BatamNow.com, Jakarta – Ditengah deraan pemberitaan karut-marut pengelolaan SPAM di Batam, muncul berita kesiapan PT Tirta Bintan Perkasa (TBP) sebagai investor PDAM Tirta Kepri untuk mengganti seluruh jaringan pipa air di Pulau Bintan.
Rencananya, proyek senilai Rp 3,2 triliun tersebut mulai dikerjakan pada 2023 ini. Dalam keterangan resminya, Jumat (20/01/2023), Direktur Utama PT TBP Agus Salim mengatakan, investasi ini terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama untuk 6 juta meter³ dan tahap dua untuk 10 juta meter³.
“Kami akan membangun fasilitas 300 liter per detik untuk tahap 1 dan 500 liter per detik untuk tahap 2. Untuk tahap pertama kami akan fokus di Kota Tanjungpinang dan sekitarnya. Sedangkan untuk tahap kedua kami akan fokus di keseluruhan Pulau Bintan,” urai Agus.
Dengan penggantian jaringan pipa tersebut, Agus berharap seluruh masyarakat Bintan akan mendapat akses air 24 jam. Sehingga melalui akses ketersediaan air bersih bagi masyarakat Bintan ini, bisa membawa kesejahteraan dan menunjang kegiatan perekonomian yang ada.
“Insya Allah Bintan dan Tanjungpinang akan berkembang serta menjadi salah satu faktor menurunnya stunting di daerah tersebut,” tukasnya.
Dari sisi pengalaman, PT TBP telah membangun dan mengoperasikan Sarana SWRO/BWRO atau Proses Penyulingan Air Laut dan Air Payau menjadi Air Bersih dan Air Minum di beberapa sarana fasilitas dan infrastruktur BUMN dan juga saat ini sedang membangun fasilitas yang serupa di Kota Kupang untuk mendukung Sarana SPAM dan Industri di Kota Kupang dan sekitarnya.
Sementara itu, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Ansar Ahmad mengatakan pihaknya terus mendorong perbaikan infrastruktur PDAM agar kebutuhan masyarakat tentang air bersih bisa terpenuhi dengan layanan yang terbaik.
Berbeda dengan di Kota Batam, PT Moya Indonesia dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk yang menjadi mitra BP Batam dalam operation and maintenance (OM) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Batam, nampaknya tenang-tenang saja dengan kondisi pendistribusian air minum yang kronis di sebagian wilayah Batam. Di mana sebagian warga harus menunggu ketersediaan air minum pukul 01.00 WIB – 04.00 WIB dini hari. Setelah itu aliran air mati total sepanjang hari.
Ketika warga mengeluhkan kondisi tersebut, dengan santainya Kepala BP Batam Muhammad Rudi justru meledek, “Bagus juga hidup, ye. Kalau mati 24 jam bagaimana,” kata Rudi seolah tanpa dosa, Selasa (10/01/2023) lalu.
Penderitaan sebagian warga Batam terkesan justru mau ‘diproyekkan’ oleh Rudi dengan dalih memperbaiki jaringan perpipaan yang katanya butuh anggaran sekitar Rp 4,5 triliun, sehingga tarif air minum akan dinaikkan. Kata Rudi, jaringan pipa air minum sudah tua alias telah uzur karena dipasang 25 tahun lalu.
Sontak warga menolak rencana Rudi tersebut, bahkan beranggapan ini akal-akalan Rudi untuk meraup cuan jelang Pilkada Serentak 2024 nanti. Konon kabarnya, Rudi akan maju sebagai Calon Gubernur Kepri, sementara istrinya Marlin Agustina maju sebagai Wali Kota Batam. Tentu keduanya butuh modal besar.
Menjadi pertanyaan, bukankah BP Batam telah menetapkan konsorsium PT Moya Indonesia dan PT PP (Persero) Tbk, sebagai pemenang lelang SPAM Batam baik di hulu maupun hilir pada April 2022 lalu? Lantas, apa kontribusi kedua perusahaan tersebut? Apakah kedua perusahaan pemenang lelang itu tidak menyetorkan modal? Mungkinkah kedua perusahaan tersebut cuma modal dengkul, malah mau meraup untung dari pengelolaan SPAM Batam?
Lalu, bagaimana pertanggungjawaban kedua perusahaan tersebut terhadap kondisi pendistribusian air minum kepada sebagian warga di Batam yang tersendat.
