Catatan Redaksi BatamNow.com
Siaran pers BP Batam Nomor: 8/SP-A1.5/1/2023 per 19 Januari 2023 tertulis judul “BP Batam Berikan Tiga Solusi Suplai Air Bersih”.
Berbicara konteks air yang dikonsumsi masyarakat yang dialirkan lewat jaringan perpipaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) ke keran air pelanggan, atau yang dipermasalahkan konsumen belakangan ini adalah air minum.
Karena yang menyediakan atau yang menyuplai adalah pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 122 Tahun 2015.
Demikian juga dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 492 Tahun 2010 dan Permenkes 736 Tahun 2010. Subjek yang termaktub di dalamnya adalah air minum, bukan air bersih.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2019, juga tidak ditulis sama sekali penamaan atau nomenklatur air bersih kecuali air minum.
Definisi air minum dalam UU itu adalah air yang melalui pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Artinya kualitas air minum perpipaan yang disuplai atau dialirkan ke hilir oleh pengelola kemudian dikonsumsi masyarakat pelanggan adalah air minum yang kualitas kesehatannya sama seperti air minum kemasan yang dijual di pasar yang kapan pun dapat dikonsumsi dengan sehat tanpa dimasak.
Hal itu dijamin dan diatur oleh Permenkes No No.492/MENKES/PER/IV/2010, tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Setiap penyelenggara air minum wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.
Demikian juga Permenkes No 736 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Kualitas Air Minum. Dan definisi air minum di Permenkes itu sama dengan di UU tersebut.
Pertanyaannya apakah air yang disuplai oleh BP Batam tidak masuk kategori air minum sebagaimana diatur oleh UU dan PP termasuk
dalam peraturan instansi terkait seperti PUPR, misalnya?
Lalu diatur dalam UU dan peraturan perundangan yang mana “air bersih” yang dikelola BP Batam?
Jika mencermati semua ketentuan peraturan perundang-udangan tentang sumber daya air, baik air baku atau air minum, semua regulasi yang ada tak menyebut secara spesifik keberadaan BP Batam sebagai regulator dan pengawasan air baku dan air minum.
Kecuali pemerintah pusat, provinsi atau pemerintah kota dan kabupaten atau yang mewakili pemerintah di daerah yang diberi peran mengaturnya.
Tapi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 41 Tahun 2021 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) diatur tersendiri tentang regulator dan operator air di Batam.
Pada Pasal 26 ayat (1) menyebut Badan Pengusahaan (BP) melakukan pengelolaan, pemeliharaan, pengusahaan sistem penyediaan air minum dan seterusnya.
Pada ayat (2): dalam rangka pengelolaan dan pemeliharaan sistem penyediaan air minum sebagaimana disebut pada ayat (1) badan pengusahaan dapat membentuk SPAM.
Dapat disimpulkan, meski hanya diatur dalam PP 41 Tahun 2021, namun air yang diproduksi dan dialirkan ke hilir atau dikonsumsi masyarakat pelanggan air perpipaan adalah “air minum”.
Dalam lampiran PP 41 Tahun 2021 pada Nomor V ayat (4) memang ada tercatat “Izin Operasional Instalasi Pengelolaan Air Bersih”.
Namun pada ayat (1) disebut “Izin Usaha Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum”.
Lalu yang disebut oleh Direktur BU Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) BP Batam Memet E Rachmat dan Kabiro Humas BP Batam Ariastuty Sirait dalam siaran pers itu air bersih yang mana?
Air bersih atau air minum? Hampir dapat diyakini baik Memet maupun Ariastuty Sirait dapatlah membedakan mana air bersih dengan air minum.
Soal ini perlu dijelaskan konkret agar masyarakat tidak sampai tersesatkan oleh narasi para pejabat BP Batam yang tampak seakan suka-suka dan terkesan kurang cerdas dalam komunikasi tertulis dengan masyarakat.
Juga dalam penyebutan nama dan jenis air yang diproduksi lewat Instalasi Pengelolaan Air (IPA) dan dialirkan ke masyarakat untuk dikonsumsi. Ini mesti konkret karena menyangkut kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.
Air bersih memang belum tentu dapat dan sehat diminum langsung sebagaimana standarisasi yang ditentukan oleh Kemenkes.
Masalah, bisa berakibat fatal jika berbicara dari aspek hukum.
Misal, kelak muncul masalah gugatan hukum. Gugatan masyarakat atas sehat/tidaknya air minum yang diproduksi oleh BP Batam sesuai standarisasi Kemenkes.
Materi tuntutan maupun gugatan perdata atau pidana akan bisa batal demi hukum karena nama, frasa atau diksi yang salah sebut yang dipermasalahkan. Misalnya antara air bersih atau air minum.
Tanda-tanda permasalahan yang muncul dan akan masuk ke ranah hukum sudah mulai mengerucut. Yakni antara pelanggan (konsumen) air minum dengan pengelola SPAM.
Dimana kelompok masyarakat yang dirugikan bertahun-tahun atas pelayanan SPAM yang buruk itu disebut-sebut bakal menggugat BP Batam.
Belum diketahui secara pasti maksud dari BP Batam dalam menuliskan “air bersih” di siaran pers itu atau dalam momen lainnya.
Bisa saja penyebutan air bersih terkesan menyesatkan seperti pernyataan Kepala BP Batam Muhammad Rudi yang mengklaim sepihak jaringan pipa air minum SPAM Batam sudah tua dan butuh biaya Rp 4,5 triliun menggantinya.
Dan secara tak langsung dibantah oleh Memet, bawahan Rudi, dengan mangatakan bahwa semua jaringan pipa air minum terpasang dalam kondisi baik baik saja sesuai audit PT Surveyor Indonesia (SI) Cabang Batam.
Pernyataan Memet ini sangat mencengangkan dan terkesan seperti membongkar “kebohongan” pimpinannya secara tak langsung.
Dua pernyataan yang membingungkan atau seakan menyesatkan masyarakat pelanggan air minum dari dua pejabat BP Batam, paling tidak begitu.
Sebenarnya masyarakat Batam sudah jenuh dengan kondisi pelayanan BP Batam di berbagai hal, juga dengan narasi pidato-pidato pencitraan dan penjelasan “asbun”. Kini dibingungkan lagi dengan pernyataan-pernyataan yang kurang cerdas dari mulut dan tangan para pejabat yang mengaku profesional itu.
Kurang cerdas berpotensi meyesatkan masyarakat karena belum ada pernyataan meluruskan atau kata maaf atas kesalahan itu seperti Cak Nun yang memaafkan para terciprat. (*)