atau malah gagal total? (RN)