Dari hasil penelusuran BatamNow.com, diketahui, PT Moya Indonesia merupakan perusahaan entitas Salim Group milik konglomerat Anthoni Salim dan bagian dari Moya Holdings Asia Limited. Ini adalah salah satu perusahaan nasional yang bergerak pada bidang pengelolaan air minum swasta, baik untuk aspek industri, komersial, juga nonkomersial.
Dilaporkan, PT Moya Holdings Asia Limited memasuki Indonesia dengan investasi awal sebesar Rp 750 miliar. Pada 10 Mei 2021 lalu, PT Moya Indonesia telah meneken amandemen perjanjian kerja sama dengan BP Batam terkait proyek pengoperasian dan pemeliharaan sistem pasokan air di Batam.
Hingga kini, PT Moya Indonesia telah masuk di 8 (SPAM) di Indonesia yakni, PT Moya Bekasi Jaya, PT Moya Tangerang, PT Aetra Air Jakarta, PT Aetra Air Tangerang, PT Acuatico Air Indonesia, PT Air Semarang Barat, PT Traya Tirta Cisadane, dan PT Tirta Kencana Cahaya Mandiri.
Sementara itu PT PP (Persero) Tbk, merupakan badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang konstruksi. Tidak diketahui pasti apa yang mendorong PT PP ini ikut bergabung dengan PT Moya Indonesia mengelola SPAM di Batam.
Konsorsium itu lalu membuat perusahaan patungan untuk mengelola SPAM Batam di hulu dan hilir, yakni PT Air Batam Hulu dan PT Air Batam Hilir.
Hingga kini, pihak BP Batam tidak terbuka terkait berapa setoran dana sebagai modal dari kedua perusahaan tersebut. Apakah investasi infrastruktur SPAM kini menjadi tanggung jawab BP Batam? Apakah BP Batam tidak punya dana untuk memperbaiki jaringan perpipaan air minum?
Rudi Sebut Pipa Air Sudah Tua Perlu Diganti, Direktur BU SPAM: Masih Baik
Soal kondisi perpipaan SPAM di Batam, ternyata pendapat berbeda disampaikan Direktur Badan Usaha (BU) Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) BP Batam Memet E Rachmat. Dia mengatakan, sesuai hasil pemeriksaan dari PT Surveyor Indonesia (SI) Cabang Batam, kualitas pipa air di Batam dinilai masih baik-baik saja.
Hal tersebut diperkuat oleh bantahan keras sebelumnya dari Presiden Direktur PT Adhya Tirta Batam (ATB) Benny Andrianto, pengelola SPAM Batam sejak 1995 hingga 2020. “Itu cari kambing hitam namanya, seluruh pipa terpasang masih kondisi baik kami tinggalkan dan itu hasil audit dari PT Surveyor Indonesia Cabang Batam,” kata Benny.
Lanjut Benny komplain keras, “Masak keberadaan infrastruktur yang kami bangun dulu hanya diukur dari setoran Rp 28 miliar per tahun”.
Sedari awal, lanjutnya, BP Batam (dulu Otorita Batam) tak mengeluarkan satu sen pun dana untuk membangun seluruh infrastruktur pengelolaan air minum di Batam, tapi pasca konsesi 25 tahun negara menerima aset plus setoran sekitar Rp 2 triliun dari PT ATB.
Sementara kini, klaim Rudi, saat SPAM Batam di tangan mitranya, BP Batam meraup pendapatan Rp 320 miliar setiap tahun.
Lalu Benny mengkritisi taksasi dana Rp 4,5 triliun yang akan dibutuhkan memperbaiki jaringan pipa rusak yang diklaim sepihak oleh Muhammad Rudi, “Dari mana hitungannya, macam orang tak kompeten bicaranya”.
Berkaca pada hal tersebut, perlu dikritisi niatan Rudi menaikkan tarif air minum. Apalagi tanpa kejelasan, kapan nasib sebagian warga Batam menampung air minum tengah malam itu akan berakhir. Dikhawatirkan, rencana menaikkan tarif air minum menjadi akal bulus Rudi untuk mereguk cuan diduga buat keperluan dana kampanyenya kelak. Ingat saja nasihat ‘Bang Napi’ di acara Sergap yang tayang di RCTI, “Waspadalah! Waspadalah”. (RN)